Bagian 12

153 12 7
                                    

Diarga yakin perempuan berjilbab itu adalah Kumala, meski dia tidak pernah paham dengan jelas wajah Kumala. Ah, lama tidak pernah berkomunimasi dengan Kumala! Sejak Kumala ke Jepang interaksi Diarga dan Kumala memang sudah terputus. Untuk masalah putik Cinta, Diarga menyerahkan komunikasi kepada Hayati. Jadi, sudah lama mereka tidak bertemu.

Dan ternyata, perempuan yang dikira Kumala itu tidak menyadari keberadaan Diarga. Dia asyik dengan kesibukannya. Menyadari keberadaannya tidak diketahui Kumala, akhirnya Diarga menarik diri dari Islamic Center dan beralih naik ke lantai 4, tempat yang ditunjukkan Fairus untuk bertemu dengan Ustadz Burhan. Kini pikiran Diarga mendadak penuh dengan file tentang Kumala, dan.....

"Rus, siapa nama perempuan itu?" Tanya Diarga saat telah bertemu dengan Fairus di tempat tinggal Ustadz Burhan. Kebetulan Ustadz Burhan sedang ke dapur mengambilkan minum untuk Diarga.

"Perempuan yang mana, Ga?"

"Yang kau lamar....."

"Jadi selama ini kau tidak pernah menyimak ceritaku?" Fairus balik bertanya, tentu saja dengan nada heran karena menurutnya ia berkali-kali cerita dengan menyebut namanya.

"Bukan begitu, Rus.... Maaf..! Aku sering lupa kalau menyangkut nama...." Diarga mengelak. Dan memang Diarga selama ini tidak pernah ingat nama perempuan yang dilamar Fairus.

"Laila."

"Oh, ternyata bukan...Kumala," Batin Diarga.

Tepat setelah sholat dhuhur akhirnya Ustadz Burhan mengajak Fairus untuk bertemu dengan Laila. Seperti ingin menjaga privasi, Diarga memutuskan untuk tidak mengikuti forum itu dan memilih ke perpustakaan masjid.

Tidak ada satu jam, Fairus sudah kembali menampakkan diri di depan Diarga yang tengah asyik membaca buku tetang budaya islami masyarakat Jepang.

"Sudah, Rus?" Tanya Diarga sambil menutup buku yang dibaca.

Fairus mengangguk.

"Tanggal berapa pernikahannya?" Tanya Diarga lagi dengan antusias.

Kali ini Fairus menggeleng.

Diarga tertegun.

Dan kesokan harinya, Diarga dan Fairus mengambil penerbangan internasional menuju Seoul. Ternyata cinta Fairus pendaratannya bukan di Jepang. "Harus mendarat dimana kau, Rus?" Batin Diarga.

Sejak pulang dari Jepang Diarga tidak pernah lagi membahas tentang cinta Fairus. Keduanya tenggelam dalam aktivitasnya masing-masing. Fairus yang bekerja di KBRI Seoul teramat sibuk dan akhir-akhir ini sering pulang larut malam. Begitupun dengan Diarga yang sudah mulai melakukan observasi lapangan untuk risetnya.

Karena tempat observasi Diarga berpindah-pindah, maka Diarga memutuskan untuk tidak tinggal di rumah Fairus lagi.

Tiga bulan berlalu, Ustadz Burhan tiba-tiba menelpon dan minta bertemu di salah satu kafe dekat Incheon Airport. Dengan perasaan tak menentu akhirnya Fairus berangkat dan memenuhi permintaan Ustadz Burhan. Sebelumnya Fairus mencoba menelpon Diarga minta untuk ditemani, tapi ternyata Diarga sedang berada di Daejeon, 170 km dari Incheon. Ah, terlalu lama... karena Ustadz Burhan 30 menit lagi akan mendarat di Seoul.

Ustadz Burhan datang ke Seoul untuk menghadiri sebuah acara di Masjid Raya Seoul. Tapi ternyata beliau datang tidak sekedar untuk itu, beliau harus bertemu dengan Fairus.

"Apa yang bisa saya bantu, ustadz?" Tanya Fairus mulai serius setelah beberapa menit saling bertanya kabar.

"Begini, Akh Fairus... Ada pesan dari Ibunya Laila..."

"Pesan dari Ibunya Laila?.... Untuk saya?" Entah mengapa, desiran itu terasa kembali di hati Fairus. Seperti saat ia ditawari Ustadz Burhan ta'aruf dengan Laila beberapa bulan yang lalu. Apakah Laila ingin meralat jawaban penolakannya? Batin Fairus dengan hati berbunga.

Ustadz Burhan mengangguk kalem. Kemudian menerangkan, "Laila mempunyai sahabat yang berencana untuk segera menikah, dan Ibu Laila berharap kalian bisa mengikhtiyarkan untuk itu?"

Glek!, Dada Fairus seketika berdebar cepat. "Maksud, Ustadz.... saya ta'aruf dengan sahabatnya Laila?"

"Begitulah..... Dia muslimah Indonesia dan sekarang tinggal di Indonesia... Ini biodata muslimah itu...."

Sebuah amplop besar warna coklat disodorkan kepada Fairus. Tentu saja amplop serupa pernah ia terima. Tapi kali ini bukan biodata Laila, melainkan punya sahabat Laila.

"Saya dapat dari Ibunya Laila langsung saat saya pulang ke Indonesia pekan lalu dan mengunjungi Ibu Laila untuk mengantar titipan dari anaknya..."

"Kebetulan saat pulang ke Indonesia saya ada urusan di daerah tempat Ibu Laila tinggal. Saat kesana ternyata Ibu Laila mengenali saya dan tahu semua tentang perjodohan kamu dan Laila yang pernah kita ikhtiyarkan." Tambah Ustadz Burhan.

"Saya tidak tahu harus bagaimana, Ustadz..." Fairus bersuara dengan jengah.

"Akhi.... Allah hanya ingin tahu jalan mana yang kita tempuh untuk menjemput jodoh kita. Urusan siapa jodoh kita Allah sudah tahu duluan... karena Dia yang menentukan.... Iya kan?"

Mata lelaki Fairus berkaca dan dengan berat ia menerima amplop itu.

"Semoga Allah memberkahi ikhtiyar kita!... dan semoga kalian berjodoh" Doa Ustadz Burhan.

"Ya Rabb, sebenarnya hati saya sudah terpaut kepada Laila. Tapi jika memang bukan Laila melainkan sahabat Laila yang menjadi jodoh saya maka persiapkanlah hati saya untuk sahabat Laila," Pinta Fairus dalam hati.

Mendadak langit Seoul musim semi kehilangan cerahnya di hati Fairus.[#bersambung]


Kunang-Kunang SederhanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang