Bagian 19

147 11 0
                                    


"I want a smaller size."

Keinginan Diarga coba dipenuhi oleh pelayan toko, beberapa jam tangan di gelar di hadapan Diarga, "This suits you!" Kata pelayan itu menyakinkan.

"Give me another color!"

Pelayan itu menyerah, kembali memamerkan jam tangan jualannya ke hadapan Diarga. Diarga penuh keseriusan mengamati satu per satu jam tangan di depannya, sesekali menempelkan ke pergelangan tangannya. Ekspresinya tegang, seolah dia akan menjinakkan bom yang siap diletuskan melalui detak jam tangan.

"Ini yang kamu cari?"

Aktivitas Diarga terhenti, dia menoleh ke sumber suara, dan ia pun terkejut. "Kumala?"

Dengan pandangan menunduk, Kumala telah berdiri tegak di samping Diarga, mencipta jarak tak lebih dari satu meter dia tegap sambil menyodorkan sebuah jam tangan. Sekilas Diarga langsung berbinar, ia menemukan barang yang dicari.

"Itu jam tanganku!" Ujarnya dengan berbinar. Seolah menemukan harta karun. Mungkin memang jam tangan itu mahal.

"Seharian ini aku mencarinya, ternyata...."

"Seolah kamu terdampar di tempat terpencil saja, sehingga jam menjadi penting," potong Kumala.

Diarga tersenyum. Menertawakan dirinya yang tidak bisa lepas dari jam tangan. Diarga memang orang yang menghargai waktu, dia hobi memandangi jam tangan, memastikan hari telah pada pukul berapa, memastikan pekerjaannya sesuai waktu yang tersedia, memastikan tidak ada janji yang meleset, dan segalanya terdisiplinkan.

Jam tangan selalu penting baginya. "Ini jam tangan spesial. Terimakasih, Ku..." Diarga tidak merampungkan kalimatnya, sebab yang diajak bicara telah lenyap.

Diarga mengedarkan pandangan, mencari sosok yang baru saja menyodorkan jam tangan padanya. Toko jam ini cukup luas, berbagai jam ada, dan banyak pengunjungnya, sehingga mata Diarga harus rela berakomodasi tinggi untuk mencari sosok Kumala.

Ternyata Kumala sedang sibuk memandang jam tangan di etalase jam tangan khusus wanita. seorang pelayan tampak menghampirinya dan mereka berdialog. Menyaksikan itu Diarga mendekat, setelah berpamitan kepada pelayan yang sejak tadi membantu Diarga memilih jam tangan.

"Terimakasih!" Itu yang langsung diucap Diarga saat berjarak satu meter dengan Kumala.

Kumala menoleh sebentar, kemudian kembali memandang etalase sambil mengangguk cepat.

"Tidak jadi beli arloji baru?" Tanya Kumala setelah keduanya dalam senyap.

Diarga menggeleng, "Sudah ketemu," kata Diarga sambil menggoyangkan tangan kirinya yang sudah mengenakan jam tangan yang disodorkan Kumala beberapa saat yang lalu.

"Kukira, orang kaya, pecinta arloji, kehilangan satu saja tidak akan berarti. Koleksinya pasti banyak," seloroh Kumala dengan santai.

Diarga tersenyum, kemudian menimpali, "Semua arloji yang saya punya adalah hadiah."

"Termasuk itu?" Kumala menunjuk tangan kiri Diarga. Cepat Diarga jawab dengan anggukan mantap.

"Hadiah dari orang spesial ya? Jadi kecewa saat hilang."

"Emmm... Sebenarnya ini hadiah dari aku."

Kumala mengernyitkan dahi tanpa bingung. "Menghadiahi diri sendiri?"

Diarga tertawa sambil mengangguk mantap. "Untuk prestasi-prestasi tertentu, aku suka menghadiahi diriku sendiri."

Kumala tersenyum, menemukan dirinya yang juga hobi membeli hadiah untuk diri sendiri, termasuk saat ini, di toko jam ini sebenarnya Kumala datang bukan membuntuti Diarga untuk menyerahkan arloji Diarga, melainkan memang dia ingin membeli jam tangan untuk menghadiahi dirinya sendiri. Atas prestasi apa? Sebab dia mendapat bonus dari bosnya, orang Turki itu. Bonus dia dapat karena kerjasama yang dijajaki dengan partner bisnis perusahaannya telah deal dengan memuaskan dan membahagiakan bosnya.

Kunang-Kunang SederhanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang