Wanita yang Melampaui Dunia; Bagian 2

235 8 2
                                    

Kami bertemu di gelanggang olahraga kota kecil kami. Disini terdapat beberapa fasilitas olahraga seperti tenis, badminton, sepakbola, skateboard, dan trek untuk jogging sehingga menjadi pusat kegiatan olahraga warga kota. Semenjak setahun yang lalu kami biasa jogging bersama. Tara memiliki hobi jogging. Aku tidak. Atas nama pertemanan aku selalu setia menemaninya beberapa hari tiap minggu.

Seperti biasanya dia muncul dengan setelan olahraga yang modis menurutku namun mungkin aneh bagi kalian. Rambut ikal hitam sebahu, diikat sembarangan. Gagang earphone disulap menjadi semacam bando untuk merapikan bagian atas rambutnya. Melapisi T-shirt murahan dengan baju kaos panjang tangan. Jam tangan Swiss Army –bukan jam tangan yang biasa dipakai seorang wanita tentunya. Celana training panjang betis. Sepatu sport dan kaus kaki setinggi mata kaki.

Jika ada lelaki pencinta wanita nan flamboyan ala Casanova yang menjadikan fasilitas olahraga ini untuk markas besar mereka untuk mengintai wanita yang akan mereka pacari, Lalita Vistara bukanlah targetnya.

Paling tidak semenjak kami memulai kebiasaan jogging ceria bersama ini, belum ada satupun Cassanova yang khilaf menghampiri Tara untuk mengajak berkenalan atau hal semacamnya. Mungkin juga aku satu-satunya pria yang khilaf untuk tetap setia bersamanya –sebagai teman tentunya.

Agak sungkan aku sebenarnya untuk bertanya dan bersimpati atas kegagalannya dalam tes itu. Sambil berlari aku mulai membuka percakapan mengenai hal ini.

"I'm sorry for what happen to you," kataku

"Sorry for what..?" Balasnya

"I know it's hard for you, but I believe you're gonna make it through this."

"What do mean?"

"Ah, jangan pura-pura dungu kamu, aku tahu kamu tidak lulus tes kuliah kedokteran kan?"

"Hahaa.. Masalah itu, jangan terlalu kau pikirkanlah. Lebih baik kau cari tahu itu si Tuti, sudah lama tak kulihat dia. Kudengar dia juga tak lulus tes. Jangan-jangan sudah berakhir hidupnya karena frustasi. Dia orangnya kan seperti itu, perasa betul. Orang seperti itu bisa melakukan yang aneh-aneh... Hahaha," katanya.

Dari pengetahuanku dalam hal-hal psikologi dari film-film yang pernah kutonton, adegan selanjutnya adalah Tara mempercepat larinya. Entah kenapa? Tidak ada tanda-tanda hujan, melayang-layang lah tetesan air yang menghampiri mukaku. Semakin kukejar semakin kencang dia berlari. Tidak mau dia berbicara kepadaku. Air mukanya berubah, mata merah, dan banyak diamnya.

Tetapi tidak, dia tidak melakukan adegan di atas. Dia terus-terusan berkelakar sambil bernyanyi tidak jelas. Pengetahuan bahasa Inggris nya lumayan meskipun pengucapannya berantakan.

Alhasil, sebuah tembang lawas yang masih disenandungkan oleh mereka yang mengerti seni dengan penuh hormat dari Led Zeppelin berjudul Stairway to Heaven hancur berantakan setelah dinyanyikannya.

Aku curiga bahwa Tara sebenarnya buta nada. Ternyata kejeniusan seseorang itu tidak berbanding dengan jiwa seni mereka. Kalian boleh saja mendebatku karena teori prematur ini. Tetapi ini bisa kukatakan setelah aku melihat kenyataannya.

Tulisan Tara amburadul cakar ayam sulit untuk dibaca. Oke, sebuah penelitian mengatakan orang cerdas cenderung menulis cepat dan rata-rata tulisan mereka jelek dan sulit untuk dibaca. Tanda tangannya tidak memiliki unsur keindahan sedikitpun. Coretan tidak jelas dari kiri ke kanan lalu bawah ke atas hingga menyerupai huruf T. Cukup itu saja. Tidak ada variasi sedikitpun. Kemampuan bermain musiknya hancur total. Hanya gitar, satu-satunya instrumen musik yang dikuasai, sering bermain dengan tiga kord, G, C, D, meski sesekali menyisipkan kord Dm dan A secara serampangan. Masuk tidak masuk tetap bernyanyi dengan pengucapan bahasa inggris yang babak belur.

Kita TertawaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang