Bagian 35

91 10 0
                                    

Undangan yang tersebar tertulis waktu acara adalah pukul 19.00 usai sholat isya'. Namun dengan jumlah keluarga Rosemita sendiri, sejak jelang maghrib rumah sudah sangat ramai. Setelah di-breafing Oma beberapa menit, akhirnya semua sudah mulai bersiap untuk melaksanakan tugasnya masing-masing. Segala keperluan dilakukan cek akhir dan tepat pukul 16.30 barulah diketahui bahwa souvenir yang dipesan tadi pagi belum datang.

Diarga mencoba menghubungi pihak toko, tapi sambungan teleponnya sibuk terus, hingga saat ia sudah berhasil menelpon, kabar mengejutkan harus diterima semua orang.

"Souvenir dikirim ke kantor."

"Apa??!!!!" Semua berteriak serempak.

"Tadi aku kasih kartu namaku, dan bilang 'kirim ke rumah', ternyata malah dikirim ke kantor," Diarga mencoba menjelaskan.

"Kau harus bertanggungjawab, Ga!" Kakak sepupu Diarga menepuk bahu Diarga seolah sedang main drama scene yang memilukan.

"Sabar, Ga, ini ujian bagi jomblo!" Sambung Kakak sepupunya yang lain.

Semua tertawa, dan memutuskan Diarga harus mengambil ke kantor. Kumala ditunjuk untuk menemani Diarga mengambil souvenir itu, sementara Rosemita dibantu saudara sepupunya yang lain untuk bersiap.

Sepanjang perjalanan ke kantor Kumala hanya diam. Sesekali dia hampir memejamkan matanya. Di belakang kemudi, Diarga fokus dan berusaha mengurai kemacetan. Dia berharap tidak terlambat untuk pulang.

Jarak kantor dengan rumah cukup dekat sebenarnya, namun kemacetan membuat waktu terasa lama. Kumala akhirnya tumbang, ia tertidur.

Diarga hanya menggelengkan kepala, menyadari betapa Rosemita telah menyiksa Kumala dengan segala egoismenya beberapa hari ini, hingga Kumala begitu tampak kelelahan.

"Aku istirahat sebentar ya, Ga?" Pinta Kumala sambil memijit keningnya.

"Boleh."

Kumala langsung larut dalam tidurnya, matanya yang terpejam sampai tidak menyadari bahwa mobil telah berhenti di depan sebuah kantor. Dia sempat terbangun dan menyaksikan gedung yang bangunannya menjulang keatas, namun Diarga melarangnya turun dan ia memastikan sanggup membawa souvenirnya dengan bantuan satpam yang masih berjaga, bahkan Kumala seperti dejavu saat melihat tiga satpam berjaga di pintu depan kantor ini.

Kepala Kumala tiba-tiba terasa pening, keringat dingin mulai keluar dan matanya terasa panas. Tubuhnya sangat lemas dan seolah tidak ada tenaga yang tersisa. Bahkan saat Diarga masuk dan kembali duduk di kursi kemudi, Kumala berusaha menguasai dirinya, tapi kondisinya yang sakit diketahui Diarga sesaat setelah ia menyalakan mesin mobil.

"Are you okey?" Tanya Diarga.

Kumala masih memijit kepalanya tanpa menggeleng atau mengangguk.

Diarga kembali keluar dan memanggil satpam. Setelah menginstruksi sebentar dia kembali melihat Kumala. Dalam hitungan beberapa menit, satpam dengan cepat kembali dan menyodorkan segelas teh hangat. Diarga menerimanya sambil berterimakasih kemudian mengoper teh itu kepada Kumala.

"Minum dulu, La!" Perintah Diarga.

Kumala perlahan membuka matanya, meski dengan pandangan yang cenderung buram ia berusaha menerima segelas teh itu dan meminumnya dengan perlahan.

Posisi duduknya mulai tegak, dan Kumala masih terus menyesap teh hingga hampir separuh gelas tandas. Diarga dan satpam itu masih berdiri di luar mobil sambil berbincang ringan. Setelah teh benar-benar menghilang dari gelas bening itu, Diarga menengok Kumala sambil menyodorkan dua sachet obat herbal yang iklannya bilang sangat ampuh mengusir masuk angin dalam sekejap.

Kunang-Kunang SederhanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang