Bagian 20

94 6 0
                                    

Baru saja Kumala keluar dari Narita Airport, HP nya berdering.

"Mala, Hayati baru saja menemui Ibu," Suara dari seberang disimak Kumala dengan seksama.

"Oh, iya, Bu. Bagaimana kabar Hayati?" Kumala menyambung dialog telepon ibunya itu sambil melambaikan tangan menghentikan sebuah taksi.

"Alhamdulillah, Besok ba'dha sholat Jum'at dia akad nikah,"

Seketika badan Kumala kaku dan tiba-tiba senyum Diarga melintas di pandangan khayalnya. Dia berdiri mematung dengan taksi telah berhenti di depannya.

"Mala tidak ingin pulang dan mendampingi Hayati saat akad nanti? Tanya Ibu Kumala.

Pertanyaan Ibu membuat Kumala tersadar dan segera menguasai diri. Ia mengurungkan taksinya dengan beberapa kali menekuk badan meminta maaf dalam bahasa Jepang kepada sopir taksi.

"Hallo!!!!Kumala!"

"Kumala coba cari penerbangan Indonesia hari ini, Bu," Jawab Kumala sambil membalikkan arah masuk kembali ke airport.

Cukup singkat, akhirnya Kumala sudah membawa tiket untuk penerbangan ke Indonesia. "Ibu, Kumala bisa pulanG. insyaallah jam dua belas malam Kumala sudah landing..." Kumala memberi kabar kepada Ibunya sebelum akhirnya ia memutuskan kembali ke apartemen untuk berkemas

Di belahan Negara yang lain Diarga juga telah mengemas barangnya. Riset sudah selesai dan itu artinya Diarga harus kembali ke Indonesia untuk mengerjakan amanahnya yang sempat terpending. Dan bagi Diarga, amanah utama yang akan dia selesaikan setibanya di Indonesia adalah amanah menikahi Hayati.

Setelah Hayati sepakat tanggal pernikahan dengannya, maka Diarga akan bertolak ke Solo, menemui Oma untuk berbagi kabar bahagianya. Ah, memikirkan skenario ini membuat Diarga bersemangat untuk segera tiba di Indonesia.

Pukul 10.35 waktu setempat, pesawat yang ditumpangi Diarga melesat menuju Indonesia. Sepanjang perjalanan, Diarga duduk terpekur memikirkan perasaannya. Ada yang aneh, karena setiap dia memikirkan rencana pernikahannya dengan Hayati, yang muncul adalah sosok Kumala, bukan lagi Hayati seperti sebelum-sebelumnya.

Adzan ashar berkumandang, saat Diarga melambaikan tangan kepada Pak mahmud yang menjemputnya di bandara. Setelah bertanya kabar melepas rindu akhirnya mereka pulang ke rumah Diarga.

"Pak Mahmud yang masak semua ini?" Tanya Diarga saat tahu di meja makan sudah tersaji beraneka masakan.

"Bukan, Pak... ini dari Ibu."

Glek!

Ibu. Panggilan itu sekarang menjadi milik sosok perempuan yang melahirkan dan membesarkan Kumala. Sosok yang telah membuat Diarga kembali memiliki Ibu setelah bertahun-tahun panggilan itu tak lagi dia ucapkan keada siapapun.

Sederet makanan di meja membuat otak Diarga memutar memori masa lalunya. Saat dia duduk selingkaran meja makan bersama dengan Kumala malam itu. Diarga ingat benar, apa saja masakan yang ada dihadapannya saat itu. Dan kini, masakan itu hadir kembali dihadapannya, sama persis. Hanya bertukar meja makan, dan..... Tak ada Kumala dan Ibunya seperti malam itu.

"Maaf, saya cerita kalau Bapak akan pulang sore ini, dan ternyata siang sebelum saya ke bandara menjemput Bapak tadi, Ibunya Kumala datang dan meminta izin untuk menyiapkan semua ini," Kata Pak Rahman menjelaskan. Diarga masih memandangi hidangan di meja makan dengan pandangan yang kalut.

"Sekarang Ibu dimana?"

"Sudah pulang, Pak. Tadi Ibu bilang ingin bersiap-siap karena nanti malam anaknya akan pulang," Jawab seorang perempuan paruh baya yang setiap hari membersihkan rumah Diarga.

Spontan Diarga melirik jam tangannya. "Kumala akan pulang malam ini?" Gumam Diarga.

Setelah bersih diri dan sholat ashar, Diarga duduk di meja makan. Perutnya mulai terasa lapar, dan aroma khas masakan nusantara membuatnya semakin bersemangat untuk menikmati hidangan yang telah disiapkan Ibu.

Usai makan, Diarga melesatkan mobilnya. Kali ini lelah tidak menghalanginya untuk bertemu Ibunya Kumal yang sejak beberapa tahun terakhir ini sudah seperti ibunya sendiri. Ada misi dalam pertemuannya dengan Sang Ibu, misi yang sangat sayang jika ditunda oleh Diarga. Misi yang sudah disiapkan sebagai misi perdananya pulang dari Seoul.

"Ibu, Kapan ibu ada waktu melamarkan Hayati untukku?"

Itulah pertanyaan Diarga kepada Ibunya Kumala sesaat setelah Diarga melepas rindu dan berterimakasih atas hidangan masakan istimewa tadi. Pertanyaan itu adalah misinya untuk menikahi Hayati, perempuan yang sempat tertunda ia nikahi.

Sontak saja sosok perempuan yang dipanggil ibu itu kaget. Belum selesai Diarga menanti jawaban, tiba-tiba matanya mengarah pada secarik foto yang tergeletak diatas tumpukan majalah yang bertengger disamping kursi tamu. Dengan sedikit tidak percaya dengan pemandangan difoto itu, Diarga meraihnya dan mata dibalik kacamata itu mengamati dengan jeli.

"Pemuda yang bersama ibu itu namanya Fairus. Dia kerja di KBRI Seoul. Diarga kenal?"

Dentum jantung Diarga mulai kehilangan ritme ketenangan. Ya, foto itu memang foto Ibu dan Fairus. "Bagaimana bisa mereka kenal?" Batin Diarga.

"Itu diambil saat Nak Fairus silaturrahim kesini bersama ustadz Burhan..." Sambung Ibu Kumala.

Diarga mulai ingat saat di Jepang ia jumpai perempuan yang mirip Kumala ternyata itu memang Kumala. Tapi bukankah saat itu Fairus ditolak oleh Laila? Dan apakah itu artinya Laila yang dulu dikejar Fairus ke Jepang adalah Kumala? Berbagaitanya mulai meruntuh di dinding batin Diarga.

Mata Diarga meliar memandang deretan poto yang terpajang di dinding ruang tamu, seolah ada yang dia cari dan ingin menemukannya dengan segera. Poto yang terpajang seolah menantang pandangan Diarga, memamerkan setiap rekam momen dan karakter tokoh yang terekam dalam jepretan kamera.

Matanya tertuju pada poto yang bergambar seorang gadis kecil berbusana karnaval. Bukan sosok dipoto yang membuatnya terpana, tapi tulisan dibagian bawah poto itu yang membuatnya tidak berkedip.

KUMALA NUR LAILA.

Laila yang diperjuangkan Fairus adalah Kumala yang dia kenal. Dan tiba-tiba mata Diarga sembab. Seperti ada yang hilang dari diri Diarga.[#bersambung]

Kunang-Kunang SederhanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang