Bel istirahat memekakan telinga. Hampir semua warga sekolah bergegas keluar, menghentikan aktivitasnya masing-masing dan beranjak ke kantin untuk mengisi perut yang sudah meronta.
Hellen dan Chelsea menuju meja langganan mereka, meja nomor 13---angka kesukaan mereka---yang berada di tengah-tengah kantin. Tapi, sialnya, ada sekelompok siswi berdandan tebal mendudukinya. Hellen tidak peduli mereka siapa, yang ia ingat, komplotan perempuan alay ini berasal dari kelas 11 IPA.
Hellen menggulung lengan bajunya ke atas, diikuti dengan Chelsea. Mencoba terlihat sangar, ditambah dengan tatapan super tajam.
"Ups, dibereng-bereng kita gaes sama kaka Hellen. Aww atutt." Gadis berambut pirang berbicara kepada dua temannya sambil tertawa geli.
"Kaka Hellen mau apa? Mau kita beliin mie goreng? Sini deh," sambung si gadis berkepang dua. Sementara temannya yang satu tampak tidak acuh, memilih melanjutkan membedaki pipinya.
Hellen mengedipkan sebelah mata, isyarat kepada Chelsea untuk melakukan triknya.
¤¤¤¤¤ ¤¤¤¤¤
Derai tawa menghiasi meja yang ditempati dua perempuan sadis itu, memecah suasana kantin, membuatnya semakin ramai. Kalau kata guru-guru, tampak seperti pasar, berisik.
Hellen puas mem-bully siswa kelas 12 IPA 1 yang tadi dengan songong ingin menantang dirinya. Mungkin mereka lupa, di sekolah ini, nyaris tidak ada yang bisa mengalahkannya kecuali Bu Emi si guru ekonomi yang galak. Hanya ia yang mampu memegang kendali atas si penguasa sekolah.
Tadi, tiga siswi mentel itu ia siram dengan jus telur andalannya; berisi telur, air selokan, juga sesendok pasir yang dicuri dari proyek bangunan ruko di depan sekolah. Jangankan mereka yang disiram, Chelsea saja yang meraciknya harus menjepit hidung terlebih dahulu.
"Gue puas banget! Hahahaha. Mukanya kayak ondel-ondel. Aduh, make up dibeli mahal-mahal tapi kebuang! Mampus!" Hellen memegangi perutnya yang geli---benar-benar puas dengan kejadian hari ini.
Chelsea mengangguk kuat. "Tau gak sih lo, baru kali ini gue gak ngerasa berdosa ngerjain anak orang! Anjir anjir! Parah!"
Orang-orang yang berlalu lalang melewati mereka hanya bisa berpura-pura tidak mendengar, mencoba mengabaikan teriakan yang memekakan telinga, daripada harus menjadi korban selanjutnya.
Hellen sadis, semua orang tahu itu. Tapi anehnya, tidak ada yang memprotes. Seolah-olah, ia selalu diberi kesempatan untuk memelonco teman-teman sebayanya, hanya untuk membuatnya tertawa puas. Mungkin, ini cara Tuhan memberinya kebahagiaan, dengan cara yang tidak sesiapa inginkan.
"Terus-terus, tadi lo mau cerita tentang si Jo? Apaan?" Chelsea menarik napas perlahan untuk meredakan tawanya.
"Ooh. Kemaren tuh, gue lagi nongkrong di rooftop, eeh gak lama dia dateng. Kayaknya, dia mulai tertarik deh sama gue." Hellen memberi cengiran khasnya.
Chelsea melempar pipet---entah milik siapa---ke Hellen, membuat Hellen kecipratan beberapa tetes sisa es jeruk. "Pede banget njirr. Cowok kayak Jo? Helawww! Dia mana selera sama... hmmm, bitch kayak lo."
Chelsea memerhatikan tampilan Hellen dari ujung kepala sampai ujung kaki. Menggeleng. "Jauh banget dari manusia kebanyakan."
Hellen balas melempar pipet ke Chelsea, tidak setuju dengan perkataan temannya. "Penghinaan lo bener-bener deh ya. Pertama, lo ngatain gue bitch. Kedua, lo ngatain gue gak normal? Anjir, kita sama kampret!"
Hellen berdecak. "Lagian nih ya, gue tuh bukan gak normal, tapi limited edition. Kayak yang orang bilang tuh... berani beda itu baik. Harusnya, lo sebagai generasi bangsa bisa mencontoh gue! Beda itu istimewa loh!" katanya membela diri.
Chelsea mengalah. "Iyain deh."
"Lo mau gue lanjutin gak nih ceritanya?"
Chelsea memandang heran. "Seingat gue lo gak perlu izin buat itu."
Hellen terkekeh. "Nih ya, kemaren muka dia lesuh parah gitu. Tapi anehnya, pas gue tawarin rokok, ditolak mentah-mentah. Aneh kan ya?"
Chelsea melongo. "Heh pintar, gak semua anak SMA otaknya ketinggalan di kantong! Cowok baik-baik kayak Jo mana mau ngabisin duit buat rokok."
"Ooh gitu. Tapi, sesempurna apa hidup dia sampe gak tertarik sama rokok?"
"Mungkin." Chelsea menjawab singkat.
"Dia cowok yang unik," ucap Hellen, membuat Chelsea sedikit tercengang. Kalimat yang barusan Hellen ucapkan, entah pujian atau hinaan, Chelsea bingung."Gue rasa... gue mulai tertarik."
"Maksud lo?"
Hellen mengangkat bahu. Seringaian licik terlukis di bibirnya.
¤¤¤¤¤ ¤¤¤¤¤
Kelas sedang kosong, guru-guru sedang melaksanakan rapat penting, sehingga siswa-siswi SMA Galaksi bebas berkeliaran. Beberapa memilih menetap di kelas sambil bercerita, beberapa memenuhi kantin, dan satu-dua menuju perpustakaan.
Hellen mengabaikan ajakan Chelsea untuk pergi ke tongkrongan rahasia, di pojok belakang kantin. Kakinya lebih memilih untuk pergi ke tempat asing yang tidak ia sukai sama sekali.
Hellen tersenyum riang saat orang yang ingin ditemuinya sedang fokus membaca buku tebal---entah apa judulnya, ia tidak peduli.
"Tidur lo nyenyak tadi malem?" tanya Hellen. Mengambil duduk tepat di hadapannya.
"Jo, lo kebiasaan deh kalo orang ngomong pasti gak jawab. Kenapa? Kuping lo mampet ya? Sini deh gue beliin cutton bath kalo lo gak mampu," ledeknya---berusaha menarik perhatian Jo.
Tapi, usahanya nihil. Tidak berhasil sama sekali. Jo justru menyumpel kedua telinganya dengan headset.
Hellen melepasnya dengan paksa. Memasang tampang sama mengesalkan seperti Jo. Jo menaikkan kedua alisnya.
"Dari tadi gue di sini, ngajak ngomong. Lo punya mulut gak sih?"
Jo menghela napas. "Apa?"
"Nah gitu dong. Kalo gini 'kan, gue gak berasa ngomong sama patung, ada yang jawab. Gak berasa ngomong sama setan ju--"
"Lo mau ngapain?" potong Jo.
Hellen menyeringai. Meletakkan sebuah buku tulis bermotif kotak-kotak di atas meja.
"Buku lo. Ketemu di bawah kolong tempat tidur, gak banget 'kan? Gara-gara itu jadi nambah tugas kita hahaha."
"Udah?"
Hellen menatapnya heran. "Heh? Udah apa?"
"Udah ngomongnya?"
Hellen mengangguk. Sesaat terlihat seperti robot kaku.
"Keluar."
Hellen masih bergeming. Sulit mencerna satu kata dari Jo.
"Keluar. Lo berisik."
Demi apa pun, Hellen ingin mencekik Jo sekarang juga.
KAMU SEDANG MEMBACA
That Devil Is My Angel #ODOC_TheWWG
Teen Fiction[T A M A T] Bagi dewan guru, siswa-siswi, satpam, bahkan cleanning service, Hellen bagaikan iblis. Selalu membuat onar, melawan guru, dan melakukan apa pun sesuka hati. Tapi bagi Jo, Hellen berbeda. Hellen adalah malaikat untuknya. ¤¤¤¤¤ ¤¤¤¤¤ Ceri...