Bagian 16

111 10 0
                                    

"Milik Rosmita?"

Itulah kalimat pertama yang keluar dari Diarga saat keduanya bertemu di ujung pintu kafe. Kalimat pertanyaan yang tentunya menuntut jawaban. Jangan dibayangkan apa jawaban Kumala, sebab ia hanya mengangguk sambil menyodorkan paper bag yang ukurannya lumayan besar. Sayangnya, anggukan itu tak terlihat oleh Diarga, jangan lagi tanya kenapa, sebab tentu saja Diarga belum sempat memandang Kumala. Malu tiba-tiba menyergap seluruh jiwanya. Ah, tolong, jangan juga bertanya kenapa Diarga harus malu! Sebab Diarga tak tahu.

Meski kaku, ya, ternyata malu yang menyergap membuat badannya tiba-tiba kaku, dia tidak mengerti apakah tiba-tiba kram menyerangnya atau dia telah dikutuk oleh Rosmita agar menjadi batu karena sejak tadi ia mengabaikan telepon Rosmita. Sekarang Diarga berusaha menggerakkan tangannya untuk menerima sodoran Kumala. Tapi lagi-lagi aksinya terhenti. Bukan karena dia tak mampu, tapi dering ponselnya membuyarkan kebekuan yang mendadak terjadi antara dia dan Kumala.

"Apa?" Suara Diarga to the point menjawab sambungan selulernya.

Di sisi yang lain, seorang pelayan kafe datang menyodorkan menu dan menyilahkan Kumala untuk memilih meja. Kumala sempat menolak dengan halus dan menjelaskan bahwa ia hanya sebentar, namun daya marketing pelayan itu cukup kuat, sehingga Kumala memutuskan untuk memilih sebuah meja yang terdekat

"Sudah ketemu, Kak?" Suara Rosmita memekik telinga Diarga kembali.

"Ya." Diarga menjawab singkat sambil ekor matanya menuju sosok Kumala yang tengah duduk dan membaca daftar menu sambil mengobrol dengan pelayan kafe.

"Alhamdulillah! Bisa minta tolong lagi?"

"Apa?" Kali ini Diarga benar-benar menyerah, dia memilih bertekuk lutut, memenuhi segala keinginan Rosmita.  Mendadak dia tidak tertarik untuk berdebat dengan sepupunya itu.

"Kirimkan barang itu ke Kumala, ya, Kak! Pakai kurir juga boleh," kata Rosmita dengan nada santai.

Diarga mengerutkan kening. Awal dia berpikir Kumala ada disini karena Rosmita meminta, seperti halnya dia. Ternyata tidak.

"Oke!"

Percakapan selesai.

Diarga menuju ke sudut meja yang salah satu kursi telah ditempati Kumala. Tersisa tiga kursi, tentu saja Diarga sulit memilih kursi yang akan dia duduki. Di depan Kumala? Dia merasa tidak nyaman. Di sisi kiri atau kanan Kumala? Tentu dia tidak bisa tenang. Uh, sulitnya! bukankah ini hanya sekedar memilih kursi untuk duduk sejenak di sebuah kafe terbuka, sebuah tempat umum?

"Pesan Ros, itu untuk Kumala." Diarga berusaha menyampaikan amanat adik sepupunya dengan kalimat paling efektif dan efesien.

Jadi, dia memilih kursi yang mana? Lihatlah, dia berdiri dengan tangan memegang sebuah kursi di depan Kumala yang sedang duduk dengan anggun.

Kumala tampak berpikir. Seketika dia menyelidik isi paper bag itu, kemudian menghela napas berat.

"Rosmita selalu penuh kejutan," kata Kumala, entah kepada siapa kalimat itu dia tujukan.

"Apakah adikku menyusahkanmu?" Diarga bertanya begitu saja tanpa terencana. Selang beberapa detik kemudian, Diarga menyesali tanya itu terucap.

Kumala menggeleng kuat, "Tidak. Dia hanya memaksaku menerima hadiah yang sempat aku tolak."

Diarga mencoba mengangguk, menampilkan ekspresi memahami urusan persahabatan.

"Tapi sepertinya aku tidak bisa menerima hadiah ini. Ini terlalu mahal untuk sebuah hadiah."

Diarga mengerutkan kening, tidak habis pikir dengan reaksi Kumala atas pemberian sahabatnya. Sontak Diarga ingat bagaimana sikap Kumala saat Diarga ingin bergabung di Putik Cinta.

"Apakah ada yang lebih bernilai dari sebuah persahabatan, Kumala?" Diarga mencoba meyakinkan Kumala untuk menerima pemberian Rosmita.

Kumala bergeming.

"Sedangkan jika kamu menolak ini, maka pekerjaanku akan bertambah. Itu artinya kamu menyusahkanku." Usaha Diarga masih keras untuk meyakinkan Kumala.

"Sebab Ros ingin barang ini sampai padamu dan aku harus bertanggung-jawab untuk itu," tambahnya.

Setelah tampak menimbang, beberapa detik kemudian Kumala sepakat, "Baiklah, aku terima!"

Diarga menghempaskan napas lega, dia mengucap hamdalah lumayan keras. Kumala tersenyum simpul, menguatkan keputusannya tidak salah.

"Kalau boleh tahu, apa isi paper bag itu? Semahal apa adikku memberikan hadiah? Seingatku dia cukup pelit jika memberi hadiah padaku," seloroh Diarga diakhiri senyum khas maskulinnya.

Kumala menahan tawanya. Pandangannya jatuh ke lantai kafe

"Baiklah, jangan kasih tahu aku jika itu rahasia persahabatan dua perempuan!" Diarga kembali bersuara.

Kumala semakin menahan tawanya, sebelum kemudian dia bisa mengendalikan dan berkata, "Duduklah sebentar untuk minum teh!"

Cukup terkejut sebenarnya, tapi Diarga menutupi kagetnya dan menurut. Diarga menggeser kursi di depan Kumala beberapa derajat berlawanan dengan jarum jam, kemudian duduk dengan tenang.

Tidak lebih dari lima menit, dua cangkir teh pesanan Kumala telah hadir dengan senyuman pelayan kafe yang ramah. Tanpa aba-aba, keduanya sibuk menyesap teh. Bahkan kegiatan minum teh cenderung hening, sampai teh di gelas Diarga tuntas.

"Terimakasih, teh yang hangat!" Diarga memecah senyap diantara mereka.

Kumala tersenyum dalam tundukan kepalanya, kemudian mengangguk pelan.

"Aku pamit," kata Diarga.

Kumala mengangguk. Tapi Diarga masih tak beranjak dari kursinya. Seperti sedang ada yang ia pertimbangkan.

"Aku menginap di hotel itu." Kumala akhirnya bersuara, sambil tangannya menunjuk sebuah hotel tepat di seberang kafe.

"Ow! Baik, aku duluan ya!"

Kumala tersenyum sambil mengangguk, pandangannya masih menunduk.

Diarga berlalu setelah mengucap salam, meninggalkan Kumala yang masih duduk termenung sambari memainkan gelas tehnya. Apa yang sedang menggusarkan pikiran Kumala?

Tiba-tiba Kumala berdiri dengan cepat,  sekedarnya saja dia membalas salam pelayan kafe, dan ia mempercepat langkahnya. Bahkan sebenarnya, tampak ia sangat tergesa-gesa keluar kafe. Dengan paper bag yang terjinjing, Kumala berlari kecil, menerobos kendaraan yang berjajar di halaman parkir kafe. Satu per satu mobil dia tengok, seolah dia sedang ingin mencari sesuatu  dengan sangat cemas. 

Apakah dia mencari Diarga?

[bersambung*]

Note:

Alhamdulillah, akhirnya berhasil update! Mohon maaf ya, lama tidak update. Sedang sibuk melahirkan blog baru. hehehe.....

Happy reading! Jangan lupa vote dan komentar ya, biar bisa memperbaiki yang jelek2. Terimakasih!



Kunang-Kunang SederhanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang