Seul-Ji berdecak seraya berkacak pinggang, menatap Tae-Hyung yang secara tiba-tiba berubah menjadi seorang bayi besar.
Sejak memasuki waktu makan malam, Tae-Hyung terus-menerus merengek meminta pizza dan pasta. Tidak ada yang dapat Seul-Ji lakukan selain mengiyakan apa yang Tae-Hyung inginkan.
"Sayang, aku lapar."
Seul-Ji memutar matanya gemas. Tae-Hyung benar-benar berusaha keras untuk mendapatkan hati Seul-Ji sejak tadi.
"Aku sudah memesan apa yang kau mau, Tae-Hyung!" geramnya.
Tae-Hyung yang sedang berguling-guling di atas sofa pun menatap Seul-Ji dan tersenyum konyol. Ia menunjukan jejeran gigi rapihnya dan mengacungkan kedua ibu jari tangannya ke hadapan Seul-Ji.
"Aku mencintaimu! Kau memang yang terbaik."
Walaupun Tae-Hyung sudah mengucapkan hal itu berkali-kali, namun dengan bodohnya Seul-Ji tetap merasakan debar yang sama.
Namun, dengan cepat Seul-Ji menyangkal perasaan berbunga yang tiba-tiha muncul. Membiarkan sesak menguasai dadanya.
Karena kenyataan pahit bahwa dia tidak mencintaimu lebih baik daripada kau tenggelam dalam ekspetasi yang lebih menyakitkan.
Meninggalkan Tae-Hyung yang sedang mencoba mengalahkannya. Namun, saat knop pintu sudah dalam genggaman, lengan besar Tae-Hyung justru menguncinya dari sisi kanan dan kiri.
Tidak memiliki sedikit keinginanpun untuk menoleh, Seul-Ji bertanya tanpa berbalik, "Ada apa?"
"Aku lapar."
Seul-Ji berdecak, masih enggan untuk menoleh. "Aku sudah memesan makananmu. Saat bel berbunyi, kau hanya perlu membuka pintu dan memberikan uangmu kepada orang yang mengantarkan makananmu."
"Aku berubah pikiran. Aku sudah tidak ingin memakan pizza dan pasta."
Tae-Hyung mengatakan hal itu dengan suara serak yang dalam. Layaknya alunan melodi yang memabukan dan dapat membuatmu tertidur.
"Apa lagi yang kau inginkan sekarang?"
"Kau."
Terlalu cepat. Tae-Hyung menjawab pertanyaan Seul-Ji seperti seseorang yang refleks. Cepat dan dapat membuatmu berdebar.
"Tae-Hyung, jangan gila!"
Tae-Hyung menggeleng di balik punggung Seul-Ji. Menatap leher gadis itu dan sebuah tanda kemerahan yang ia buat. Kemudian, mengayunkan tangannya ke arah tanda kemerahan itu hingga membuat Seul-Ji menegang.
"A-apa yangㅡ"
"Jangan berbicara apapun. Aku tidak ingin mendengar penolakan dari bibir manismu."
Seul-Ji semakin menegang kala kepala Tae-Hyung semakin mendekat. Hembusan napas panas Tae-Hyung terasa menggelitik di sekitar lehernya.
Seul-Ji mempererat genggamannya pada knop saat merasakan bibir Tae-Hyung sudah sangat dekat dengan lehernya. Namun, suara bel benar-benar membuat keduanya terkejut.
Seul-Ji memutar knop pintu secepat mungkin, sedangkan Tae-Hyung segera berjalan ke pintu. Keduanya berdebar, namun bersikap seolah tak ada yang terjadi.
Setelah menyelipkan dirinya dari pintu untuk masuk ke dalam kamar, Seul-Ji merosot di balik pintu. Merasakan kepalanya sakit secara tiba-tiba.
Tangan kanannya terangkat, meremas kaus berwarna dongker dengan gambar sebuah bibir yang dibalut lip stick merah terang dengan taburan glitter pada bagian dada. Menahan sesak yang menjalar begitu menyadari Tae-Hyung hanya bermain-main dengannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Damn Taehyung
FanfictionKarena penipuan penjual apartemen, Cha Seul-Ji terpaksa tinggal dengan pria yang baru belakangan ini ia kenal, Kim Tae-Hyung. Walaupun Tae-Hyung tampan, keren, dan pintar. Tetap saja, sekali ia mesum dan menyebalkan. Ia tetap mesum dan menyebalkan. ...