Chapter 9 | Investigasi (Bag.3)

11 1 0
                                    


"memangnya seperti apa proyek itu?" gumam Slamet yang terlihat dari kemarin malam tidak tidur. Terlihat waktu menunjukan pukul dua pagi. Setelah Winardi meninggalkan tempat itu Slamet tak' henti-hentinya memikirkan tentang proyek yang diucapkan Alexis.

"Slamet ini kubawakan kau kopi" ucap Mindarwati yang membawakan dua cangkir kopi dengan nampan berwarna abu abu.

"ohh terima kasih" balas Slamet.

"hei memangnya kau masih memikirkan tentang proyek tersebut?" ucap Mindarwati membuka pembicaraan sambil mengeluarkan sebatang rokok dari dalam jaketnya yang lalu menaruhnya di atas meja yang terletak diantara mereka berdua.

"iya, aku bingung kenapa dengan wilayah tersebut."

"ohh begitu, rokok?" ucap Mindarwati sambil menyodorkan bungkus rokok yang terbuka tutupnya."

"boleh" 'CKLEK! shhhh ahh'

"sepertinya kita tidak usah terlalu ikut campur dengan hal politik Slamet, sepertinya itu bisa membahayakan kita." Ucap Mindarwati.

"benar juga, tapi bisa saja proyek itu merugikan masyarakat banyak. Aku takut itu bisa berdampak kepada warga sipil" dengan sebatang rokok di ujung mulutnya.

"tapi bagaimana dengan nasib kelompok kita? Bukankah itu bisa berdampak lebih awal jika kita terlibat?"

"bisa jadi"

"......"

"hei, apa kau keberatan melakukan perjalanan panjang?"

"tidak, memangnya kenapa?"

"aku ingin kau menyelidiki langsung ke lapangan tentang proyek tersebut"

"tunggu - tunggu.. apa kau serius?!"

"iya aku serius"

"...."

"ayolah, bukankah kau suka dengan yang menantang?"

"berarti nanti aku akan menyusuri gurun pasir yang panas?"

"iya"

"dan aku bisa saja mati dehidrasi karena kekurangan air atau aku bisa saja di terkam oleh predator berbisa?"

"tentu saja"

"kau gila."

"bagaimana? Tertarik?"

"baik aku ambil"

Keesokan paginya Mindarwati sudah terlihat rapih dengan menggunakan mantel panjang berwarna coklat muda. Di dalam mantel itu terlihat jaket kulit berwarna coklat tua seperti batang pohon yang di lengan kiri nya terdapat 'patch' dengan tulisan 'One Shot One Kill'. Tak' lupa juga sepatu boot berwarna hitam panjang sampai lutut ikut menemani perjalanan yang akan ditempuh Mindarwati bermil-mil. Di tangan kanannya, ia membawa koper berwarna abu abu tua yang isinya adalah senapan laras panjangnya yang sudah di bongkar dan tersusun rapih di dalam koper tersebut. Di bahu kanannya tergantung tas yang isinya hanya makanan dan air minumnya.

"kau siap?" tanya Slamet. "baiklah, apa ada yang ingin kau titipkan sebelum aku berangkat?" balas Mindarwati sembari menaiki pelana kuda yang berwarna coklat tersebut.

"sepertinya tidak" jawab Slamet. "baiklah aku berangkat dulu." Pamit Mindarwati.

"oiya Mindar ini!" ucap Slamet sambil melempar sesuatu kearah Mindarwati. "apa ini?". "itu akan berguna nanti". Jawab Slamet. Dengan senyuman saja Mindarwati membalas Slamet.

Mindarwati pun pergi dan perlahan bayang-bayang dirinya menghilang ditelan rimbunan pepohonan di sekitar kediaman Slamet dan kawan - kawan.

Nusan Tara ( Book 1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang