Bagian 32

94 9 0
                                    

Subuh kali ini tak terasa dinginnya. Hawa rumah sakit sepertinya dipenuhi emosi labil Rosemita sehingga AC juga tidak membuat ruangan sesejuk udara Subuh hari yang seharusnya. Kumala telah menyelesaikan ibadah subuhnya. Biasanya dia akan beranjak menuju dapur setelahnya, namun kali ini, ia harus menghabiskan paginya di rumah sakit bersama Rosemita.

Pakdhe Mahmud telah berpamitan beberapa saat yang lalu. Dia harus menjemput Ibu untuk menggantikan Kumala yang akan ke kantor. Kondisi Rosemita sendiri telah membaik. Semalam tidak ada keluhan apapun. Dokter memang telah menjelaskan kondisinya dengan detail dan Kumala harus mentransfer informasi keadaan Rosemita kepada Ibunya agar bisa bertindak saat dia tinggal ke kantor nanti.

Jelang pukul 06.00 Rosemita telah usai bersih diri. Tentu saja dengan bantuan Kumala. Wajahnya mulai menipis kepucatannya. Tak ada luka sedikitpun di paras ayu Rosemita, namun senyumnya menghilang. Sejak di rumah Fairus kemarin, Rosemita belum nampak tersenyum sama sekali.

Tepat pukul 06.30, Ibu sudah datang bersama Pakdhe Mahmud. Bersamaan dengan itu, perawat datang membawa nampan sarapan. Kumala menawarkan untuk menyuapi, tapi Rosemita menolak, dia hanya ingin meneguk teh hangatnya saja.

Ibu memberi aba-aba agar Kumala tidak memaksakan apapun, Kumala menganut saja. Dia pamit berangkat kerja.

"Sarapan dulu, La!" Perintah Ibu.

Kumala menghampiri nakas yang ada di tepi ranjang Rosemita, namun yang dilakukan hanyalah meminum segelas jus apel, kemudian ia mencium tangan ibunya dan berangkat ke kantor.

Pakdhe mengikuti langkah Kumala, sedangkan Ibu memilih membujuk Rosemita untuk sarapan. Di luar kamar, Kumala menjelaskan kondisi Rosemita kepada Pakdhe Mahmud. Yang dijelaskan mengangguk paham, barulah Kumala pamit kerja.

Jalanan Hari Senin selalu tampak kacau dan serba buru-buru. Setiap kendaraan melaju seolah ingin lebih dahulu sampai tujuan, meski tujuan mereka berbeda-beda. Kumala memilih naik angkot untuk perjalanannya. Bukan apa-apa, sebab ia ingin mampir dahulu sebelum ke kantor. Masih ada waktu sekitar 1 jam untuk ke kantor dan itu lebih dari cukup.

Kumala menghentikan angkot tumpangannya di depan sebuah bangunan bertingkat yang menjulang gagah. Dia baru kali ini kesini, tak lain ini adalah untuk Rosemita. Dia merasa perlu menemui kakak sepupu Rosemita yang tidak lain adalah Diarga.

Gedung kantor Diarga tampak mulai ramai. Jam masih menunjuk pukul 07.00 dan sepertinya kantor ini memulai harinya lebih pagi dibanding kantor lainnya. Di tengah keramaian lalu-lalang kantor, Kumala mulai memasuki gedung dengan disapa dua satpam di bagian depan.

"Assalamu'alaikum, ada yang bisa kami bantu, Ibu!" Dua satpam itu kompak mengucap bersamaan.

Kumala tersenyum ramah kemudian menjawab salam, "Pak Diarga ada?"

Satpam saling berpandangan, "Nona Hayati ya?" Tanya salah satu diantaranya.

Kumala terkesiap, dia memilih untuk menggeleng, "Saya Kumala," Jawabnya kemudian.

"Oh, maaf! Silahkan ke meja resepsionis, Ibu Kumala!"

Kumala tersenyum kemudian mengucapkan terimakasih. Selanjutnya ia melangkah masuk lebih dalam, menuju meja resepsionis.

Salam yang sama diucap oleh resepsionis yang berparas manis. Jika banyak perusahaan besar memilih perempuan berkulit putih untuk mengisi meja resepsionis, ternyata perusahaan Diarga sebaliknya, perempuan manis dengan kulit sawo matang yang terpilih. Namun untuk keramahan dan sopan santunnya level 'great' pastinya.

Kumala mengulang kalimatnya tadi, "Pak Diarga ada?"

Resepsionis itu tersenyum ramah kemudian bertanya balik, "Apakah Anda bernama Nona Hayati?"

Kunang-Kunang SederhanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang