Ada Setangkup Haru Dalam Rindu; Bagian 3

17 2 0
                                    


Siang mulai berganti menjadi sore, matahari mulai bergeser ke ufuk barat. Malioboro semakin ramai dikunjungi oleh orang dari berbagai bangsa. Aku menikmati nasi kucing dengan berbagai lalapan. Penjual nasi kucing berjual dagangannya pada kaki-kaki lima. Tetapi kaki lima dalam dunia kuliner biasanya lebih familiar dengan nama angkringan. Kaki lima adalah icon Malioboro.

Para pedagang kaki lima disini, mungkin tidak pernah mengenal istilah penggusuran. Tidak seperti saudara mereka di kota-kota lain yang mana penggusuran adalah warna-warni kehidupan mereka. Disini kaki lima berjaya, sedangkan kerabat karib mereka di daerah lain, kaki lima harus bergeriliya.

Aku belum pernah makan nasi kucing sebelumnya. Saat ibu pedagang nasi itu tengah menyiapkan pesananku, aku mencari informasi tentang nasi kucing pada ponselku. Dalam sebuah situs aku mengetahui bahwa nasi kucing adalah makanan yang berasal dari Yogyakarta, Semarang, dan Surakarta.

Porsi nasi kucing biasnya ditambah sambal, ikan, dan tempe lalu dibungkus dengan daun pisang. Hmmm, daun pisang. Semua makanan akan terlihat indah dan nikmat rasanya jika dibungkus dengan daun pisang. Es jeruk adalah pilihan yang tepat kurasa. Lumayan bosan aku dengan selalu minum teh manis yang dicelupak es batu.

Sambil menyantap makan siang di sore yang cerah ini, aku mengamati berbagai macam orang yang berlalu lalang. Ada yang hanya melihat-lihat, ada yang berfoto ria, ada yang berbelanja. Kelompok orang yang paling membuatku agak muak, adalah mereka yang masih sibuk dengan gadget mereka masing-masing. Ya, jika mereka berkunjung kesini tentu untuk liburan.

Aku tidak, aku hanya menemani seorang kawan menyelesaikan masalahnya yang misterius. Ditinggal sendiri, aku merasa wajib untuk bertransformasi menjadi wisatawan. Jadi terima saja alur hidupku yang sering tidak konsisten ini. Aku yang menjalaninya, masih bisa ikhlas menjalani. Aku rasa tidak berhak jika ada kawan lain yang sesak nafas mendengar ceritaku ini nantinya.

Kembali kepada mereka yang sibuk pada gadget masing-masing. Saat liburan sangat tidak akan bermakna jika kamu sibuk memainkan gadget. Kamu tidak akan menghayati indahnya tempat-tempat yang kau kunjungi. Perhatian terpaku pada layar gadget. Ya jika kau ingin bermain hape, membuka social media, kenapa tidak kau lakukan di penginapanmu setelah berjalan-jalan nanti malam.

Aku tidak ingin panjang-panjang membahas ini. Apa hakku memberi cap jelek kepada mereka. Perjalanan mereka kesini tidak biaya dariku, makan mereka tidak aku yang menanggungnya, gadget mereka dibeli bukan dari uang yang berasal dari dompetku. Aku hanya muak, muak untuk aku konsumsi sendiri.

Sebatang Marlboro, di Jalan malioboro. Dua hal yang sangat serasi setelah sepiring nasi kucing dan beraneka lalapannya, dan segelas es jeruk yang terlalu manis. Masih ada satu jam kurang sebelum aku berjalan menuju Alun-alun utara untuk menemui Tara. Aku berharap Tara tepat waktu. Jangan sampai dia membuat aku menunggu. Aku akan marah jika dia terlambat. Sebenarnya aku masih ingin memutari Kota Yogyakarta. Aku masih belum menemukan daerah yang bernama Dagadu atau Jalan Sasrowijan. Katanya disana adalah kampung turis yang sangat terkenal. Aku benar-benar ingin kesana.

Mungkin aku bisa mengajak Tara untuk kesana esok hari. Aku tidak tahu kemana lagi dia akan membawaku. Entah masih akan beputar-putar di kota ini, atau di provinsi ini, mungkin juga dia akan membawaku ke provinsi lain atau perejalanan ratusan kilometer yang lain. Hanya Tara dan yang tuhan tahu. Aku hanya bisa mengikutinya.

Cukup satu batang saja sebelum aku berjalan menuju tempat yang telah ditentukan. Menurut informasi yang aku dapat, setelah membaca peta lipat milik Tara. Alun-alun utara terletak tidak terlalu jauh dari Malioboro. Aku bisa berjalan santai, sambil melihat-lihat. Jaraknya sekitar satu setengah kilometer ke selatan.

Kita TertawaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang