Perempuan cantik berbadan langsing berdiri gelisah. Berjalan mondar-mandir, membuat siapa pun terheran melihatnya. Rambutnya ia acak-acak, terlalu resah dengan situasi seperti ini.
Chelsea, gadis itu menjadi perhatian banyak orang saat ini. Menjadi tontonan bagi para penyebar gosip, yang nantinya akan disebarluaskan ke satu sekolah.
Tangannya sibuk memainkan ponsel. Sudah lima panggilan ia tujukan ke nomor Hellen. Namun, hasilnya nihil. Tidak satu pun teleponnya diangkat. Ia malah mendengarkan suara operator secara berulang-ulang. Sms, tidak dibalas. Chatting, bahkan tidak dibaca sama sekali.
Chelsea tidak pernah sekhawatir ini bila Hellen tidak hadir ke sekolah. Kadang, ia bahkan menyuruh sahabatnya untuk keluar saja dari sekolah, supaya tidak membuat onar lagi.
Tapi sekarang, keadaannya beda. Hellen sedang tidak dalam kondisi baik, jadi, kemungkinan terburuk pun bisa terjadi. Katakan Chelsea terlalu lebay, tak apa, ia hanya melakukan apa yang seharusnya seorang sahabat lakukan.
"Bitch! Lo kemana sih Hell?!" umpatnya kesal. Beberapa orang melirik ke arahnya. Berniat menolong, namun urung setelah Chelsea menggelengkan kepalanya.
Chelsea mencoba menelepon beberapa teman nongkrongnya. Barang kali, Hellen sedang berada di sana, berbincang satu sama lain, seraya menikmati segelas alkohol.
"Hallo! Lex, lo di mana?"
"Tempat biasa, nape?"
"Hellen! Hellen gak ada kabar. Gue telpon ke telepon rumahnya juga kata pembokat dia udah berangkat dari pagi. Lo ada liat gak?"
Di seberang, Alex tampak terkejut. Sepertinya, baru kali ini ia mendengar Hellen kabur dari rumah. Karena sebelumnya, seberat apa pun masalahnya, Hellen akan mencoba memperbaiki sendiri, bukan lari dari masalah.
"APA?! Oke gue gerak!"
Saat Chelsea memutuskan hubungan secara sepihak, saat tangannya hendak memasukkan ponsel ke saku celana, seseorang bersuara.
"Hellen. Di mana?"
¤¤¤¤¤ ¤¤¤¤¤
Pukul 12 siang di Jakarta. Jalanan raya dipenuhi kemacetan, saling berdesakan, berusaha menyalip agar bisa lebih dulu sampai. Asap kendaraan dihirup oleh para pejalan kaki yang malang. Para pedagang kaki lima juga berjualan di pinggir jalan, tanpa peduli dengan debu yang akan masuk ke makanannya.
Berkali-kali Jo menekan klekson mobilnya kuat-kuat. Menimbulkan suara nyaring yang memekakan telinga. Bahkan, tidak sedikit yang melotot tajam sambil mencaci maki.
Apa mereka tidak tahu, ia sedang buru-buru? Begitu yang Jo pikirkan dari tadi. Emosinya sudah menumpuk di ubun-ubun.
"Plis deh Jo, lo udah kayak orang kesetanan," ucap Chelsea ketika lampu merah kembali menyala. Memperlambat pergerakan mereka.
Iya, keduanya sedang berada di mobil untuk mencari sosok Hellen yang seolah hilang dari peradaban. Sebelumnya, Chelsea menolak keras-keras permintaan Jo untuk menemaninya mencari Hellen. "Lo udah nyakitin temen gue, dan baru kehilangan setelah dia pergi?" Begitu katanya. Namun, tentu saja, Jo bisa mengatasinya dengan mudah. Tidak perlu dibeberkan di sini, karena akan terlalu panjang.
Untuk keluar dari pelataran sekolah, awalnya Chelsea mengusulkan untuk cabut diam-diam. Namun, karena kepatuhan Jo terhadap peraturan sekolah, keduanya masuk ke kantor bidang kesiswaan, memaksa guru BK untuk memberikan izin dengan dalih mendaftarkan diri mengikuti olimpiade.
Beruntung, karena kesungguhan Jo, kepandaiannya bersandiwara, permintaannya dikabulkan. Jo selalu mempunyai rayuan yang manjur. "Acting lo oke juga," puji Chelsea ketika mereka berjalan menuju parkiran yang hanya dibalas Jo dengan senyuman.
Jo menginjak gas dalam-dalam, mengatur kecepatan tinggi. Membelokkan mobilnya ke jalan pintas yang sepi kendaraan.
"Jo jangan gila! Jantung gue mau copot nih," keluhnya saat kecepatan semakin bertambah. Chelsea merasa sedang naik roller-coaster yang nyangkut di bagian tertinggi, penuh tantangan.
¤¤¤¤¤ ¤¤¤¤¤
Sepulang mencari Hellen tanpa hasil, Jo mengingat janjinya dengan Natty di sebuah kafe sederhana di Jakarta. Dengan badan bermandikan keringat, ia memasuki kafe dengan muka lusuh, membuat pengunjung lain menatapnya prihatin.
"Astaga Calvien, kamu kenapa?"
Natty menuntun Jo duduk di seberang kursinya. Mengelap keringat Jo dengan sapu tangan miliknya. Tak apa sapu tangannya kotor, asal itu untuk Jo.
Untuk pertama kali setelah sekian lama, Jo menunjukkan kelemahannya, di depan seseorang yang pernah sangat berarti baginya. Matanya memerah, tatapannya redup. Pertanda, sosok yang selama ini kuat telah rapuh.
Jo teringat dengan percakapannya dengan Hellen, saat pacarnya bertanya, "Apa selama ini lo juga nangis?" yang saat itu hanya Jo jawab dengan senyuman. Kali ini, biarkan pertanyaannya terjawab, meski Hellen tidak bisa menyaksikannya.
Perlahan, air matanya luruh. Dadanya naik-turun. Ia menangis. Jonathan Calvien Winata menangis tersedu-sedu.
"K-kamu na-ng-ngis?" tanya Natty terbata. Matanya ikut berkaca-kaca melihat pujaan hatinya menangis.
"Hellen...."
Natty memeluk tubuh Jo. Ikut menangis, sambil mengusap punggung Jo lembut. Sekarang, ia mengerti seberapa besar cinta Jo kepada musuhnya. Seberapa berharga Hellen di mata Jo. Dan mengerti, bahwa hati Jo memang bukan miliknya lagi.
"Tumpahin semuanya ke aku, Jo. Biar aku ikut ngerasain apa yang kamu rasain. Kalau aku gak bisa jadi alasan kamu tertawa, setidaknya, biarkan aku memelukmu erat saat kamu butuh tempat mengaduh. Biarkan bahuku, jadi tempatmu bersandar. Aku... gak bisa... lihat kamu sedih."
Ucapan Natty justru membuat Jo melepaskan pelukannya. Terharu, dengan kata-katanya yang menyentuh. "Maafin gue, Nat. Kita---"
Natty membungkam mulut Jo dengan telapak tangannya. Menghapus air matanya kasar. Kemudian, seraya memegangi bahu Jo ia berkata, "Aku udah tau gimana perasaan kamu sekarang. Aku gak perlu nebak-nebak lagi. Aku juga sadar kalau kehadiranku justru memperburuk keadaan kamu. Jadi, kalo emang kamu cinta sama dia, kejar dia, Jo.
"Karena, cinta bukan untuk ditunggu, tapi diperjuangkan."
Kali ini, Jo menarik tubuh Natty ke dekapannya. Mungkin, ini adalah pelukan terakhir mereka. Tak apa, Natty rela.
KAMU SEDANG MEMBACA
That Devil Is My Angel #ODOC_TheWWG
Roman pour Adolescents[T A M A T] Bagi dewan guru, siswa-siswi, satpam, bahkan cleanning service, Hellen bagaikan iblis. Selalu membuat onar, melawan guru, dan melakukan apa pun sesuka hati. Tapi bagi Jo, Hellen berbeda. Hellen adalah malaikat untuknya. ¤¤¤¤¤ ¤¤¤¤¤ Ceri...