Remaja adalah masa dimana manusia berumur belasan tahun. Dalam bahasa inggris, remaja disebut teenager yang diambil dari kata teen yang berarti belasan.
Kategori manusia yang menginjak masa remaja adalah pada umur 12 sampai 21 tahun. Dalam masa ini, cara berpikirnya sudah berada di atas anak-anak, namun belum sematang orang dewasa.
Remaja memiliki tingkat keingintahuan yang tinggi. Apalagi, bagi mereka yang berada di keluarga kurang harmonis. Lalu melakukan hal-hal yang bahkan belum diperbolehkan di umurnya.
Seperti Hellen, mengalihkan permasalahannya ke suasana yang membuat dirinya merasa aman.
Hellen mengambil kunci mobil di atas nakas setelah menerima pesan singkat dari salah satu kenalannya. Menarik asal jaket dan tas berwarna hitam. Langkahnya terhenti ketika sebuah suara menggema. "Mau ke mana?"
Hellen berdehem. "Ke... rumah teman."
Sesingkat itu. Tanpa pamit, Hellen menjalankan mobilnya kencang. Menekan klakson kuat-kuat ketika hendak keluar dari gerbang---perintah kepada satpam untuk membukakannya.
"Makasih, Pak!" Tangannya melambai ke arah satpam yang kini tersenyum ke arahnya.
Tangannya lihai memutar stir. Kakinya lincah menekan pedal kuat-kuat. Jalanan sepi di malam hari memang waktu dan tempat yang tepat untuk menguji kemampuan membalap mobil.
Hellen sampai di tempat tujuannya sebelas menit kemudian. Waktu yang singkat untuk jarak yang cukup jauh.
"Akhirnya datang juga. Apa kabar lo, Len?"
"Ya iyalah. Gue gak suka ingkar janji kali! Baik."
Hellen memeluk Alex erat. Rutinitas yang selalu mereka lakukan setiap bertemu di tempat penuh musik dan lampu gemerlap.
"Gue? Gue gak baik-baik aja, terlalu lama gak jumpa sama lo."
Hellen tertawa sinis. Malas menanggapi gombalan receh Alex. Berkata kepada bartender, "Yang kayak biasa, satu ya!"
Alex duduk di sebelahnya. "Gimana sekolah lo?"
Hellen mengangkat bahu. "Gitu-gitu aja pokoknya. Tugas, latihan, ujian. Apalagi kalo udah remedial, sampe keriting nih tangan!" Hellen menunjukkan kesepuluh jarinya.
"Itu sih karna lo bodoh! Siapa suruh ujian nilainya jeblok! Emang dapet berapa?"
"Dua!" Hellen bersorak bangga. Alex tersedak mendengarnya. "Anjir! Itu nilai atau anak kembar?"
¤¤¤¤¤ ¤¤¤¤¤
"Len, udah dong! Lo udah mencapai batas maksimum! Nanti kalo lo kenapa-kenapa gue bisa dibunuh sama Chelsea!"
Hellen meracau tidak jelas. "Sa-tu l-la-gi, B-bang!"
"Udah bang, jangan! Udah gelas ke lima. Dia masih SMA!"
Bartender tadi menyatukan kesepuluh jarinya, melontarkan kata maaf sambil menarik semua gelas milik Hellen. Alex meninggalkan dua lembar uang seratus ribuan di atas meja dan bergegas menggandeng Hellen ke kursi yang jauh dari minuman beralkohol.
Hellen menarik tasnya kasar. Menjauhkan diri dari Alex dengan langkah tertatih-tatih. "Hellen, mau kemana?"
"Pulang lah!"
"Gue antar ya?"
"Gue masih sadar, Alex. Dan gue gak amnesia sama rumah sendiri kok. Dah!"
¤¤¤¤¤ ¤¤¤¤¤
"Jadi semuanya 25 ribu, Mas."
Jo mengeluarkan dompet dari saku celananya. Mengambil selembar uang berwarna biru ke penjual nasi goreng.
Jo menerima uang kembalian. Ia membuka kunci mobilnya sambil menenteng dua bungkus nasi goreng. Namun, dengan penglihatan seadanya---tanpa bantuan kacamata---matanya tidak sengaja menangkap pemandangan tidak sedap.
Tidak jauh dari sana, ada seorang perempuan yang hampir kehilangan keseimbangan saat berjalan, juga terdapat dua orang lelaki berkalung rantai sedang menikmati pemandangan di hadapannya.
Jo mendekatinya pelan-pelan. Samar-samar penglihatannnya semakin jelas.
"Hellen?" gumam Jo ketika ia sudah berhadapan dengan ketiga manusia tersebut. Hellen terlonjak saat mendengar namanya dipanggil, namun lidahnya terlalu kelu untuk menjawab.
"Eh, siapa lo? Lo kenal sama cewek ini?" Salah seorang lelaki bertanya dengan tatapan mematikan---tidak suka dengan kedatangan Jo yang tiba-tiba.
Hellen sempoyongan. Kepalanya benar-benar terasa berat dan ia tidak ingin mendengar perdebatan apa pun. Ia hanya ingin tidur dan menutup matanya. Hellen butuh istirahat.
Jo berdehem. "Dia... pacar gue."
Jo menatap Hellen dengan senyuman manis. "Sayang, kamu ngapain di sini? Ayo pulang."
Hellen yang masih kehilangan kesadaran hanya bisa mengikuti perkataan Jo. Jo tersenyum penuh kemenangan. Kepada dua lelaki tadi Jo berkata, "Lain kali, jangan pernah ganggu cewek gue lagi!"
¤¤¤¤¤ ¤¤¤¤¤
Jo melirik Hellen sedang tertidur pulas di kursi penumpang. Hellen bergerak rusuh. Jo langsung mengalihkan pandangannya untuk fokus ke jalanan.
Matanya mengerjap beberapa kali. Hellen berusaha mengumpulkan kesadarannya dengan susah payah---efek alkohol yang terlalu banyak membuat badannya lemah.
"Eh... gue di mana? Lo siapa? Penculik ya?" Tiba-tiba Hellen bertingkah seperti anak kecil yang sedang diculik oleh bapak-bapak bertopeng hitam.
Jo tidak menanggapinya dan terus fokus ke jalanan.
"Lo mau bawa gue ke mana? Jangan cari masalah ya, gini-gini gue jago silat."
Hellen memajukan badannya ke depan dan memiringkan kepala ke kanan dan melihat siapa sosok yang ia anggap sebagai penculik. "ELO?!"
Jo refleks melepas stir dan menutup kedua telinga dengan tangan. "Berisik!"
"Kok, lo bisa di sini? Lo nguntit gue ya? Atau... lo mau minta maaf sama gue karna kemarin udah cari masalah?" Hellen melemparkan pertanyaan.
Jo diam.
"Gue ngomong sama lo! Jawab dong! Atau gue bukan sedang ngomong sama manusia ya? Iih." Hellen bergidik.
Jo masih diam.
Hellen berdecak. Mengalihkan pandangannya ke luar jendela. Berceloteh, "Jonathan!! Astaga. Pantesan aja ya, lo gak punya temen. Orang ngomong dicuekin. Pantas aja, cuma buku yang nyambung sama lo."
Jo membuka mulutnya.
"Diam atau gue turunin di depan kuburan."
KAMU SEDANG MEMBACA
That Devil Is My Angel #ODOC_TheWWG
Teen Fiction[T A M A T] Bagi dewan guru, siswa-siswi, satpam, bahkan cleanning service, Hellen bagaikan iblis. Selalu membuat onar, melawan guru, dan melakukan apa pun sesuka hati. Tapi bagi Jo, Hellen berbeda. Hellen adalah malaikat untuknya. ¤¤¤¤¤ ¤¤¤¤¤ Ceri...