Bagian 9

206 12 7
                                    

"Allah itu tidak akan pernah salah menjodohkan hamba-Nya.... Jadi, tenang saja, jodoh tidak akan pernah tertukar."

Diarga diam meresapi apa yang disampaikan oleh ibunya Kumala. Baru kali ini, seorang dekan harus bingung menentukan keputusan. Mata dibalik kacamata itu memerah, dan napasnya sesekali ditarik sedemikian kuat. Dalam hening Diarga larut atas kejadian yang beberapa jam lalu terjadi. Sebuah telepon sambungan luar negeri membawanya menikmati suara parau dari KBRI Seoul, Korea Selatan yang mengabarkan acc proposal penelitiaan yang ia ajukan 8 bulan yang lalu.

"Juli semua harus sudah beres, Bapak Diarga...karena saat tujuh belas agustus pemenang akan diundang di acara HUT RI" Suara itu yang terakhir disepakati dari dialog sambungan luar negeri itu.

Sebagai seorang intelek, Diarga memang genius. Mengelola Putik Cinta banyak memberinya pengalaman bagaimana menjalankan lembaga sosial sejenisnya. Berbekal pengalaman di Putik Cinta dan tekad untuk mewujudkan cita-cita almarhumah ibunya, sejak sepuluh bulan yang lalu Diarga membuat sebuah lembaga sosial lansia yang diberi nama "Kembang Cinta". Kini lembaga itu telah memiliki bangunan mandiri yang dananya dari Diarga secara pribadi. Di Kembang Cinta, sudah ada 18 lansia berasal dari lansia-lansia terlantar yang awalnya mereka memaksa tubuh ringkihnya mengemis atau memulung. Sadar Kembang Cinta perlu suntikan dana, maka diarga memutuskan untuk mengirimkan sejumlah proposal, salah satunya ke KBRI di Seoul untuk penelitiannya tentang tingginya angka lansia bunuh diri di Korsel. Dan ternyata setelah 8 bulan, jawaban penerimaan proposal itu ia terima.

Normalnya, Diarga bahagia dengan acc dari KBRI, tapi nyatanya ia kini galau dengan kebahagiaan itu. pasalnya, kabar baik itu ia terima sehari sebelum hari pertunangan Diarga dengan Hayati.

"Bagaimana bisa kamu mengatakan ini, sedangkan besok hari pertunangan kita?" Suara Hayati berat terucap saat dia mengetahui keputusan Diarga untuk mengerjakan penelitiannya di Seoul dalam 6 sampai 7 bulan kedepan, yang itu artinya pernikahan yang dirancang di bulan Februari harus dipikir ulang.

"Maaf, Hayati.... Ini benar-benar tidak terprediksi....." Ucap Diarga dengan wajah tertunduk. Dia merasa bersalah dihadapan Hayati dan keluarganya.

"Dan kau memilih riset itu daripada pernikahan kita?"

Diarga diam sejenak. Hatinya sedikit tergodam dengan pertanyaan Hayati yang sebenarnya itu pertanyaan yang ia takutkan.

"Maaf, Hayati! Tapi ini cita-cita almarhumah ibuku... dan aku ingin mewujudkan ini..." Jawab Diarga dengan sangat hati-hati agar tidak menyinggung keluarga hayati dan terlebih Hayati sendiri.

"Eh.... Hayati, enam bulan bukan waktu yang lama kok.... Bertunangan saja dulu, setelah Diarga pulang dari korea baru kalian menikah.... Bagaimana?" Sahut Ibu Hayati mengajukan saran untuk anak dan calon menantunya.

Tapi, ternyata pertanyaan itu dijawab keduanya dengan hening bersama. Sampai akhirnya Hayati membuka suara, "Nanti setelah sholat maghrib aku sampaikan keputusanku...."

Semua yang terlibat pembicaraan diam. Hayati mengambil langkah masuk ke ruang dalam rumahnya menuju kamar. Disana ia menangis sejadi-jadinya.

Terkenang kembali saat itu, saat dimana Hayati berbunga-bunga menerima ajakan Diarga untuk menikah. Meskipun ajakan itu disampaikan Diarga melalui sebuah surat yang dititipkan kepada ibu Kumala, ibu sahabatnya yang sudah dia anggap keluarga sendiri.

"Budhe, ini suratnya beneran dari Diarga kan?"

Ibu Kumala, yang dipanggil 'budhe' mengangguk sambil tersenyum meyakinkan Hayati yang hatinya sedang berbunga-bunga.

"Memang Budhe ngomong apa ke Diarga sampai-sampai dia memilih Hayati untuk menjadi istrinya?" Tanya Hayati penuh semangat.

"Budhe tidak bilang apa-apa... Diarga curhat sama Budhe kalau ingin menikah dan minta dicarikan calon istri. Lalu Budhe sebut nama kamu, dan setelah tiga hari dia minta waktu berpikir, surat itulah jawabannya..." Terang Ibu Kumala dengan lembut dan wajah cerah bahagia.

"Ah, Budhe.... Kenapa Budhe memilih aku? Kenapa tidak Kumala saja, anak budhe sendiri?" Tanya Hayati lagi sambil merajuk seperti anak kecil.

Ibu Kumala tersenyum, "Hayati, Budhe yakin kamu perempuan sholihah, makanya Budhe usulkan kamu ke Diarga. Semoga Diarga laki-laki yang sholeh ya..... tentang Kumala,.... Insyaallah akan ada jodohnya nanti...."

Hayati tersenyum dan mengamini.

Ibu Kumala tersenyum sekali lagi, kemudian memegang tangan Hayati dengan lembut, menggambarkan kasih seorang ibu kepada putrinya. "Semoga berjodoh ya....!"

"Aamiin...." Mereka berpelukan dan berbahagia bersama.

Dialog itu begitu indah dikenang Hayati, tapi ternyata kini ia harus dilema dengan pilihannya. Enam bulan memang bukan saat yang lama, tapi ada keraguan di hatinya saat membayangkan jarak penantian enam bulan.

****

"Allah itu tidak akan pernah salah menjodohkan hamba-Nya.... Jadi, tenang saja, jodoh tidak akan pernah tertukar."

Kembali Diarga meresapi perkataan Ibu Kumala, sambil ia memejamkan mata, memutar kembali saat Diarga membaca pesan singkat Hayati usai sholat maghrib tadi.

ASSLM... DIARGA, AKU SEKELUARGA MINTA MAAF TIDAK BISA MENERIMA RENCANA KEDATANGANMU BESOK... SEMOGA ALLAH MENGHENDAKI KEDATANGANMU KERUMAHKU ENAM BULAN LAGI.

Dibawanya jari Diarga menekan dahinya. Hantaran khitbah yang telah berjajar rapi dengan tatanan indah diruang tengah tiba-tiba menjadi begitu menyesakkan pandangannya.

Hayati, perempuan yang diharap bisa menggenapkan setengah agamanya itu menolak untuk dilamar esok hari. Memang ada harapan ia akan diterima enam bulan lagi setelah ia menyelesaikan risetnya, tapi sedih yang bergelayut di dinding hati kelelakian Diarga tetap menari-nari sendu tak tertahankan.

"Tak apa lah...Enam bulan lagi... insyaallah!"[#bersambung]

Kunang-Kunang SederhanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang