Part 1.

15 1 0
                                    

P.s kalo ada salah satu adegan yang sama, atau kemiripan, mohon maaf karna itu ga disengajakan. Ini hanya fiksi ya, dan karakternya juga semua murni berdasarkan khayalan author. Enjoy!

Story begins.....

"SHAWN MENDES! SHAWN MENDES! SHAWN MENDES!"teriakkan para wanita di depan panggung itu terus terusan terdengar hingga ke balik panggung. Bahkan artis yang diteriaki itu sedang asyik memainkan ponselnya, dan tak memperdulikan mereka yang meneriaki namanya.

"Bisakah kau suruh mereka diam?! Aku benar benar butuh ketenangan."ujar pria dengan rambut coklat, dan wajahnya yang sudah memerah karna kelelahan usai menyanyi. Shawn Mendes.

Semua kru, dan panitia yang berada di balik panggung itu hanya diam. Dengan beberapa memijati kakinya, dan beberapa mengkipasi wajahnya yang kepanasan.

"Josh! Bisakah kau memijatkanku dengan lebih kuat?! Pijatanmu sungguh tak ada rasa! Buang buang waktu!"bentak Shawn kearah pria berbadan gemuk, kepala botak, Josh,asistennya.
"Ini sudah paling kuat,Shawn."

Shawn menendang kakinya hingga semua asisten yang sedang memijat kakinya sedikit terjungkal. Ia berdiri, dan mengambil jaketnya.

"Siapkan mobil! Aku mau pulang!"ujar Shawn dengan nada tinggi lalu keluar dan berjalan kearah parkiran, beberapa penggemar nya ada di area parkiran,otomatis langsung menjerit saat melihat Shawn yang berjalan disana.

Shawn terjebak dan langsung dikerumuni penggemarnya itu.
"Beri jalan beri jalan!"teriak Josh seraya merentangkan kedua tangannya untuk melindungi Shawn dari penggemarnya itu.

Shawn tidak memperdulikan penggemarnya yang histeris, ia hanya berjalan dengan wajah datarnya dan memasuki mobilnya dengan santai.

"Sungguh, tidak bisakah mereka mencari kerjaan lain selain membuntutiku seperti ini?"ujar Shawn mendumal
"Shawn, ada yang harus kau lakukan setelah ini. Seseorang ada yang ingin menemuimu."ujar Josh seraya menggerakkan stirnya

"Siapa? Aku ingin istirahat."desis Shawn
"Sepertinya penting, Nyonya yang memintaku menyuruhmu untuk menemuinya."

Shawn mendecakkan lidahnya lalu memasang earphonenya, seolah olah tak perduli dengan ucapan asistennya itu.

Hingga tiba lah mereka di sebuah rumah yang sangat megah, dan minimalis. Terkesan seperti istana dengan lantai bertingkatnya itu.

Ditambah dinding yang diwarnai emas dan putih yang dicampur. Benar benar mewah.
Shawn melepas earphonenya saat turun dari mobil dan menatap rumah itu dengan alis menaik sebelah.

Tangannya ia masukkan ke saku celananya lalu berjalan mengikuti Josh yang menggiringnya masuk.

Beberapa pelayan di rumah itu menyambut Shawn dengan menundukkan tubuhnya saat Shawn memasuki rumah itu dengan wajah songongnya.

"Ah, kalian sudah sampai rupanya. Selamat datang,"sambut seorang pria yang sudah lumayan tua, namun tetap gagah dengan setelan jasnya. Terlihat sangat terhormat.

Shawn menatap Josh seraya menaikkan alisnya sebelah, isyarat menanyakan siapa pria ini.

"Iya,Tuan. Senang bertemu denganmu. Ini Shawn, ia dengan senang hati datang kemari."ujar Josh
"Aku dipaksa."gumam Shawn dengan suara kecil namun bisa terdengar.

Pria itu menghampiri Shawn dan mengulurkan tangannya seraya bertemu,"Michael. Kau terlihat sangat tampan,Shawn."
Shawn menjabat tangannya,"kau juga,Mr.Michael."jawabnya datar
"Silahkan duduk, saya panggilan Cam dulu."ujar Michael

"Cam? Siapa?"tanya Shawn kepada Josh
"Anak sulungnya."

Shawn hanya menaikkan alisnya sekilas tanda tak peduli lalu menyenderkan tubuhnya ke sofa dan melipat kakinya santai.

Michael datang dengan pria yang sepertinya seumuran dengan Shawn, dan seorang wanita yang juga sebaya dengan Shawn namun sepertinya lebih muda dikit.

Pria dengan wajah sombong,sudah terlihat. Dan wanita dengan wajah ramah,sepertinya.

"Nah,ini Shawn. Kenalkan, ini Cam dan Lily, anak anakku."tutur Michael seraya tersenyum
Shawn hanya menaikkan alisnya tak peduli.
"Wah, sangat tampan dan cantik ya. Jadi siapa disini yang mau menjadi artis?"tanya Josh

Shawn mengerutkan keningnya bingung. Menjadi artis? Lalu apa urusannya denganku? Pikir Shawn.

"Cam. Ayo berkenalan dengan Shawn."ujar Michael
Pria dengan wajah sombong itu menaikkan bahunya tak acuh lalu menghampiri Shawn yang sedang menatapnya dengan datar. Sama sombongnya.

Cam mengulurkan tangannya kearah Shawn,"Cameron. Cameron Dallas. Panggil saja Cam."
Shawn menjabat tangannya,"Shawn. Shawn Mendes."
"Semua orang juga tahu siapa dirimu."ujar Cam seraya memutar bola matanya.

Shawn menaikkan kedua bahunya tak acuh lalu melepaskan jabatan tangan itu dan menyenderkan tubuhnya lagi.

"Nah,ini anak bungsuku. Lily, ayo berkenalan dengan Shawn."
Gadis dengan wajah polos itu berjalan kearah Shawn dan menundukkan tubuhnya sekilas.

"Carily Dallas. Panggil saja Lily."ujar gadis itu dengan senyum tipis
Shawn hanya mengangguk,"Shawn."jawabnya datar
Michael,Lily,dan Cam pun duduk di depan Josh dan Shawn.

"Jadi,Shawn kelihatannya sangat bingung dengan semua ini. Baiklah, keluarga kami, dengan keluargamu, rekan yang sangat dekat,Shawn."jelas Michael
"Lalu?"ujar Shawn dengan alis menaik sebelah tak peduli.

"Dan, dari generasi pertama memang kami semua ingin keturunan kami untuk menjadi bintang besar sepertimu,Shawn. Maukah kau setidaknya membantu Cam untuk menjadi artis?"

Shawn membelalakkan matanya tak percaya lalu menegakkan tubuhnya dan menatap Josh dengan pandangan apa-maksudnya-semua-ini.

"Membantunya menjadi artis?"ulang Shawn dengan nada sedikit meninggi
"Ya. Setidaknya bantu kami untuk mencari bakat terpendam Cam."jawab Michael

"Jika kau ingin menjadikan anakmu ini menjadi artis, jangan minta bantuanku. Aku bukan produser."

"Demi keluargamu Shawn,setidaknya."

Shawn mendecakkan lidahnya malas lalu menyenderkan tubuhnya.

"Sudahlah,Dad. Ini semua buang buang waktu. Aku tak tertarik dengan dunia entertain."ujar Cam dengan malas
"Cam!"bentak Michael

"Anakmu saja tidak tertarik dengan dunia entertain. Bagaimana mau menjadi bintang?"tutur Shawn

"Mungkin dia tak mampu karna ia payah."ejek Cam dengan sudut bibir tertarik
Shawn menatapnya tajam.

"Deal. Tapi ada syarat."ujar Shawn
Cam tersenyum puas melihat Shawn yang melemah karna ejekannya.
"Akhirnya. Apa itu,Shawn?"tanya Michael

"Aku akan melatihnya, hanya dalam waktu 2 minggu. Jika tidak berhasil, maka aku akan mundur dan tak mau membimbingnya lagi."

Michael menghembuskan nafasnya pelan,"baiklah. Setuju."

"Hanya Cameron saja? Bagaimana dengan um... Lily?"tanya Shawn dengan hati hati seraya menatap kearah Lily yang tampak kaget
"Lily, ia memiliki bakat sendiri dan bukan dalam bidang ini. Jadi kami fokuskan Cam saja."

"Oke. Terserah. Josh, cepatlah aku ingin pulang."ujar Shawn malas lalu berjalan pergi keluar dari rumah itu.

"Maafkan,Mr. jadi kapan bisa dimulai?"tanya Josh sopan
"Besok?"

"Baiklah. Sampai bertemu,Mr. semangat,Cam dan Lily!"ujar Josh dengan senyum semangat lalu menyusul Shawn yang sudah meneriaki namanya dari luar.

-

PerfectTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang