Bagian 39

89 8 1
                                    

"Mengapa harus Rosemita?"

Diarga terhenyak dengan tanya itu. Suara Kumala yang ia nanti untuk penjelasan tentang Dimas ternyata malah sebuah tanya yang terucap.

"Mengapa harus Ros-" Kini kalimatnya terlanjutkan dengan tangisan.

Diarga menggeleng sambil memijat keningnya. Dia melepas kacamata, melipatnya, kemudian meletakkannya di meja. Diarga ingin marah melihat Kumala menangis, tapi ia tidak tahu harus marah pada siapa.

Kumala mencoba menenangkan dirinya. Dia pun melepas kacamatanya dan meletakkan di meja seperti yang dilakukan Diarga. Jemarinya sibuk menyeka air mata di wajahnya, mulut mungilnya berdzikir tak ada henti.

"Rosemita perempuan yang baik," Ujarnya kemudian dengan menahan tangis.

Kali ini Diarga berharap penjelasan dia dapatkan dengan terang benderang.

"Tapi mengapa harus Rosemita yang bersama Dimas?" Tanya Kumala kembali hadir dengan diakhiri tangisan.

Diarga kali ini mulai menyadari, Kumala dan Dimas, terjadi sesuatu di hati mereka berdua. Tentang sebuah rasa yang sama dan bersambut.

"Kalian saling mencintai?" Diarga mengucapkan tanya itu dengan sangat hati-hati.

Kumala tampak tidak terkejut sama sekali dengan terkaan Diarga. Dia sibuk menyeka air matanya yang terus berlinang.

Sesaat hening tercipta diantara keduanya. Teh yang terhidang sejak awal bahkan telah dingin. Diarga masih mengikuti cara Kumala menenangkan dirinya, yakni memilih hening.

"Ibu akan terlambat datang, jalanan sedang sangat macet katanya," Diarga mencoba mengabarkan setelah beberapa saat mengoreksi smartphonenya.

Kumala diam sesaat tidak menanggapi kabar itu, kemudian dia membuka suara, "Dia pernah menawarkan masa depan yang indah padaku," Ucapnya sambil pandangannya kosong menembus kaca bening restoran.

Diarga melepas smartphone dari genggamannya. Dia menanti penjelasan ini dan dia tidak ingin melewatkan detail apapun dari semua hal tentang Dimas.

"Salahnya, saat itu aku menyambutnya."

Hening menjadi jeda beberapa saat.

Kumala mencoba untuk tegar dan membuka suara kembali, "Tapi takdir berkata kami tidak berjodoh."

Diarga menelan ludah dengan hati-hati, khawatir menganggu Kumala menjelaskan semuanya.

"Usia ranumku begitu menggelora menyambut tawarannya saat itu," Ujar Kumala lagi diakhiri sebuah senyuman tipis.

"Dimana ada daya saat restu tidak utuh?"

Kumala menunduk setelah mengucapkan kalimat itu.

"Restu dari siapa?" Diarga memberanikan diri bertanya.

"Keluarganya."

Diarga mengangguk mendengar jawaban singkat dan jelas itu.

"Dia memberiku pilihan, lanjut tanpa restu ataukah aku mundur."

"Aku mengajaknya berjuang meraih restu keluarganya tapi dia bilang mustahil," Kumala berujar dengan diakhiri senyuman kecewa.

"Akhirnya aku memilih mundur," Kalimat ini menjadi akhir penjelasan Kumala.

Tapi Diarga tidak membiarkan ini berakhir, dia masih melanjutkan pertanyaan, "Apakah Rosemita adalah keinginan keluarganya?"

Kumala mengangguk dengan pasti, "Iya."

Kunang-Kunang SederhanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang