Bagian 24

92 10 2
                                    

"Keterlaluan, dosa apa aku padamu, La?"

Kalimat itu muncul menyeruakkan kerinduan yang mendalam dalam persahabatan yang hangat antara Kumala dengan Hayati.

"Maafkan aku, Ti!" Kata maaf itu terhias buliran air mata.

Keduanya berpelukan erat, cukup lama, dan berirama tangisan yang sendu. Kamar pengantin yang sudah terdekorasi sangat apik itu pendar hangatnya meninggi, mengimbangi kehangatan dua sahabat yang sempat kosong. Kosong entah karena apa, namun kini kehangatan itu menggeliat muncul kembali, meski seperti ada yang berat untuk menjadikannya seperti semula.

"Duduklah! Aku bantu merapikan make up kamu. Air mata membuatnya sedikit berantakan."

"O ya?!" Teriak Hayati kemudian bingung mencari cermin, mematut wajahnya dan tangan mungilnya berusaha memperbaiki make up.

Kumala tersenyum geli, sikap konyol Hayati yang sudah lama tak ia nikmati kini kembali bergerak di hadapannya. Nyata dan membahagiakan.

"Aku bisa melakukannya, tenanglah!"

"Tunggu!!!!" Hayati menggenggam tangan Kumala yang hendak menyapu wajah cantiknya.

"Aku tidak akan mempercayakan make up istimewa ini padamu. Tolong panggilkan Mbak Nabila saja!"

Kumala mengangkat bahunya tanpa menyerah. "Okey!"

"Aku tidak ingin jadi badut di hari pernikahanku," Hayati menggumam. Kumala yang mendengar itu terkekeh dan segera berlalu, memanggil perias pengantin yang sudah disewa untuk pernikahan Hayati. Hanya butuh waktu tidak sampai 2 menit, yang bernama nabila sudah muncul dan mulai merapikan make up Hayati.

"Berapa lama meriasnya, Mbak?" Tanya Kumala yang sedari tadi memperhatikan sambil duduk di tepi ranjang pengantin.

"Sebentar lagi selesai. Mbak Kumala mau dirias juga?"

Hayati menahan tawanya, sebab Nabila mulai memoles lipstik di bibirnya yang mungil. Kumala hanya melongo tak memberikan jawaban apapun.

"Biar saat poto tampak bagus, Mbak. Tidak tampak pucat," Lanjut Nabila.

Kumala langsung ambil langkah seribu meninggalkan kamar pengantin sekaligus meninggalkan tawa pengantin dan periasnya.

Tamu undangan mulai berdatangan, area akad nikah juga mulai penuh dan tamu-tamu penting seperti penghulu dan kerabat Hayati telah berkumpul semua. Kumala mengamati hingar bahagia pesta pernikahan sahabatnya itu dengan senyum menawan. Semua mata yang sempat melihat senyumnya pasti terpesona, sayangnya tidak banyak mata yang memperoleh itu, kecuali sepasang mata di sudut keramaian.

Tepat pukul 09.00 Hayati datang di tengah-tengah pesta. Disambut dengan tatapan mata penuh doa keberkahan bagi pernikahan ini. Dituntun Sang Ibu dan Ayahanda tercinta, Hayati memasuki area akad nikah. Semua berkerumun menuju pusat akad nikah. Meski kursi telah ditata dengan rapi, kerumunan tetap terjadi. Dan disaat paling penting itu, Kumala malah disibukkan dengan panggilan telepon selulernya.

"Iya, Pak? Maaf saya tidak bisa mendengar suara Bapak!" Cukup berteriak, namun keramaian dan suara MC yang mulai menggelegar membuat suara Kumal tertelan dan kalah.

"Sebentar saya mencari tempat sunyi dulu!"

Kumala segera menaiki anka tangga, menuju lantai atas rumah Kumala dan mencari tempat yang membuatnya nyaman menerima telepon dari Bos Besarnya.

"Oh, Baik!"

"Siap, insyaallah, Pak!"

Gontai, ia mengakhiri percakapan telepon dengan bosnya itu. Dia seharusnya mendampingi Hayati menjalani momentum penting hidupnya, tapi bosnya malah memberi pekerjaan yang harus segera ia jalankan.

Apa boleh buat, Kumala segera menghubungi pihak-pihak sesuai instruksi bosnya. Hampir tiga puluh menit Kumala gunakan untuk menghubungi berbagai relasi bisnis dari berbagai belahan dunia. Namun, ia segera sadar, bahwa yang terpenting sekarang adalah bersama Hayati, menikmati kesakralan pernikahan sahabatnya itu.

Bergegas Kumala menuruni anak tangga saat dirasa pekerjaannya selesai meski sementara, lanjut menuju lantai bawah. Cukup terburu-buru langkahnya, hingga ia hampir menabrak seseorang yang juga tampak sedang bergegas.

"Maaf!" Kumala menjaga keseimbangan tubuhnya sebab mendadak berhenti setelah menuruni tangga. Beruntung tubuhnya tidak menyentuh apapun.

"Laila?"

Kumala tertegun, dia mengenali panggilan itu untuknya. Segera ia mendongakkan kepala, mencari tahu sosok yang memanggilnya dengan nama "Laila".

Cukup kaget.

Kumala mendapati sosok yang pernah mengisi pengaduan dalam sujud pada Tuhannya.

"Fairus?" Pekik Kumala. Seteriak apapun dia, suaranya kalah dengan suara duo MC yang sedang memandu pesta.

Laki-laki itu mengangguk dan tersenyum. "Aku harus ke kamar mandi. Kamu tahu dimana letaknya?" 

Kumala tersenyum ringan, kemudian menunjuk ke lantai atas, "Belok kiri, paling ujung."

Fairus mengangguk dan berterimakasih sebelum kemudian ia melangkah menyusuri anak tangga sesuai petunjuk Kumala.

Mematung sebentar, sebelum kemudian ia tersenyum tipis dan mencari sahabatnya yang hari ini menjadi pusat perhatian semua orang, bahkan malaikat juga.

"Kumala, dari mana saja kamu?"

Ibunya menghentikan langkahnya menuju Hayati.

"Bahkan mungkin ibu tidak percaya. Bos menelepon di saat sepenting ini," Kumala mencurahkan kekesalannya. Kesal dengan siapa? Tentu saja dengan Si Bos.

"Sana, temui Hayati segera? Dari tadi dia mencarimu."

Kumala langsung melesat, membelah kerumunan dan memeluk sahabatnya dengan erat, membisikkan doa dan saling menguatkan.

"Kemana saja kamu, dosa apa aku, La, sehing-"

"Ah, maafkan aku! Sudah, sekarang nikmati jadi ratu dadakan!"

"Memang tahu bulat?"

Keduanya tertawa bahagia.

Kumala menuntun Hayati duduk ke pelaminan. Gandeng tangan mereka berakhir saat Hayati duduk dan Nabila membantunya merapikan gaunnya. Kumala tahu diri, tidak mungkin dia mendampingi Hayati di pelaminan, dia bukan anak kecil yang jadi dayang-dayang pengantin bukan?

Kumala akhirnya memberanikan diri menoleh ke arah kiri, dia sudah tahu bahwa sejak menaiki pelaminan tadi sosok pengantin pria ada di sebelah kirinya.

"Diarga!" Hayati tercekat memanggil nama itu. Sungguh dia tidak yakin sosok yang sekarang di kiri Kumala adalah Diarga. Laki-laki yang pernah ia impikan menjadi suaminya.

Kumala yang ada diantara mereka menjadi canggung. Dia memutuskan untuk turun dengan segera, namun langkahnya terhenti saat suara Diarga tertangkap gendang telinganya.

"Semoga Allah memberkahi pernikahanmu, Hayati! Doa terbaik untukmu."

Glekk!!!!

Adakah pengantin yang berdoa semacam itu? Kumala merasa aneh. Namun keanehan itu terjawab saat Fairus datang hampir menubruknya. Ah, lagi-lagi mereka hampir bertabrakan di pesta indah ini.

"Hai, Ga! Sejak kapan datang?"

"Aku bahkan menjadi saksi akad nikahmu, Bro!"

Dua laki-laki itu tertawa, mengapit Kumala dan Hayati yang tercengang maisng-masing.

"Wah, pengantinnya ada dua pasang ya ini?" Seloroh dari bawah panggung pelaminan membuyarkan semuanya.

Kumala bergegas turun, dan Diarga mengikuti. Namun Diarga sempat berpelukan dengan Fairus, membisikkan doa dan saling bercanda ala laki-laki.

Acara resepsi segera dimulai. Dan saat itu dimulai pula kecamuk di diri Hayati, Kumala, bahkan Diarga dan Fairus.[]


Kunang-Kunang SederhanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang