Bagian 16 : Lost

15.7K 2.1K 201
                                    

Atmosfer di sekitar Tae-Hyung membuat Seul-Ji resah. Bahkan ketika Tae-Hyung malam ini memutuskan untuk tidur di sofa, Seul-Ji tetap merasa gelisah.

Oh Tuhan, apa pendingin ruangan rusak? Kenapa rasanya tidak nyaman sekali.

Seul-Ji menghela napas, memutuskan untuk berjalan ke dapur dan minum air dingin. Namun, Seul-Ji hampir saja berteriak kala melihat Tae-Hyung yang kini sedang berdiri di depan pintu, ikut terkejut.

Seul-Ji kembali mengendalikan air mukanya, menatap Tae-Hyung datar dan melewati Tae-Hyung begitu saja.

Ya, begitu saja. Bahkan Tae-Hyung tidak menahannya dan menjelaskan apa yang menyebabkan dirinya berdiri di depan pintu kamar.

"Besok siang aku akan pindah dari sini. Aku akan tinggal di apartemen dekat rumah sakit Da-Hyun. Ah, maaf. Kau bahkan tidak akan peduli tentang hal itu," ujar Tae-Hyung.

Dada Seul-Ji mencelos begitu saja. Rasanya hampa, bahkan hanya dengan Tae-Hyung mengatakan hal itu dapat membuat hati Seul-Ji hampa seketika.

Seul-Ji berlagak tidak peduli. Gadis itu tetap melanjutkan langkahnya menuju dapur. Seul-Ji membuka rak, mengambil gelas.

Kepalanya kembali memutar kejadian yang baru beberapa detik berlalu. Omongan Tae-Hyung terngiang di telinganya, membuat perut Seul-Ji melilit dan dada Seul-Ji mendadak sesak.

Dalam hati Seul-Ji meringis, Da-Hyun pasti berbohong padanya, 'kan? Tae-Hyung menyukainya? Hah, omong kosong!

Seul-Ji duduk di meja makan, meminum air dingin yang tadi ia tuangkan ke dalam gelas. Gadis itu berjalan menuju jendela, membukanya lebar-lebar.

Suasana kota yang ramai, namun tetap membuat Seul-Ji merasa kesepian.

Seul-Ji sedikit terkejut kala Tae-Hyung membuka rak dan ikut menuangkan air ke dalam gelas yang baru diambilnya dari dalam rak. Tae-Hyung melirik Seul-Ji yang kini tak menganggapnya ada.

Tae-Hyung menghela napas diam-diam. Menatap punggung Seul-Ji dengan bingung. Gadis itu membingungkan. Tae-Hyung tidak mengerti.

"Kenapa kau ingin pindah?"

Tae-Hyung tersentak dengan pertanyaan itu, kemudian menoleh cepat. Menatap Seul-Ji yang masih menatap keluar jendela.

"Seharusnya kau sudah tau alasannya," jelas Tae-Hyung.

Seul-Ji menoleh malas, menatap Tae-Hyung jengkel.

"Apa? Bahkan kau tidak menjelaskan apa-apa kepadaku!"

"Memangnya apa yang harus aku jelaskan? Kita bahkan bukan siapa-siapa."

Seul-Ji menggeram, hampir meremas gelasnya atau melemparkannya ke wajah Tae-Hyung.

"Apa sih maumu?! Senang sekali melihatku meledak-ledak seperti orang kesetanan!"

Tae-Hyung mengangkat bahu acuh. "Maaf. Aku tidak bermaksud."

"Oh, Tuhan."

Seul-Ji melirih gemas. Menaruh gelasnya dan berjalan cepat meninggalkan dapur. Terlalu malas untuk berdebat kusir dengan Tae-Hyung.

Tae-Hyung menghela napasnya panjang ketika mendengar suara pintu dibanting. Pria itu menaruh gelasnya setelah meneguknya sampai habis, kemudian duduk di bangku seraya memegangi kepalanya yang seolah akan meledak.

"Bukankah secara tidak langsung aku sudah mengaku kalah? Apa lagi salahku, Tuhan?"

"Apa aku harus terang-terangan mengaku bahwa aku menyukainya dan mengatakan aku pergi karena sudah kalah?"

Damn TaehyungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang