Part 13

3.9K 218 22
                                    

Kadang, lelaki memperlakukan perempuan seperti sedang bermain bola. Setelah berhasil merebutnya, maka bola itu akan dilempar.

Lapangan basket dipenuhi siswa-siswi kelas 12 IPS 1. Guru olahraga sedang tidak hadir karena harus mengikuti pelatihan di pusat. Mereka dibiarkan menikmati pelajaran sesuka hati. Para siswa memutuskan untuk membuat pertandingan basket, sisanya hanya sebagai penonton.

Bola ditangkap dan dilempar. Digiring ke sana-ke mari. Para siswi memekik histeris, meneriakkan nama jagoannya masing-masing. Seolah berada di pertandingan yang sesungguhnya. Sebagian yang lain juga bertigkah sebagai cheerleaders, membuat tarian asal untuk mendukung kedua tim.

Ada satu orang yang menarik perhatian di tengah kerumunan. Tidak tampak mencolok. Tapi, lelaki berkacamata itu malah terus berkutat dengan buku pelajarannya. Mencoret sesuatu di buku tulis. Telinganya disumpel dengan headset. Seolah-olah, pertandingan basket tidak lebih menarik dari ciri-ciri iklim tropis, materi yang sedang ia baca.

Perempuan yang sedari tadi duduk memerhatikannya dari pojok kantin menyeringai senang. Bolos pelajaran memang selalu menguntungkan baginya. Ia menghampiri lelaki itu.

Misi pertama : Menghipnotis dengan kata-kata.

"Hei! Kenapa diam aja? Lo gak ikutan main? Main basket bikin sehat loh, Jo!"

Semua orang juga tahu, olahraga memberi dampak positif bagi setiap pelakunya. Membuat tubuh semakin bugar, mencegah dari penyakit. Anak tk sekalipun, tahu itu. Tetapi Hellen hanya tidak tahu lagi harus membahas apa.

"Mau apa?" Jo bersuara. Melepas headset untuk mendengar celotehan Hellen, namun tidak mengalihkan pandangannya dari buku barang sedetik.

"Aish! Jangan sinis gitu dong, Mas. Kalo lo olahraga, pasti cewek-cewek pada deketin lo. Lo gak akan kelihatan cupu lagi deh!"

Cupu? Hellen meralat perkataannya dalam hati. Jo tidak cupu, sama sekali tidak. Kacamata yang lengket di hidungnya justru membuat Jo tampak semakin berwibawa. Jo juga tampan, memiliki tubuh yang atletis untuk seseorang yang tidak bergelut di bidang olahraga.

"Gue gak butuh cewek."

Hellen tertawa sumbang. "Jo, di dunia ini, cowok cuma butuh tiga. Harta, tahta dan wanita. Kalo lo kehilangan yang ketiga, lo  bahkan bisa kehilangan semuanya. Girls are everything, honey." Ia merapatkan badannya dengan badan Jo. Menutup paksa buku Jo namun dicegah lelaki itu.

"Lo gak tahu apa-apa soal gue." Jo membuka lagi bukunya. Membalik halaman selanjutnya.

Hellen menarik tangan Jo. Mengelusnya. Menyatukan kelima jari mereka.

"Makanya, kasih gue masuk ke hidup lo. Biar gue tau semua tentang lo."

¤¤¤¤¤ ¤¤¤¤¤

Misi kedua : Membuat doi takjub dengan kegigihanmu.

Bel sekolah berdenting. Siswa-siswi berhambur keluar. Bertabrakan untuk menuju parkiran. Berlomba-lomba menjadi orang pertama yang sampai di rumah.

Hellen menyandarkan tubuhnya di balik sebuah tembok bercat biru langit. Bersedekap dada. Matanya melirik jarum panjang yang berada di angka dua. Pukul 14.10, tapi orang yang ditunggu belum keluar juga.

Hellen bernapas lega setelah semenit kemudian orang yang ia tunggu sudah sampai di ambang pintu. Ia tidak harus masuk ke dalam dan menerima tatapan penasaran sekaligus ketakutan. "Hai!"

Kedatangan Hellen yang tiba-tiba membuat Jo terlonjak.

Tangan Hellen menarik tangan Jo. Memaksanya untuk berpegangan. Jo mencoba melepasnya, tapi Hellen justru sudah mengapitnya dengan lengan.

"Jonathan, abis ini lo ke mana?"

"Kenapa?"

"Gue mau ngajak lo jalan, nikmati pemandangan kota. Lo pasti jarang banget 'kan?"

Tebakan Hellen benar. Jo hampir tidak pernah keluar rumah selain ke sekolah dan toko buku. Atau kalau gas habis, ia harus membeli makanan cepat saji.

"Gue les."

"Hah? Ini malam Minggu, kalau lo lupa. Gue juga udah survey sama temen-temen lo, kapan lo les. Jadi, mau 'kan?"

Jangan tanyakan Hellen mendapat informasi dari mana. Ia punya koneksi di mana-mana. Tidak ada yang bisa menolak pertanyaannya.

Jo berdehem.

"Diam tandanya iya!" pekik Hellen girang. Semakin mengeratkan genggamannya. Semakin merapatkan tubuhnya. Semakin bahagia setelah sadar, Jo tidak melakukan perlawanan apa pun.

"Kita naik mobil gue atau motor lo? Udah lama gue gak dibonceng. Kayaknya---"

"Mobil lo."

Hellen mendengus. "Belum juga orang siap ngomong."

"Gak mau?"

Hellen melempar kunci mobilnya pada Jo dan meninggalkan Jo di belakang.

¤¤¤¤¤ ¤¤¤¤¤

"Udah malam," kata Jo mengingatkan. Waktu sudah menunjukkan pukul delapan malam. Itu artinya, sudah enam jam mereka menghabiskan waktu bersama.

Hari ini Hellen benar-benar merasa telah memiliki Jo. Mengajak Jo berkeliling kota, ke tempat-tempat bersejarah. Menikmati sunset di pantai sambil minum es kelapa muda. Dan terakhir, Hellen membawa Jo makan salah satu warung di pinggir jalan. Warung yang hanya beratapkan langit biru.

"Terus kenapa?"

Hellen mencuci tangannya dengan perasan jeruk nipis. Menegak sisa air putihnya. Mengelap mulut dengan tisu.

"Kita pulang."

"Pulang? Masih jam segini. Kita mau malam Mingguan, bukan sore Mingguan, Jonathan. Bencong aja belum keluar," protes Hellen.

"Yaudah gue tinggal."

"Oke oke. Tapi lo harus antarin gue sampe kamar."

"Cewek gila."

Hellen tertawa mendengarnya. Menggandeng tangan Jo melewati kerumunan pengunjung yang tengah mengantri.

Gue bisa makin gila, karena lo.

¤¤¤¤¤ ¤¤¤¤¤

Sesuai janjinya---janji yang Hellen buat tanpa kesepakatan Jo. Jo harus membawa Hellen sampai ke kamarnya. Beruntung Hellen memiliki berat yang ideal, tidak menyulitkan Jo saat menggendongnya.

Hellen pura-pura terlelap dalam tidur. Menutup matanya sambil sesekali mengintip. Melihat wajah Jo dalam jarak begitu dekat.

Jo meletakkannya dengan hati-hati. Melepas sepatu kets milik Hellen. Menyelimuti gadis itu sampai sebatas dada.

Jo mengusap kepala Hellen lembut. Diam-diam, Hellen ikut mengikutinya.

Rasanya, melihat wajah tenang Hellen membuatnya sadar, bahwa Hellen adalah perempuan biasa. Melihat tingkah aneh Hellen dalam mencari perhatiannya juga mengingatkan Jo pada Jessica; bahwa setiap perempuan membutuhkan perhatian yang lebih.

Jo mendekatkan mulutnya ke telinga Hellen.

"Selamat tidur, pengganggu ketenangan."

That Devil Is My Angel #ODOC_TheWWGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang