Di Tanah Anarki Romansa Terjadi, Bagian 8

10 1 0
                                    


Cecillia pasti berpikir kami melakukan hal aneh-aneh dalam kamar ini, Tara dan aku akan bercinta saat dia muncul. Perasaannya pasti akan sangat segan pada kami. terspesial untukku, hal ini menjadikan peluangku untuk dekat dengannya menjadi nol persen. Dia kira aku ada apa-apa dengan Tara. Aku tidak ada apa-apa dengan Tara. Tara kembali ke kamar mandi untuk menyelesaikan urusannya. 

Lima belas menit kemudian dia menyelesaikan urusanya di kamar mandi, dan gantian aku yang harus berurusan disana. Setengah jam kemudian, aku dan Tara telah berada dalam perjalanan yang menuju tempat yang telah diberitahukan Cecillia lewat pesan di ponsel Tara. Sekitar lima belas menit perjalanan dari penginapan, kami sampai di Jalan Legian, Kuta. Terdapat banyak sekali restoran dan bar yang berderet di kiri-kan sepanjang jalan mulai dari Monumen Bom Bal" sampai beberapa ratus meter keselatan. Disinilah wilayah yang terkenal dengan hiburan malamnya Bali. 

Musik yang terdengar samar-samar dari penginapan tadi berasal dari sini. Berbagai macam jenis musik dimainkan, mulai dari rock, raggae, atau electric. Setiap restoran atau bar memiliki perangkat musik mereka sendiri-sendiri, dan mereka memainkannya dengan volume maksimal. Pengunjung tinggal pilih akan menikmati musik mana yang disukai. This is Bali night life. Musik akan selalu mengalun menyemarakan Legian, orang-orang datang dari berbagai belahan dunia datang untuk menikmati kehidupan malam tropis. Menari di jalan, menari di dalam diskotik, menari dalam restoran. 

Duduk emperan toko, menenggak berbotol-botol minuman, lalu mabuk, tertawa dan menari di tepi jalan. Jalanan akan selalu macet, barisan kendaraan bermotor membentuk garis berliku-liku di tengah jalan. Masih ada orang idiot yang mencoba menerobos kemacetan Kuta pada malam hari dengan kendaraan. Perbedaan kemacetan Legian dengan Jakarta adalah, disini jalanan macet tidak membuatmu gila. Dentuman musik sedikit akan memberikan semacam hiburan dalam menerobos macet.

Orang asing berkulit putih bagaikan penguasa daerah ini, bertindak sekehendak hati mereka, dengan pakaian yang tipis-tipis, tersenyum dan tertawa terhadap orang-orang yang lewat. Menawarkan gelas plastik yang dituangi bir kepada setiap orang, dan bersuka ria. Orang asing berkulit kuning hanya berjalan mondar-mandir dengan kelompok mereka sesama manusia berkulit kuning lainnya. Pribumi bersawo matang muncul dengan kostum yang seharusnya cocok untuk dibawa ke pusat-pusat perbelanjaan. Legian mungkin menjadi salah satu tempat dimana tidak ada kebanggaan bagimu untuk memakai setelan mahal dan terkenal. Semua itu akan membuatmu tidak merasa nyaman ketika mayoritas orang tidak memperdulikan dandanannya. 

Pribumi yang mengunjungi Legian malam ini memiliki masalah dalam menyesuaikan dandanan. Mereka duduk di Monumen bom Bali, melihat ke arah diskotik, ingin masuk tetapi tidak berani.

Ratusan raksasa berkulit putih membuat inferior para manusia kerdil berkulit sawo matang ini. Tetap duduk disana dan megabadikan beberapa gambar, bosan dan pulang. Lalu bercerita dengan keliaran hal yang mereka lakukan di daerah asal mereka dan semua omong kosong yang bisa mereka karang. Padahal kenyataannya adalah mereka datang mengunjungi Legian, Kuta untuk duduk, merokok, dan berfoto. Ini bukan budaya timur, orang timur tidak akan nyaman dengan hal seperti ini. Diskotik, bar, dan tarian adalah milik orang barat. Aku adalah orang timur yang sok kebarat-baratan.

Dalam sebuah Bar yang kami tuju berdasarkan pesan yang dikirim ke ponsel Tara, Cecillia melambaikan tangan. Dia bersama seorang wanita kulit putih. Kami masuk ke dalam Bar, menghampiri Cecillia dan teman bulenya.

"Cerah sekali muka kalian berdua," kata Cecillia menggoda. Dia menempelkan ujung jari telunjuk ke jempol kananya membentuk sebuah lingkaran dan telunjuk kiri menusuk-nusuk lubang dari lingkaran itu sambil tertawa. Tara tidak mengerti apa maksud Cecillia, aku mengerti dan teman Cecillia mengerti. Cecillia dan temannya tertawa, aku juga tertawa, Tara tidak tertawa.

Aku memesan sebotol Tequila dua botol bir, dan dua porsi kentang goreng. Minuman dan makanan yang banyak untuk semua orang. Malam ini kita akan minum sampai puas. Bar ini menyediakan seperangkat DJ sebagai hiburan, musik electric berdentum-dentum menggetarkan jantung. Puluhan orang menari pada dance floor. berada dalam kondisi mabuk karena pengaruh alkohol membuat tarian mereka gila,

Cecillia mengenalkan temannya kepada kami, namanya adalah Samantha.

"Panggil saja saya Sam," kata Samantha saat berkenalan dengan kami, ternyata dia bisa berbahasa Indonesia dengan cukup baik.

"Samantha berasal dari Australia, tetapi sudah cukup lama tinggal di Indonesia, dia mengajar sastra disini," kata Cecillia.

"Bukan, saya mengajar sejarah, memang dulu departemen sejarah berada pada fakultas sastra, sekarang namanya ilmu budaya," kata Samantha membenarkan pernyataan Cecillia.

"Anda megajar sejarah, kebetulan saya adalah sarjana pendidikan, fokus sejarah," kata Tara.

"Anda sarjana pendidikan sejarah, so you are a teacher, history teacher?" tanya Samantha.

"No, I'm not teaching, I'm a journalist now. So hard to become teacher with good payment in this country, a teacher never be reach," kata Tara sambil menghabiskan segelas bir.

"Saya sepakat dengan anda, sayapun dibayar murah disini. Hanya karena saya bisa menikmati Bali diakhir pekan saya mau mengajar di sini."

"Jadi tujuan utama anda bukanlah mengajar? Tetapi untuk menikmati liburan diakhir pekan," kata Tara.

"Benar, saya masih fresh greduate saat mendengar kampus saya membuka lowongan menjadi staf pengajar disini dengan beasiswa master, saat saya melihat kampusnya ternyata ada di Bali, saya mendaftar dan akhirnya diterima mengajar," Samantha menjelaskan.

"Jadi, anda mengajar sejarah. apa fokus studi anda?" Tara bertanya.

"Sejarah pariwisata Bali, ternyata ini sangat berguna di tempat saya mengajar,mereka kekurangan ahli sejarah pariwisata. Saat ini saya sedang menyelesaikan sebuah buku tentang pariwisata Bali,"

"Menarik sekali, mungkin saya bisa berdiskusi tentang ini nanti, tetapi bukan disini tentunya. Dentuman musik terlalu bising, saya tidak bisa fokus," Tara menunjuk-nunjuk telinganya.

"Tentu bisa, saya sangat menantikan hal itu," Samantha menyunggingkan senyum ke arahku.

Kita TertawaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang