Part 2

7.7K 356 42
                                    

Kita semua tahu, paham betul, Tuhan menciptakan makhluk-Nya dengan ciri khas yang berbeda-beda. Sifat yang berbeda, ada yang ramah, ada yang angkuh. Bentuk tubuh yang berbeda, ada yang besar, ada yang kecil. Warna rambut yang berbeda, ada yang hitam, ada yang cokelat.

Setiap orang juga memiliki cara pandang yang berbeda. Bagaimana membuat hatinya bahagia, bagaimana menyembuhkan hatinya, bagaimana bangkit dari zona terpuruknya.

Begitu pula yang terjadi pada Hellen. Ia... memiliki cara yang berbeda untuk menarik perhatian orang-orang di sekelilingnya.

Tak lama setelah pertengkaran dan waktu istirahat berakhir, salah seorang guru datang dan berceramah. "Hei! Ngapain kalian di sini? Masuk!" katanya sambil berkacak pinggang. Bu Emi namanya, terkenal dengan kedisiplinan dan suara yang nyaring menyerupai toa.

Lalu, satu per satu manusia yang tadinya membentuk lingkaran perlahan menghilang. Masuk ke kelas masing-masing dengan rasa penasaran yang masih membuncah---sebab Hellen sudah ditarik lebih awal oleh Chelsea untuk kembali ke kelas.

Hellen menyentakkan tangannya dari pegangan Chelsea ketika mereka baru menginjakkan kaki di ambang pintu kelas 11 IPS 2. Hellen dengan raut kesal memilih meninggalkan Chelsea dan mendaratkan bokongnya di tempat duduk.

Chelsea menggelengkan kepala. "Lain kali jangan bertindak bodoh, Hel! Pokoknya, lo gak boleh misah lagi dari gue."

Hellen memutar bola mata. Sinis berkata, "Yee, yang misahin diri siapa juga!"

Chelsea tertawa kecil. Tangannya mengeluarkan buku catatan sejarah dan sebuah pulpen. "Iya juga, sorry deh. Emang kita bisa kepisah karna apa ya?"

Hellen menutup mulutnya spontan. Chelsea menghentikan aktivitasnya. Keduanya bertatapan sepersekian detik. Bersamaan memekik, "ROKOKNYA!"

Setiap pasang mata di kelas menatap mereka horor.

¤¤¤¤¤ ¤¤¤¤¤

Pak Ijek---penjaga perpustakaan mengerutkan keningnya setelah mendengarkan penjelasan singkat dari mulut Jo. Tertawa sedetik setelahnya.

"Yang lain udah seribu kali ngerusakin buku di sini. Dan kau, baru satu kali saja sudah ciut. Lembek kali!" ucapnya dengan logat Medan yang kental.

"Yaudah, gak apa-apa. Yang penting, lain kali hati-hati sama cewek bringas kek dia. Namanya aja udah serem, gak usah diladenin!" Pak Ijek memukul-mukul bahu Jo.

"Saya akan mencari penggantinya sebisa mungkin, Pak."

Pak Ijek tertawa. "Diganti? Ko pikir ini jaman kapan, hah? Udah, bukunya udah usang, emang patut dibuang."

Jo tersenyum canggung. Sudah terbiasa dengan cara bicara Pak Ijek namun tetap terasa asing di telinganya.

"Sana, masuk kelas. Belajar bagus-bagus ya!"

Jo mengangguk lagi dan membalikkan badannya untuk keluar dari perpustakaan.

Saat berjalan, matanya seperti menangkap pemandangan yang aneh. Puluhan siswa berseragam putih abu-abu itu terlihat seperti sedang menjalankan hukuman. Matanya juga jelas menangkap siluet sosok yang mengenakan kemeja menjiplak jelas bagian tubuh. Dan orang itu... Jo baru saja bertemu dengannya.

"Cewek berandalan, masa depan mau jadi apa?"

¤¤¤¤¤ ¤¤¤¤¤

Sama seperti sifat manusia, setiap sekolah juga menerapkan aturan khusus yang berbeda dan menjadi keunikan tersendiri.

SMA Galaksi salah satunya. Sekolah yang berdiri di awal abad ke-20 tersebut menerapkan aturan khusus saat melakukan aksi hukum-menghukum siswa yang kedapatan melanggar aturan.

Apabila terdapat salah seorang siswa melanggar aturan, maka hukuman yang diberikan akan dijalankan oleh satu kelas. Sekolah ini menerapkan sistem satu untuk semua, semua untuk satu. Susah-senang sama-sama. Karena menurut pendiri SMA Galaksi, kebersamaan lebih penting dari apa pun.

Sia-sia saja siswa-siswi kelas 11 IPS 2 memasang dasi, menggunakan tali sepatu berwarna hitam dan yang laki-laki memangkas rambutnya rapih. Semua sia-sia, sebab Hellen kepergok menyimpan tiga kotak rokok di dalam tas dan lupa ia tinggalkan di mobil.

"Ah, gue capek dihukum gara-gara satu orang terus," keluh salah seorang siswi yang masih mendongakkan kepalanya sambil memberi hormat kepada tiang bendera.

"Sama. Aku juga. Rasanya, cuma karena dia, hidup kita jadi dipenuhi sama hukuman terus. Buat apa sih dia tetap di sini kalo bisanya cuma nyusahin orang lain?"

Hellen mendengarnya. Telinganya jelas menyaring semua protesan tersebut. Ia segera menurunkan tangannya dari kening.

Hellen menatap nyalang ke 38 temannya yang tadi sibuk berbisik-bisik karena keberatan dihukum. Hanya Chelsea dan dirinya yang tampak menikmati hukuman---sama seperti biasanya.

"Kenapa? Kalian gak suka, dihukum gara-gara gue? Gak suka, hanya karna kebodohan gue, kalian disuruh panas-panasan dua jam pelajaran?

"Konon, apa kabarnya gue sama Chelsea yang dihukum sampe jam 12 nanti? Apa ini yang lo semua namakan pertemanan? Bangsat, binatang aja lebih setia daripada ini.

"Kalo emang kalian gak suka, kalian gak setuju, pergi sana ke kantor kepala sekolah. Bikin demo besar-besaran pake spanduk muka gue yang udah dicoret-coret. Ayo, buat sekarang juga!"

Seketika lapangan upacara menjadi sepi. Mereka menundukkan kepalanya sejenak karena takut menatap mata Hellen. Kemudian kembali mendongakkan kepala dan menjalani hukuman.

Hellen melirik ketua kelas yang ikut pasrah. "Lo juga ketua kelas, buat apa jadi pemimpin kalo gak bisa menjamin hak anggotanya? Ayo dong, aduin ke kepala sekolah buat hapus hukuman ini dan biarin gue panas panasan di sini.

"Atau kalo mau, sekalian aja bilang, keluarin gue dari sekolah ini. Gampang kan? Hidup kalian bakalan aman, tentram dan dijauhi sama yang namanya hukuman."

Chelsea memberi Hellen isyarat lewat tatapan mata. Hellen menghela napas. "Gue capek marah-marah siang bolong gini. Pokoknya, urusan kita belum selesai."

That Devil Is My Angel #ODOC_TheWWGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang