Bagian 6

260 14 3
                                    

Peristiwa makan malam itu masih terus berputar-putar di memori Kumala, hingga larutnya malam dan lelahnya badan tak segera menggoda matanya untuk terpejam dan beristirahat. Bosan berebah diri, Kumala beranjak bangun dan menuju kamar mandi. Ia ambil wudhu dan selanjutnya ia telah terpekur di bentangan sajadahnya disudut kamar sederhananya. Larut ia dalam munajat-munajatnya.

"Allah, Engkaulah yang mampu menguasai hatiku.... Maka, jangan biarkan hatiku condong kepada selain-Mu.... Duniawi, Yaa Rabb.... Harta, nama baik, sanjungan.... Jadikan semua itu hanya sebatas tergenggam di tanganku saja dan biarkan hatiku hanya Engkau yang menguasai...." Desir pinta Kumala ditengah malam itu.

Kamar lain milik Ibunya Kumala sekarang terdengar berderit tanda ada yang membuka. Tak berapa lama, pintu kamar Kumala berbunyi ketukan ringan, "Kumala....!"

Suara Ibu halus merambat diantar sepoi angin malam masuk ke telingan Kumala.

"Iya, Bu?" Jawab Kumala masih dalam posisi duduk diatas sajadahnya.

"Ayo bangun untuk sholat malam....." Seru ibu.

"Iya, Bu... Kumala sudah bangun dari tadi...." Sahut Kumala.

Setelah itu tidak terdengar lagi lanjutan dialog Ibu dengan Kumala. Yang terdengar hanya suara sandal ibu yang beradu dengan lantai melangkah menuju kamar mandi. Gemericik air wudhu membasuh wajah perempuan yang sudah mulai menginjak usia tua. Sosok ibu yang penuh kasih sayang itu kjjni telah khusyuk dihamparan sajadahnya, bersujud kepada Sang Pemilik Kehidupan.

"Yaa Allah... Berilah petunjuk-Mu kepada hamba yang lemah ini.... Dekatkanlah rezeki kami. Dan saya memohon kepada-Mu, Allah.... Dekatkanlah jodoh untuk putriku. Sebagai seorang ibu, aku ingin melihat putriku bahagia dan menyempurnakan agamanya dengan lelaki yang sholeh dan mencintainya...."

Senandung doa seorang ibu itu lirih, tapi angin malam membawanya dengan hembusan yang lembut. Membawanya naik dan menjadikannya semerbak dinuansa malam yang khusyuk.

Setelah mendirikan sholat beberapa rakaat, mata Kumala tidak juga mau terpejam. Kantuk seolah enggan bertandang kepadanya malam ini. hingga alunan adzan subuh berkumandang, Kumala tetap terjaga. Ia terpekur dalam ketetundukannya di sajadah.

Mentari pagi mulai mengintip, Kumala segera membereskan kamar dan berhambur keluar menuju dapur. Ia mulai bekerja seperti biasanya, merapikan dapur, mencuci piring dan gelas yang kemarin terpakai untuk makan malam. Ya, makan malam yang membuat Kumala tidak bisa tidur semalam suntuk.

"Pak Diarga kepanasan ya?"

"Maaf Rumah kami tidak ada AC-nya...."

"Oh, tidak... tidak apa-apa.... Ini efek sambel yang mantap.....hehehehe...."

Percakapan dalam acara makan malam itu masih terngiang di pikiran Kumala. Kumala benar-benar tidak mengira bahwa ia akan sebegitu dekat menatap wajah Diarga. Sosok yang selama ini selalu menjadi topik andalan Hayati di setiap obrolan mereka berdua. Apa jadinya jika Hayati tahu Diarga ke rumahnya dan makan malam bersama dengannya. Upz!.... bukankah semua itu hanya kebetulan saja? Diarga datang dalam acara makan malam itu karena pamannya mengajaknya. Kenapa juga Kumala harus memikirkan kejadian itu? Bukankah Diarga belum tentu mengenal dirinya? Meskipun ia berkali-kali mengikuti seminar Diarga, Kumala adalah satu dari sekian ratus bahkan ribu orang. Bahkan kebanyak orang itu adalah yang menggilai Diarga yang tentu saja lebih sering mengikuti seminar-seminar Diarga.

"Ah..... Tak usah terlalu risau Kumala....." Seru Kumala untuk dirinya sendiri.

Setelah menyelesaikan pekerjaan dapur, Kumala mulai beranjak mandi. Meski hari ini hari minggu dan Kumala libur tidak ke kantor, bukan berarti Kumala akan bersantai-santai di rumah. Kumala mempunyai agenda khusus setiap libur kantor.

Ibu mulai menyalakan kompor dan menyiapkan sarapan. Setelah selesai bersiap diri, Kumala dan ibu segera menyatu di meja makan dan menikmati sarapan berdua.

"Hari ini kamu ke Putik Cinta, Mala?" Tanya Ibu ketika sarapan.

Kumala mengangguk sambil menikmati sarapannya.

"Insyaallah nanti Pak Diarga mau kesana juga.... Kau harus menjamunya dengan baik ya...." Terang Ibu. Tentu saja yang terjadi pada Kumala adalah satu sikap: TERKEJUT.

"Maksud ibu..... Pak Diarga?....."

"Iya, majikan pamanmu yang kemarin makan malam dirumah kita....."

"Bagaimana beliau tahu tentang Putik Cinta, Ibu?... Dan untuk apaa beliau kesana?...." Tanya Kumala dengan menutupi keterkejutannya.

Ibu tersneyum sebentar kemudian menjawab penasaran putrinya, "Ibu yang cerita tentang Putik Cinta, Mala.... Kamu bilang, Putik Cinta perlu tambahan dukungan materiil maupun non-materiil..... Nah, Ibu pikir, Pak Diarga sasaran empuk... hehehe....."

"Astaghfirullah, Ibu.....!....." Sahut Kumala.

"Mala..... ibu bukan menjerumuskan orang.... Ibu mengajak orang berbuat baik kan?....."Sanggah Ibu.

Kumala diam sejenak seperti berpikir, "Ah, Ibu.... Sama saja.... Ibu menjerumuskan orang, tapi dalam kebaikan... hehehe...."

Ibu turut tertawa mendengar jawaban akhir putrinya.

Setelah selesai sarapan, Kumala mulai menyiapkan motor untuk pergi ke Putik Cinta. Eitz, saat ia akan memencet starter motornya, bunyi HP berdering tanda ada pesan masuk. Segera Kumala meraih HP-nya dan membuka pesan masuk:

KUMALA, HARI INI AKU KE PUTIK CINTA YA.... LIBURAN GINI BETE GAK ADA KERJAAN.... SEE YOU....!

Deg! Hayati?..... Diarga?..... Ke Putik Cinta?.....

Hemmm.....

[bersambung]

Kunang-Kunang SederhanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang