Bagian 33 : The End

10.7K 1.1K 52
                                    

Apa kalian pernah mengharapkan akhir yang bahagia? Atau justru kalian membenci akhir yang bahagia karena semua itu hanyalah skenario semata?

Aku, Cha Seul-Jiㅡmaksudku Kim Seul-Ji, suka akhir yang bahagia. Namun, sayangnya akhir cerita ini bukanlah kebahagiaan. Melainkan awal baru untuk masalah yang akan dihadapi selanjutnya.

Kini aku sudah memiliki seorang putra bernama Kim Tae-Ji tentu saja hasil dari pernikahanku dengan Kim Tae-Hyung.

Ah, malu sekali menjelaskannya. Namun, yang sudah pasti terjadi, baik aku dan Tae-Hyung, Yoon-Ji dan Ji-Min serta anak mereka, Park Ji-Yoon, hidup bahagia bersama.

Lalu, dimana letak akhir yang tidak bahagianya?

Biar aku beri tahu. Siang ini, tanpa sengaja terjadi reuni kecil-kecilan di sebuah perusahaan fashion yang sedang mendunia saat ini, JeJK.

Keluarga kecilku serta Yoon-Ji dan keluarga kecilnya pula ikut diundang untuk menghadiri pesta mewah yang diadakan untuk merayakan  pembukaan 35 cabang JeJK di beberapa negara maju karena tingginya minat konsumen.

Coba tebak siapa pemilik perusahaan fashion yang sedang melejit di beberapa negara maju itu? Si pengusaha muda yang sedang menjadi buah bibir karena ketampanan dan ketekukanannya hingga dapat membuat brand yang dicari-cari dan difavoritkan oleh banyak orang bahkan saat baru saja keluar.

Si tengil, Jeon Jung-Kook.

Di samping Jung-Kook ada Lee Min-Ji yang menjabat sebagai sekertarisnya. Mereka tampak serasi, hingga aku kira mereka sudah menikah pada awalnya.

Namun, entah apa alasannya, ternyata hubungan mereka tidak lebih dari partner kerja. Tidak lebih dari itu. Saat aku tanya pun, Min-Ji tidak menjelaskan apapun padaku.

"Sungguh pertemuan tidak terduga," ucapku pada Jung-Kook yang kini tampak sangat tampan dan lebih sopan.

"Aku mengundang pasangan legendaris ke sini, Yoon-Ji dan Ji-Min sunbae. Aku harap kalian menikmati pestanya," ucap Jung-Kook seraya menjabat tangan Ji-Min dengan formal.

"Dia masih tengil seperti dulu," bisik Tae-Hyung padaku hingga membuatku hampir tertawa.

"Tapi setidaknya dia menjadi lebih berwibawa sekarang," sahutku berbisik pula.

Aku lihat Jung-Kook menunduk sopan kepada Tae-Hyung hingga Tae-Hyung kikuk sendiri. Namun, entah apa yang dilihat Jung-Kook dari Tae-Hyung, dia nampak sedih.

Ah, benar juga. Kim Da-Hyun.

"Mau membicarakan soal bisnis di kantorku?" tanya Jung-Kook penuh arti.

Aku melirik ragu pada Ji-Min dan Yoon-Ji yang tampak mengerti. Aku menatap Tae-Hyung yang ragu-ragu, sama sepertiku.

"Hanya kita berlima," jelas Jung-Kook berusaha membuatku paham.

Aku membaca gerakan tubuh Jung-Kook yang benar-benar memohon agar aku mengiyakan ajakkannya. Kemudian, tanpa memperdulikan keraguan Tae-Hyung, aku mengiyakan cepat.

***


"Apa tidak apa-apa meninggalkan anak kami dengan Min-Ji?" tanya Yoon-Ji tampak khawatir.

Aku tersenyum kepada Yoon-Ji. "Tidak apa-apa. Min-Ji itu bisa diandalkan."

Yoon-Ji memberikanku cengiran aneh. "Ji-Yoon itu gadis nakal dan sedikit tomboi. Aku khawatir dia akan membuat Min-Ji kerepotan."

Aku lihat Tae-Hyung dan Ji-Min hampir tertawa kalau saja Yoon-Ji memberi ancaman lewat kepalan tangannya.

Saat pintu ditutup rapat oleh Jung-Kook, secara naluri kami duduk dengan tegak. Seperti akan mengadakan rapat.

"Aku... sebenarnya aku mengundang kalian ke sini memang ada maksud lain," jelas Jung-Kook tampak gugup.

Tangannya mengeluarkan sesuatu dari kantung jasnya. Sebuah surat dengan tinta merah menyala yang membuatku sedikit merinding.

"Apa itu?" tanyaku reflek.

"Surat ancaman, sekaligus pemberitahuan bahwa kematian Da-Hyun adalah sebuah pembunuhan," jelas Jung-Kook tampak sangat frustasi.

Dudukku yang sudah tegak semakin bertambah tegak ketika mendengar penjelasan Jung-Kook. Tae-Hyung yang duduk di sampingku diam membeku dan menatap Jung-Kook tidak terima.

"Jangan main-main denganku, bocah," ucap Tae-Hyung tajam dan penuh ancaman.

Tanpa aba-aba, Yoon-Ji mengambil kertas tersebut dan membacanya bersama Ji-Min.

Entah kenapa, melihat Yoon-Ji tampak panik dan ketakutan membuatku ikut merasakan kengerian yang menyelimuti Yoon-Ji.

Dengan hati yang mantap, aku mengambil surat tersebut dan membukanya.

Tulisannya sangat berantakan dengan tinta merah yang menodai bagian kertas yang tidak terisi tulisan dengan abstrak. Kata demi kata yang tertulis memiliki ukuran dan ketebalan tinta yang berbeda-beda. Seperti sengaja ditulis dengan asal supaya tidak ketahuan.

Tulisannya berisi seperti ini :

Kapan kau akan melihatku, Kook-ie? Aku telah membunuh si Kim itu. Apa aku juga harus menyingkirkan si Lee itu juga untuk bisa mendapatkanmu, Kook-ie?!

Aku merasa ngeri begitu saja selesai membaca surat tersebut. Aku menatap Jung-Kook yang tampak sangat frustasi itu. Begitu pula dengan  Tae-Hyung yang tampak berusaha menahan emosinya agar tidak meledak saat ini juga.

"Aku bingung.  Aku tidak tahu lagi harus apa. Aku sungguh bingung setiap kali membaca surat itu. Aku menyesal, aku juga kecewa. Pada diriku sendiri, pada pengirim surat itu, padamu, dan pada Da-Hyun," jelas Jung-Kook yang entah mengapa tampak sangat rapuh saat ini.

Aku menatap Tae-Hyung yang tampak sangat terpukul lebih dari siapapun.

"Sudah bertahun-tahun aku menjalani hidup dengan normal setelah kematian Da-Hyun karena aku kira semua itu karena penyakitnya. Namun, kau tau apa yang aku rasakan saat ini? Aku dendam.  Aku marah. Aku akan mencari pembunuh itu dan membunuhnya pelan-pelan! Keparat!" seru Tae-Hyung tak terkontrol. Siap untuk maju dan menerjang Jung-Kook.

Ji-Min segera menarik tubuh Tae-Hyung yang semakin tak terkendali. Sangat siap untuk membuat Jung-Kook babak belur saat ini juga.

"Kalau saja kau tidak mengenal adikku! Kalau saja pada saat itu aku ada di sampingnya! Kalau saja kau tidak membuat adikku jatuh hati! Kau keparat sialan, Jeon Jung-Kook!" seru Tae-Hyung semakin membabi buta.

"Tae-Hyung, tenanglah! Kita cari solusinya bersama-sama. Semuanya sudah terjadi. Percuma saja kalau kau memakinya. Tenanglah, lebih baik kita cari jalan keluarnya," jelas Ji-Min yang semakin panik karena sulit menahan Tae-Hyung.

Tae-Hyung menurut. Aku langsung mendekapnya walaupun sedikit malu karena banyak yang melihat. Berusaha menenangkannya yang kini menangis seperti anak kecil.

"Ah, benar! Eun-Woo Oppa!" seru Yoon-Ji yang membuatku segera tersadar.

"Benar! Kita akan meminta bantuan kepada kakak Seul-Ji untuk mencari si pembunuh itu," jelas Ji-Min yang tampak sedikit lega.

Aku mengangguk dan Jung-Kook pun bersandar dengan napas yang berangsur-angsur berubah tenang.

"Benar. Kenapa aku tidak memikirkannya, ya? Meminta bantuan kepada detektif."


To be continued...

Untuk chapter terakhir ini dan epilog, aku akan membuatnya jadi sudut pandang Seul-Ji.

Nanti chapter ini bakal ada di JJS. Ini inti konfliknya. Jadi JJS nanti akan berbeda karena akan ada unsur crime-nya hohoho :'v

See ya!

Kita akan langsung ketemu epilog nanti ^___^

Damn TaehyungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang