Part 17

3.3K 164 20
                                    

Keluarga Winata menikmati sarapan paginya dengan sepotong roti dioleskan dengan selai berbagai rasa. Winata dengan selai kacang, Jessica dengan selai cokelat dan Natty dengan selai stroberi. Kinan sibuk menyiapkan bekal, sementara Jo masih memaku di kamarnya.

Sebenarnya, kegiatan seperti ini jarang dilakukan. Hanya karena kedatangan Natty, mereka menunjukkan seolah-olah keluarga ini hidup rukun, jauh dari pertengkaran. Diam-diam Jessi bersyukur, dan berdoa agar Natty terus berada di sini.

"Jo, sarapan dulu. Udah aku olesin nih selai kesukaan kamu," ujar Natty bangga. Kinan tersenyum melihatnya.

"Ma, Pa, Jo berangkat."

Jo menenteng tas hitamnya dan berjalan menuju bagasi. Langkahnya berhenti saat Kinan menyerukan namanya.

"Natty ikut kamu, Jo. Kok ditinggal sih."

"Udah besar, bisa naik taksi."

"Heish, kok gitu. Kalian satu sekolah, loh. Apa salahnya sih barengan?"

Di balik Kinan, Natty tersenyum penuh kemenangan. Hubungan bisnis kedua keluarga memang dapat diandalkan untuk urusan seperti ini. Natty harus berterima kasih pada daddy-nya, karena berhasil mengungguli orang tua Jo.

Jo mendengus. "Sebentar."

Jo menaiki tangga terburu-buru. Melewati satu-dua anak tangga dengan langkah lebar. Masuk ke kamarnya untuk menukar kunci motor dengan kunci mobil.

"Kenapa gak naik motor?" tanya Natty setelah keduanya masuk ke dalam mobil.

Di luar, Kinan masih sibuk melambaikan tangan, mengucapkan kata 'Dadah!' berkali-kali dengan girang. Entah apa yang ada di pikiran mamanya itu, membuat Jo terus-menerus bertanya di dalam hati.

"Gapapa."

Natty mendengus. "Kamu kenapa jadi cuek sih? Apa semenjak kenal cewek berandal itu?"

Jo meminggirkan mobilnya. "Cewek berandal?"

"Tante Kinan bilang, kamu kemaren bawa cewek gak bener, bertato pula. Itu siapa? Bukan pacar kamu 'kan? Gak mungkin lah pengganti aku separah dia."

Jo mencengkeram stir mobil. Sangat marah, tapi masih ingin mendengar lebih, apa saja yang telah mamanya ceritakan. "Mama bilang apa lagi?"

"Katanya, semenjak kenal sama dia kamu jadi suka bantah. Aku juga disuruh ngawasin kamu, ke mana pun. Kata tante juga, kalo kamu ketahuan pacaran sama dia, kamu bakal dipindahin ke Kuala Lumpur."

Napas Jo berburu. Ia merasakan dadanya sesak mendengar penuturan Natty. Tahu apa mamanya tentang Hellen? Padahal, Kinan jarang pergi ke sekolah. Julukan itu ia dapatkan dari orang lain semata.

Lalu, apa tadi katanya? Pindah? Maksudnya, ia harus meninggalkan Hellen yang membutuhkan kehadirannya? Jo benar-benar ingin marah sekarang juga.

"Kamu gak pacaran sama dia 'kan?" tanya Natty sekali lagi.

"Kenapa?"

"Kalo iya, aku bakal ngaduin sama tante Kinan," ujarnya tanpa dosa.

"Enggak, gak pacaran."

Natty tersenyum. Berarti, gue masih ada kesempatan.

¤¤¤¤¤ ¤¤¤¤¤

Seluruh pasang mata memandang tak percaya ke arah parkiran mobil. Berdecak heran sekaligus kagum, melihat seorang gadis yang baru keluar dari mobil milik Jo. Setahu mereka, cowok terpintar sejurusan IPS kelas 12 itu telah resmi berpacaran dengan Hellen, si pembuat onar. Beritanya tersebar ke mana-mana, bahkan sampai ke telinga satpam sekolah.

Lalu, kenapa tiba-tiba Jo datang dengan seorang perempuan? Cantik pula.

Beberapa dari mereka berbisik-bisik---kebiasaan dari lahir yang tidak bisa dihilangkan. Membandingkan perempuan itu dengan Hellen. Si perempuan berpenampilan rapi, baju dimasukkan, atribut lengkap, senyumnya ramah pula. Sangat berbeda dengan Hellen yang suka memakai baju ketat---walaupun beberapa hari ini sudah berubah, tampangnya menakutkan pula, suka berkelahi, keburukan di mana-mana.

Berita itu sampai ke telinga Hellen dengan pesat. Hellen langsung menarik tangan Chelsea, ingin membuktikan informasi yang ia dengar benar atau salah.

Tangannya refleks menutup mulut saat melihat keduanya berjalan beriringan. Menerima sorotan siswa-siswi lain. "Cocok," bisik mereka. Beberapa yang menyadari kehadiran Hellen langsung melirik sinis, seolah berkata, "Mampus lo ada saingan!"

Jo mendengar nama Hellen disebut-sebut. Mulutnya terbuka saat menemukan Hellen sedang menatapnya nanar. Mendeskripsikan perasaan kecewanya. Keduanya bersitatap beberapa detik. Mengisyaratkan rindu melalui tatapan mata. Jo tidak bisa berbuat apa-apa selain itu.

Keterkejutan Hellen semakin bertambah ketika Natty mengaitkan tangan Jo dengan tangannya. "Kamu antarin aku ke kelas dulu 'kan?" tanya Natty.

Kamu? Bukankah panggilan itu hanya Jo tujukan kepadanya?

¤¤¤¤¤ ¤¤¤¤¤

Hellen tidak tahu apa yang harus ia lakukan untuk menenangkan pikirannya selain membolos pelajaran sosiologi. Peduli setan dengan Bu Yani yang sibuk menghentikannya. Tidak menghiraukan panggilan teman-temannya sedikit pun.

Untuk sementara saja, Hellen ingin sendiri. Mengurung dirinya di bawah pancuran hujan. Besok, setelah hatinya membaik, ia berjanji akan memperbaiki semuanya.

Dari belakang, Chelsea menatapnya prihatin. Ia adalah saksi kisah cinta Hellen selama ini, dan Jo adalah orang pertama yang membuat Hellen berantakan.

Untuk pertama kali, Hellen patah hati.

"Harusnya gue percaya sama lo. Gak seharusnya gue ngasih seluruh hati gue buat dia. Pada akhirnya, gue sendiri yang merasakan sakitnya." Hellen menyadari kehadiran Chelsea.

Chelsea keluar dari tempat persembunyiannya. Ikut berhambur bersama hujan. Tak apa ia basah, asal bisa bersama Hellen.

"Maafin gue udah ngelupain lo cuma buat dia. Maafin gue, udah berubah cuma gara-gara cinta, Chel. Lo bisa ninggalin gue, kayak yang pernah gue lakuin," lanjutnya.

Bolehkah Hellen menangis? Rotasi antara cinta dan persahabatan ini benar-benar membuatnya lemah. Rasanya, ingin ia terjun ke lautan yang dalam, agar tidak perlu merasakan sakit lagi. Ingin terbang melintasi langit, agar tidak bertemu luka lagi. Ingin menghilang, untuk melupakan semua kenangan yang buruk.

Chelsea menjauhkan diri.

"Kalo itu yang gue mau, gue udah ngelakuinnya dari juah hari. Gak pernah terlintas sedikit pun di kepala gue, Len. Kita sahabat, dulu, sekarang dan selamanya."

Chelsea menarik Hellen ke pelukannya. Setetes air mata Hellen jatuh. Runtuh sudah pertahanannya.

"Tapi lo gak bisa nyimpulin ini gitu aja. Lo harus tanya ke Jo kejelasannya. Jangan bikin hati lo tambah sakit."

"Tapi...."

"Gak ada tapi-tapi. Udah, hapus air matanya. Jangan cengeng. Lo makin jelek kalo nangis."

That Devil Is My Angel #ODOC_TheWWGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang