Part 22

3.1K 160 7
                                    

Setiap manusia pasti punya dendam. Jangan pernah munafik soal itu. Tapi, pertanyaannya adalah, bagaimana caranya meredam dendam yang semakin dalam?

Kali ini, Hellen membalas dendamnya. Dengan cara... menyakiti lebih banyak orang lagi.

Masih dalam masa pembelajaran aktif, kegiatan belajar mengajar berjalan seperti biasanya. Menempatkan diri sesuai posisi masing-masing. Guru sebagai pengajar dan pendidik, siswa sebagai pelajar yang dididik.

Hellen membuang jauh-jauh pikirannya terhadap apa yang selama ini menjeratnya. Mencoba sekali saja, untuk tidak terbayang-bayang dengan keadaan yang membuat kesehatannya menurun. Walaupun, ia harus berusaha keras untuk melakukannya.

Ia merangkul Chelsea yang berada di sampingnya. Tidak peduli dengan tatapan jijik sahabatnya. Untuk hari ini saja, ia ingin memanjakan dirinya.

Beberapa orang ikut tersenyum dengan kembalinya suasana hati Hellen. Tapi, yang mereka dapat justru sebaliknya. Tiada angin tiada hujan, semua yang tidak diharapkan terjadi.

Hellen merebut kentang goreng milik seorang siswi yang kalau ia tidak salah berasal dari kelas Jo, yang pernah ia beri uang dua ratus ribu. Merampasnya dengan wajah tanpa dosa, sambil tergelak bersama Chelsea.

Sontak, beberapa pasang mata terkejut. Meneguk ludahnya susah payah. Mengucek mata beberapa kali, memastikan, bahwa apa yang mereka lihat memang benar adanya.

"APA?! Kenapa kalian liat gue kekgitu? Terkejut, iya?!"

Mereka menggeleng lemah. Menundukkan kepalanya dalam-dalam. Ternyata, iblis itu kembali memasuki raga Hellen.

"Pokoknya, mulai sekarang gak ada lagi Hellen yang baik! Gak ada Hellen yang pake belas kasihan!"

Bak disambar petir, informasi yang baru saja Hellen katakan seolah menggetarkan mereka. Menakut-nakuti, seperti hantu yang berkeliaran di malam hari. Tentu saja, ini menjadi masalah baru bagi SMA Galaksi.

Mereka berbisik satu sama lain. Mungkin, menanggapi keterkejutannya dengan teman-temannya. Tapi sayang, telinga Hellen terlalu tajam untuk tidak mendengarnya.

Chelsea menahan Hellen untuk tidak menghampiri gadis-gadis itu. Tampaknya, Hellen sudah berada di batas wajar.

"Apa sih, Chel?!" bentaknya.

"Lo gila! Baru jadi anak baik-baik, sekarang mau ngejahatin mereka lagi? Proses, Hell, proses!" jawabnya. Sama lantangnya dengan Hellen.

"Gue cuma kembali jadi diri sendiri. Bukannya itu yang lo mau?"

"Ya... bukan gitu ju---"

"Gue gak peduli! Gue cuma ngelakuin sesuai yang nyokap si Jo yang gila itu katakan! Biar dia puas!"

Hellen pergi meninggalkan Chelsea yang terpaku di tempat.

¤¤¤¤¤ ¤¤¤¤¤

"Ups, sorry!" ujar seorang siswi cantik berambut hitam legam.

Tali sepatunya terlepas. Dan dengan alasan itu, ia sengaja menumpahkan minuman sodanya ke kemeja putih Hellen.

Sudah bisa ditebak, siapa pelakunya. Juga, sudah bisa ditebak apa reaksi yang Hellen berikan. Hatinya sedang terombang-ambing, tidak stabil. Jadi, emosinya bisa tersulut kapan saja. Dan Natty berhasil memancing amarahnya.

"Gak sengaja atau gak sengaja?!" Hellen manjambak rambut Natty sampai ke belakang. Membuat si pemilik mendongakkan wajahnya ke atas, sambil meringis kesakitan.

Orang-orang berkumpul mengelilingi mereka. Menikmati pertunjukan gratis, tanpa ingin mendamaikan keduanya.

Yang membuat Hellen heran adalah, Natty tidak membalasnya sama sekali. Perempuan itu terus mengaduh, mengumpat, tapi tidak berniat menyentuh Hellen sedikit pun. Hellen mengerutkan keningnya saat melihat Natty justru tersenyum lebar.

Kerumunan itu memberi jalan kecil agar seseorang yang dianggap menjadi penyebabnya bisa mendekati mereka. Menyaksikan langsung perang dingin kedua gadis cantik idaman sekolah.

Matanya melotot tajam saat melihat sosok yang dianggap penjahat pada pertengkaran ini.

"Berhenti!" Teriakannya terdengar sampai ke seantero kantin. Beruntung tidak ada guru yang menyaksikan, sehingga mungkin, jika Jo sanggup, ia bisa menyelesaikannya sendiri.

Gerakan Hellen langsung terhenti. Tubuhnya membeku mendengar instruksi itu. Suara tegas Jo. Suara yang akhir-akhir ini membuatnya rindu. Suara yang sudah lama tidak berkata lembut kepadanya.

"Ngapain kamu Hellen?" tanya Jo dingin.

Sial, Hellen dijebak oleh perempuan tidak tahu diri di hadapannya. Pantas saja, ia tidak menerima perlawanan. Pantas saja, Natty menyerahkan hidupnya di tangan Hellen.

"Gue? Dia yang mulai duluan!" Hellen membela diri. Tapi ia tahu, jawabannya pasti tidak dipercaya.

"Ikut aku."

Jo mencengkeram tangan Hellen kuat-kuat. Menariknya menepi dari keramaian yang ada. Meninggalkan Natty yang tersenyum penuh kemenangan.

Hellen menepisnya saat mereka sudah berada di belakang kantin. Sepi. Keduanya membisu beberapa saat. Hanya kicauan burung yang terdengar, menghiasi keheningan.

"Ngapain kamu, Hellen?" ulangnya. Masih dengan nada dingin dan tidak bersahabat.

"Dia numpahin air ke baju gue dan gue gak terima!" Hellen mengadu layaknya seorang anak kecil yang kehilangan boneka kesayangannya.

"Tapi semuanya bisa diomongin baik-baik 'kan?" Nada bicara Jo melembut. Tidak seketus tadi. Mungkin, ia mencoba untuk tidak menyakiti perasaan Hellen.

"Kenapa sih lo belain dia? Pacar lo itu siapa? Dia atau gue?! Atau sekarang, kalian udah nikah, sampe gue gak dianggap, gitu?!"

Rahang Jo mengeras mendengarnya. Bukan ini yang ia harapkan dari mulut Hellen. Bukan perkataan kasar yang akan semakin membuatnya mengasari Hellen.

"Kamu kenapa jadi childish gini sih? Cemburu?! Bisa gak sih, kamu ngesampingkan ego yang gak jelas itu?"

Air mata Hellen terbendung di pelupuk. Tidak, bukan saatnya menangis. Ia tidak boleh terlihat lemah di depan Jo.

"Egois? Cemburu? Gitu reaksi lo sama orang yang gak mau kehilangan lo? Itu yang lo bilang ke pacar lo?

"Iya, gue egois! Karna gak pernah rela lo diambil orang lain. Dan... masalah cemburu... apa gue harus bilang kalo semuanya udah terlihat jelas?"

Hellen membalikkan badannya seraya kembali berkata, "Gue kecewa, Jo."

That Devil Is My Angel #ODOC_TheWWGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang