Chapter 24 | Pertempuran Awal

2 0 0
                                    

"......" 'Ckkk!' dengan sedikit menggigit giginya Slamet hanya menggerutu. Terlihat wajah Slamet yang mulai serius menghadapi masalah ini. Untuk apa mereka membawa pasukan satu skuadron kalau bukan untuk bertempur? Mungkin itulah pikir Slamet yang terrefleksikan oleh garis - garis wajahnya.

"Slamet, kita harus segera menyusun strategi untuk menghadapi mereka!" ucap Mindarwati yang membuyarkan pikiran Slamet.

"baik - baik, aku pikirkan dulu sebentar" balas Slamet yang tidak sedikit pun menolehkan pandangan matanya ke arah Mindarwati.

"...." Mindarwati pun hanya terdiam melihat respon Slamet yang seperti itu.

Langsung saja Mindarwati tanpa basa - basi mengambil jaketnya yang berwarna coklat itu dan pergi ke kamarnya yang ada di lantai dua. Sesaat kemudian ia kembali dengan pakaian siap tempur. Dimulai dari rompi antipeluru yang dikenakannya dan pistol yang terikat di bagian paha kirinya dan pinggang belakangnya menambah kepastian bahwa memang ia sudah siap bertempur. Terlebih lagi dengan senapan mesin berlaras panjang beramunisi tiga puluh peluru yang mirip seperti senapan AK-47 berwarna hitam layaknya pasukan khusus. Di pundaknya sendiri pun bergantung sebuah senapan berat berkaliber 50.cal yang siap menembus jantung siapa saja apabila peluru itu dihempaskannya dari jarak yang meskipun terbilang lebih dari satu kilometer. "aku tunggu perintahmu Slamet!" ucap Mindarwati dengan nada tegas. Slamet hanya melirik Mindarwati sebentar dan langsung kembali ke lamunannya itu. setelah beberapa lama Slamet berpikir. Akhirnya ia angkat bicara.

"Mindar, cepat! Copot kembali pakaian tempurmu itu! kau masih belum sembuh total, biar aku dan Aris saja yang membereskan masalah ini" ucap Slamet.

"tapi-" belum sempat Mindarwati melanjutkan dialognya. Ia sudah diyakinkan Slamet hanya dengan tatapannya kepada Mindarwati. Karena hal itu Mindarwati menuruti apa yang Slamet inginkan. Ia juga percaya bahwa Slamet pasti memiliki alasan untuk menyuruh Mindarwati tidak ikut ke medan perang bersamanya.

"sekarang kau istirahat saja dulu, biar aku dan Aris yang menyelesaikannya. Kau kan sudah memiliki bagianmu saat di Purajaya, maka dari itu percayakan ini kepada kami" penjelasan singkat Slamet untuk sedikit meyakinkan Mindarwati. Dan lagi - lagi Mindarwati menuruti apa yang Slamet katakan. Ia pun pergi ke kamarnya dan mengistirahatkan tubuhnya yang sudah panas beberapa hari lalu.

Setelah Mindarwati pergi ke kamarnya. Slamet pun menyusul dengan masuk ke kamarnya sendiri dan mengambil jubah perangnya yang berwarna hitam serta sebilah pedang panjang layaknya ksatria - ksatria kerajaan pada saat abad pertengahan dulu. 'WUSSSHHH' kibasan Slamet menambah kesan ksatria saat ia mengenakan jubahnya dengan cara diayunkan ke belakang.

"Aris, apa kau siap?" tanya Slamet dengan sedikit senyuman.

"ayo!" jawab Aris singkat yang nampaknya ia sudah siap dengan peralatan tempurnya. Mulai dari pakaian tempurnya yang berwarna hitam yang seperti ninja dan pedang pendek yang terikat kencang di pinggang belakangnya.

Mereka pun akhirnya berangkat menggunakan kuda dan hilang ditelan kegelapan hutan di malam hari.

"Aris, sepertinya mereka masih berada di hutan Ogad di selatan. Apa kau ingat jurang yang pernah kutunjukkan waktu itu?"

"ya ya aku ingat"

"kita akan menggiring mereka ke sana"

"tapi bagaimana caranya?" dengan sedikit ekspresi keheranan Aris meminta penjelasan yang lebih rinci.

"kita akan berpura - pura menjadi monster penjaga hutan Ogad. Tenang saja mereka tidak akan menyadari kita karena kurangnya cahaya di sana dan pohon - pohon yang menjulang tinggi semakin mempersulit penglihatan mereka" jelas Slamet yang memacu kudanya dengan sangat cepat.

"baiklah aku mengerti" balas Aris.

Beberapa menit kemudian mereka memberhentikan kudanya yang menandakan mereka sudah berada di posisi yang sudah ditentukan.

"hei, kau lihat itu?"

"mana?"

"itu! mereka bodoh sekali menyalakan api unggun dalam hutan gelap seperti ini dan mereka sedang dalam situasi akan berperang. Tentu itu akan menarik banyak perhatian mengingat penerangan di hutan ini sangat minim"

"oke oke aku lihat. Aku akan mengambil jalur atas. Kau yang bertanggung jawab di darat oke?"

"baik"

"okee ayoo!" ucapan itu menjadi pertanda mereka memulai pergerakan mereka. Aris yang menaiki pohon dengan cepat dilanjut dengan larian Slamet yang mencari posisi aman untuk memulai operasi jebakan tersebut menjadi langkah awal mereka. Perlu digaris bawahi bahwa Slamet memang dulunya adalah prajurit spesialis geriliya dan ditambah dengan aris yang dulunya adalah kepala pasukan di Elang Hitam menjadikan duet mereka di tengah kegelapan hutan menjadi sebuah arena yang biasa bagi mereka berdua.

Serangan pertama dilancarkan oleh Aris dengan melemparkan beberapa shuriken ke arah api unggun tersebut yang membuat kayu - kayu yang tertumpuk membentuk api unggun tersebut berantakan dan apinya pun pecah ke mana - mana. Setelah serangan itu, dilanjutkan oleh Slamet yang menggesek - gesek kan pisaunya ke kulit pohon Ukod sehingga menimbulkan suara dengan desibel tinggi, mirip seperti rintihan siksaan dari neraka. Serangan mereka ternyata efektif untuk membuat satu skuadron pasukan Pedang Kebenaran kocar - kacir karena kurangnya pengalaman mereka dalam bertempur. 'AHHH!' rintihan prajurit - prajurit itu menggema ke seluruh penjuru hutan.

Lanjut ke serangan kedua. Setelah merasa mereka sudah turun mentalnya. Slamet dengan gerakan - gerakan indah dan cepat mulai menebas satu per satu prajurit itu dengan pedangnya. 'SRETT!' 'SRETTT!' 'SRETT!' cepat dan akurat. Itulah yang terjadi pada mereka yang bernasib sial karena harus dijadikan santapan empuk bagi komandan Sayap Kebebasan. Tentu saja serangan Slamet ini tidak membabi buta. Ia menebas beberapa prajurit agar mereka semua diarahkan menuju jurang yang sebelumnya Slamet sebutkan tadi. Dibantu juga oleh Aris dari atas pohon mereka akhirnya mulai tergiring mendekati jurang itu. karena kondisi yang gelap dan situasi mereka yang panik karena ketakutannya terhadap kematian serta kurangnya pengalaman membuat mereka sangat mudah digiring ibarat menggiring domba - domba untuk masuk ke kandang. Hampir sekitar jarak lima meter dari jurang Slamet dan Aris menghentikan serangan mereka. Dan menunggu agar mereka jatuh dengan sendirinya.

'AHHHHHHHH!!!!!!!' seketika seluruh pasukan satu skuadron itu pun terpeleset karena jalan yang mereka tempuh sudah habis dan dilanjutkan dengan jurang tajam itu. satu per satu prajurit - prajurit itu pun terpeleset dan jatuh. Terlebih di bawah jurang itu terdapat aliran sungai yang dangkal tetapi bebatuan yang sangat besar dan sedikit tajam menjadikan tempat pendaratan yang tepat untuk menjemput kematian. Terdengar dari tempat Slamet dan Aris benturan tengkorak kepala dengan batu - batu itu sangat jelas. 'PRAKKK!!'.

"hufttt... sepertinya kita harus melanjutkan pembantaian ini ke markas mereka Aris" ucap Slamet setelah tragedi itu selesai.

"....." Aris hanya terdiam.

"apa kau siap?" lanjut Slamet.

"ayoo kita selesaikan semua ini!" jawab Aris yang langsung membalikkan badan dan pergi menuju kudanya.

a

Nusan Tara ( Book 1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang