Bagian 34

94 10 0
                                    

Menemani nenek-nenek berbelanja ternyata cukup mengesankan bagi Kumala. Dia banyak belajar bagaimana ketelitian memilih barang, menakar harga, bahkan tentang menentukan kebutuhan dan kepentingan. Yang dipanggil Oma memang luar biasa, urusan dapur masih diselesaikan langsung olehnya, tidak ada yang bisa turun tangan atau memang beliau ingin turun tangan sendiri?

Kumala mencoba menerka, dari hidangan sarapan tadi, semua serba nusantara, bahkan untuk ukuran kota yang cukup besar dan terkenal ini bahkan secara strata sosial, semua diluar sangkaan Kumala.

Yang pertama dikunjungi adalah pasar tradisional. Diarga sebagai sopir ternyata sangat hapal letak pasar tradisional dan tempat-tempat tujuan selanjutnya. Kumala kembali menera Diarga lahir dan sempat besar disini. Setelah hampir satu jam keliling pasar tradisional, membeli ikan, sayur, buah, dan segala bahan makanan, nenek menginstruksi Diarga untuk ke pasar modern. Sebuah pusat pembelanjaan yang sangat besar menurut Kumala.

Jika di pasar tradisional Cilla memilih digendong Diarga dengan alasan sepatunya takut kotor, kali ini dia ingin segera lari menyusuri mall besar itu. Nenek sesekali menyeru agar Cilla hati-hati, sebab ia bahkan tidak mau digandeng oleh siapapun.

"Cilla, bisa gandeng Kakak!" Kumala berseru setelah Diarga dan Oma gagal mengendalikannya.

Seketika Cilla diam dan menoleh, "Kak Kumala sudah besar, bisa jalan sendiri. Lihat, Cilla jalan sendiri!"

Oma terkekeh mendengar cicit mungilnya itu. Diarga menahan senyumnya.

Kumala malah tertawa ringan, "Tapi Kakak belum pernah kesini, jadi Cilla jaga Kakak ya, please!"

Cilla tersenyum sok dewasa, dia putar balik langkahnya menghampiri Kumala dan kemudian meraih tangan kiri Kumala dengan riang, "Sini, Cilla gandeng! Nanti Cilla kasih tahu ya dimana penjual es krim yang baik hati!"

Yes! Mereka akhirnya bisa nyaman memutari mall dengan Cilla yang terkendali. Oma memandang Kumala dan Cilla yang mulai melangkah saling bergandengan. Diarga menggeleng sambil tertawa kemudian mulai menuntun Omanya.

"Lepaskan, aku bukan Kumala dan kamu bukan Cilla!" Seloroh Oma. Tawa Diarga pecah saat itu juga.

Setelah selesai membeli beberapa barang, terutama souvenir pertunangan, kini mereka berempat sudah duduk di kafe es krim yang diceritakan Cilla diawal tadi. Cilla dengan lahap memakan es krimnya sebab dia sedang berlomba dengan Diarga, sedang Kumala dan Oma memilih untuk menghabiskan seporsi es krim berdua. Oma tahu diri, giginya sudah sangat sensitif dengan es krim, sedang Kumala bukan pecinta es krim.

"Oma sendiri yang akan memasak untuk hidangan nanti malam?" Kumala membuka percakapan sambil menyaksikan keributan pertandingan es krim di sebelah mereka.

"Tidak, ada kamu dan Diarga."

Kumala tersenyum mendengarnya, "Pasti Kumala bantu, Ma."

"Kamu tahu, Kumala, bagi Oma ini sangat penting," Ujar Oma dengan pandangan mata sepuhnya menerawang jauh entah kemana.

Kumala menyimak dengan santun.

"Sebab Rosemita adalah satu-satunya cucu perempuanku," Jelas Oma.

Kumala mengangguk, "Berapa cucu Oma?"

"Sebelas, sepuluh laki-laki, satu perempuan ya Rosemita itu," Terang Oma dengan diakhiri senyum.

Kumala pun tersenyum.

"Cucu Oma sebelas, semua sudah berkeluarga, tinggal Rosemita dan Diarga," Oma mulai menceritakan kesuksesan pengkaderannya.

Kumala mengangguk dengan sopan.

Kunang-Kunang SederhanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang