Self harm cutting atau self injury adalah cara menyakiti diri sendiri. Kegiatan ini sering dilakukan oleh orang-orang yang tertimpa masalah besar, atau bisa jadi depresi berat, sampai hatinya tidak kuat lagi menahan sakit dan mengalihkannya dengan menyakiti salah satu bagian tubuh, seperti lengan, paha dan pergelangan tangan. Biasanya, mereka akan membalutnya dengan pakaian tertutup, seolah tidak pernah terjadi apa-apa.
Ada tiga kabar yang berkaitan dengan Hellen mengenai hal ini.
Kabar baiknya, seorang Hellen Geovani Fahrenheit tidak pernah melakukannya. Ia tidak akan mau mengorbankan kulit mulusnya disayat menggunakan pisau, butuh waktu lama untuk menghapus bekas goresannya. Dan itu akan menghalanginya mengenakan baju seksi untuk menarik perhatian orang-orang. Tidak, Hellen tidak sudi.
Kabar buruknya ada dua. Pertama, dengan begitu, ia justru menyakiti orang-orang sekitarnya, yang bahkan tidak ada sangkut pautnya sedikit pun.
Kedua, untuk mengalihkan sakit hatinya, ia malah merusak organ dalam tubuhnya. Menghisap berbatang-batang puntung rokok dengan menghirup asapnya dalam-dalam. Atau seperti sekarang, mengonsumsi minuman-minuman terlarang yang dapat menyebabkan banyak kerugian.
Pikirannya melayang-layang. Ia hanya bisa meracau, membuat Chelsea, Alex dan beberapa temannya kebingungan. Beberapa kali, mulutnya meneriakkan nama Jonathan, namun tentu saja yang dipanggil tidak menyahut.
Chelsea berdecak---marah sekaligus kecewa dengan perubahan sikap Hellen. Hellen yang sebelumnya ceria, menjadi Hellen yang cengeng. Hellen yang kejam menjadi Hellen yang lemah. Dan Chelsea membenci itu.
"Udah! Berhenti! Lo bisa diperkosa kalo pulang gak sadar nanti." Chelsea merampas gelas yang hendak diambil Hellen.
"Sa... tu... la... gi... Chel," ucapnya lirih. Chelsea mendengus. Bahkan, untuk berbicara pun ia sudah terbata-bata.
Alex membantu Chelsea membopong Hellen ke luar diskotik. Berkali-kali perempuan itu memberontak, namun efek alkohol membuatnya tidak bisa banyak bergerak.
"Siapa yang anter Hellen?" tanya Alex kepada Chelsea.
Sebelum Chelsea sempat membalasnya, sebuah suara menginterupsi.
"Gue."
¤¤¤¤¤ ¤¤¤¤¤
Lelaki bermata elang yang saat ini sedang menyetir melirik sosok perempuan tertidur di jok belakang mobilnya. Mendengkur pelan, mengisi keheningan yang tercipta.
Butuh perjuangan bagi Jo membujuk Chelsea untuk menyerahkan Hellen kepadanya. Berbagai alasan ia berikan, namun tidak mengubah keputusan Chelsea.
Sampai akhirnya Jo rela bersimpuh di bawah kakinya, mengorbankan harga dirinya di khalayak ramai hanya untuk mengantar Hellen pulang. Membuat beberapa mata tertuju kepadanya. Barulah Chelsea merasa iba. Menarik Jo untuk bangkit. Melepaskan Hellen dengan ragu-ragu. Mungkin, hanya untuk kali ini saja.
"Hellen, kita udah sampai," tuturnya halus ketika mobilnya berhenti di pelataran rumah Hellen.
Jo merasakan pergerakan dari jok belakang. Saat mengalihkan pandangannya, ia melihat Hellen sudah sadarkan diri. Mengambil posisi duduk dengan tergesa-gesa, sampai kepalanya terasa pusing kembali. Meringis pelan saat merasa kepalanya berdenyut.
"Pelan-pelan, kamu abis mabuk."
Hellen berhenti mengaduh. Melotot seperti biasa, dan mengacakkan pinggangnya seperti Bu Emi. Bersiap-siap untuk melontarkan kemarahannya.
"Siapa peduli?"
Tenggorokannya terasa sakit, meski hanya mengucapkan dua kata. Ia juga merasa suaranya serak dan tidak enak didengar.
"Jangan marah-marah dulu. Udah malem, ayo aku anter masuk." Jo membuka pintu mobilnya dan berjalan ke belakang. Membukakan pintu untuk Hellen seraya membungkuk---layaknya melayani seorang putri. Mungkin, terasa romantis jika tidak dengan keadaan seperti ini.
"Jangan sentuh gue! Gue bukan perempuan yang boleh disentuh sama orang yang suka selingkuh!" Hellen menarik tangannya ketika Jo berusaha menggapainya.
Hellen mundur selangkah. Membuat Jo justru masuk kembali ke dalam mobil. Menghela napas kasar. "Kamu kenapa marah-marah terus sih?"
Sontak, mulut Hellen menganga lebar. Apa ia harus menjelaskan lagi, apa penyebab kemarahannya? Apa ia harus menerangkan, mengapa ia tidak ingin disentuh Jo?
Jo memegang bahu Hellen. "Hellen, aku bukan cowok yang kayak di film-film, yang bisa peka cuma karena satu kode dari kamu. Kalo aku salah, kamu bilang, jangan marah-marah gak jelas gini, cuma memperburuk keadaan."
Keduanya bertatapan beberapa detik. Mungkin, menyalurkan rindu yang tak terucap. Jo dengan tatapan teduhnya, Hellen dengan tatapan nanarnya.
"Lo tahu itu, Jo. Lo tahu jelas. Lo merasa seolah-olah hati gue tertutup. Padahal, lo yang gak pernah datang buat buka hati gue.
"Gue mau kita mengakhirinya. Putusin gue, Jo."
Hellen menundukkan kepalanya. Air matanya luruh. Deras, membanjiri pipinya. Ia terisak kencang. Runtuh sudah pertahanan yang selama ini ia bangun.
Melihat Hellen menangis sejadi-jadinya, Jo merasa tertampar. Kenyataan bahwa ia tidak bisa menjaga perasaan orang yang ia cinta, membuat Jo merasa menjadi orang paling jahat sedunia.
Kesalahan terfatal saat mencintai adalah, ketika orang yang kita janjikan agar tidak pernah menangis, justru meneteskan air mata karena kesalahan kita.
Napas mereka memburu. Berlomba-lomba mencari udara. Tapi, masih menetap di tempat yang tiba-tiba terasa pengap.
"Kamu harus ingat, kamu yang minta aku buat terus sama kamu. Jadi, aku gak akan pernah ngelepas kamu, apalagi ngerelain kamu pergi gitu aja."
Hellen mengalihkan pandangannya. Memerhatikan rumahnya yang tampak tak berpenghuni. Melihat bunga-bunga di taman kecilnya. Ke mana saja, asal tidak menatap mata sipit Jo.
Bulir bening di matanya masih setia mengalir. Mungkin, esok ia tidak akan sekolah, sebab matanya pasti bengkak dan sembab.
"Kalo gitu biar gue yang mutusin!" jawabnya dengan suara bergetar.
Rahang Jo mengeras. Menolak permintaan Hellen mentah-mentah. "Bagaimana bisa kamu ingkar janji? Gak! Kita gak putus!"
Hellen memukul-mukul dada Jo. "Egois! Dasar cowok egois!"
Jo mengunci tangan Hellen dengan sigap. Menarik dagu Hellen agar gadis itu menatapnya.
"Apa salah egois karena cinta?"
KAMU SEDANG MEMBACA
That Devil Is My Angel #ODOC_TheWWG
Novela Juvenil[T A M A T] Bagi dewan guru, siswa-siswi, satpam, bahkan cleanning service, Hellen bagaikan iblis. Selalu membuat onar, melawan guru, dan melakukan apa pun sesuka hati. Tapi bagi Jo, Hellen berbeda. Hellen adalah malaikat untuknya. ¤¤¤¤¤ ¤¤¤¤¤ Ceri...