Mindarwati berangkat saat matahari belum menampakan wujudnya di muka bumi ini. Ia takut ketinggalan kereta. Karena kediaman Sayap Kebebasan dan ibu kota Naga Emas membutuhkan waktu sekitar dua sampai tiga jam. Di perjalanan Mindarwati banyak menemukan warga lokal yang menemaninya di perjalanan menuju ibu kota. Warga lokal adalah masyarakat yang mendiami desa - desa kecil yang ada di pinggiran ibu kota dan masih masuk ke dalam wilayah kekuasaan Naga Emas. Tujuan mereka datang ke ibu kota pagi - pagi buta adalah karena sebagian mereka memang memiliki lapak dagang di ibu kota dan karena durasi perjalanan nya membutuhkan waktu berjam - jam maka dari itu mereka tidak ingin ketinggalan untuk mencari nafkah bagi keluarganya.
"hmm mungkin orang - orang tidak akan begitu mengenali aku" gumam Mindarwati sambil mengendarai kudanya dengan perlahan mengikuti arus lalu lintas di jalan menuju ke ibu kota.
Terlihat di kanan dan kirinya masyarakat desa yang mengendarai kuda dengan membawa kargo di belakangnya. Baik pria maupun wanita pun sama - sama berjuang untuk menafkahi keluarganya masing - masing. Maka dari itu inilah salah satu alasan Slamet membenci peperangan yang berdampak kepada warga - warga desa tak' bersalah itu.
Setelah dua jam berlalu, akhirnya Mindarwati tiba di pintu gerbang ibu kota Naga Emas, Pajajaran. Terlihat gerbang tersebut berbentuk seperti pintu biasa yang terbuat dari Baja yang sangat tebal dan terlihat kokoh. Gerbang tersebut di cat warna emas dan di pintu tersebut tertulis Pajajaran yang apabila gerbang tersebut dibuka maka tulisan tersebut itu terbelah menjadi dua.
Dari kejauhan sudah terlihat aparat Naga Emas yang mengenakan seragam khasnya, yaitu pakaian lengan panjang seperti jaket berwarna hijau tua dan celana katun yang berwarna sama. Di bagian kepala terdapat topi yang pas dikenakan dan terlihat tegas. Selain itu, mereka juga dilengkapi dengan senjata api laras panjang karena sudah menjadi standar kelengkapan militer Naga Emas untuk mewajibkan setiap anggotanya untuk membawa senjata api yang sudah dijadikan standarisasikan oleh pemerintah setiap kali bertugas. Salah satu diantaranya adalah senapan laras panjang itu atau bisa disebut 'SS1'.
"huftt.. semoga saja mereka tidak mengenaliku" gumam Mindarwati dengan raut wajah yang lesu. Memang semakin mendekat ke pintu gerbang Pajajaran, barisan lalu lintas semakin menyempit sampai membentuk satu barisan di jarak kurang lebih sepuluh meter dari pintu gerbang. Arus tersebut dibuat agar lalu lintas keluar masuk ibu kota tetap terawasi oleh aparat. Semakin dekat juga Mindarwati dengan kawanan singa yang apabila mereka tahu bahwa Mindarwati adalah salah satu anggota kelompok pembunuh bayaran yang dicari oleh pemerintah akan berubah menjadi singa ganas yang sedang kelaparan. Kalaupun Mindarwati tidak ketahuan, tetap saja ia akan di tahan karena di kopernya terdapat Snipernya yang sudah dibongkar.
"hmm sekarang bagaimana aku membuat alibi untuk ini yah.." ucap Mindarwati dalam hati sambil melirik kearah koper abu abu yang dibawanya.
Saat sudah tinggal delapan orang lagi menuju ke pemeriksaan. Mindarwati teringat akan benda yang dilemparkan Slamet sebelum ia berangkat. Yup! Benda tersebut adalah kartu nama yang menunjukan identitas palsu Mindarwati dan dalam kartu nama tersebut terdapat nama palsu Mindarwati, yaitu 'Subanglarang'. Di kartu nama spesial tersebut juga menerangkan bahwa Mindarwati atau Subanglarang berasal dari Kesatuan Intel Naga Emas (KINE). KINE adalah salah satu korps intel Naga Emas yang berdiri untuk memantau kegiatan - kegiatan politik di luar ibu kota.
Saat mengetahui hal tersebut, Mindarwati bisa bernafas lega.
"baik, berikutnya!" perintah salah satu prajurit penjaga gerbang yang diketahui namanya Asep. Mindarwati pun maju karena kini gilirannya untuk di periksa. Setelah melewati pemeriksaan 'metal detector' maka berlanjut ke pemeriksaan kargo atau barang bawaan. "maaf nyonya bisa saya lihat apa yang ada di dalam tas tersebut?" ucap Asep dan sekarang sudah diketahui bahwa pangkatnya Prajurit dua, tentu masih jauh untuk mencapai pangkat Winardi yaitu Jenderal bintang satu. "ini hanya air minum dan perbekalan ku saja kok.." ucap Mindarwati sambil memberikan tas tersebut. Saat mulai dibuka terjatuhlah kartu nama yang diberikan oleh Slamet tadi pagi. 'PLUKKK' kartu nama tersebut langsung diambil oleh Prajurit Asep dan saat membacanya ia pun langsung membiarkan Mindarwati atau yang kita tahu bahwa namanya sekarang adalah Subanglarang untuk lewat. "silahkan nyonya, maaf mengganggu perjalanan anda. Silahkan lewat sini" ucap Prajurit Asep sambil menuntun kudanya menuju bagian akhir pemeriksaan pintu gerbang.
'huftt Slamet, kau sudah menyelamatkan ku" senyum Mindarwati yang sembari memacu kudanya menuju stasiun kereta api Naga Emas. Stasiun kereta tersebut terletak di bagian selatan Pajajaran hanya membutuhkan waktu sekitar dua puluh menit untuk mencapai ke sana. Saat di perjalanan menuju stasiun, Mindarwati terhenti sejenak di sebuah toko swalayan dan ia berniat untuk membeli rokok serta makanan untuk menemani perjalanan panjangnya nanti.
Setelah beres belanja Mindarwati langsung menaiki kudanya, tetapi saat akan menggerakan tali kekangan kudanya ia terhenti dan diam karena melihat Winardi sedang berjalan menuju arahnya sambil mengenakan kemeja putih dengan lengannya yang digulung.
"Sial! Itu Winardi, aku harus bersembunyi sebelum ia menemukanku" dengan cepat Mindarwati turun dari kudanya dan langsung berlari kearah gang sempit di samping toko Swalayan tadi. Setelah beberapa menit ia bersembunyi akhirnya ia keluar dan saat ia keluar ia menemukan kudanya sudah dicuri orang. "siall! Siapa yang berani mencuri kuda ku! Di kuda itu aku ikatkan bekal dan kopernya." Keluh kesal Mindarwati. "hufttt sepertinya aku harus ke stasiun dengan jalan kaki" ucap Mindarwati pelan. Ternyata ia teringat saat ia kabur dan sembunyi, kudanya lupa ia ikatkan.
Ternyata jika berjalan memang menghabiskan banyak waktu. Tetapi sambil berjalan Mindarwati jadi lebih bisa menikmati keindahan kota Pajajaran meskipun di pagi hari sekalipun.
Karena terlalu asik dengan menatapi toko - toko yang ada di kota Pajajaran, tanpa sadar ia sudah sampai di depan stasiun kereta. Terlihat bangunan tersebut tinggi dan lebar. Tampak depannya berbentuk persegi panjang ke atas dan di bagian atasnya membentuk segitiga yang terbuat dari kaca. Sedangkan bagian persegi panjang tersebut atau bisa kita sebut temboknya terbuat dari beton yang dilapisi oleh keramik berwarna putih ke abu abu-an.
Langsung saja Mindarwati memasuki statsiun tersebut. Di sebelah utara yaitu bagian yang menghadap ke jalan terdapat pedagang - pedagang kaki lima yang menjajankan barang dagaannya baik rokok maupun kopi karena dua barang tersebut yang biasa menemani perantau - perantau jika ingin beristirahat sejenak setelah lelah perjalanan. Di bagian barat terdapat loket pemesenan tiket kereta api. Dan di bagian timur terdapat toko - toko yang menjual pernak - pernik serta oleh - oleh berciri khas Pajajaran. Mulai dari gantungan kunci sampai miniatur para pemimpin Naga Emas terdahulu semua lengkap. Dan di bagian selatan terdapat gerbang yang bisa menuju ke tempat pemberhentian kereta api.
Langsung saja Mindarwati menuju ke bagian barat stasiun tersebut.
"satu tiket mba, untuk ke Purajaya." Pinta Mindarwati sambil mengodok saku mantelnya yang berwarna coklat muda tersebut.
"baiikk.... mba" jawab pelayan tiket tersebut. Tak' lama kemudian tiket untuk ke Purajaya sudah dicetak. "semuanya lima keping emas nyonya."
"baik, ini" untung saja Mindarwati sempat menaruh kembalian dari toko swalayan tadi di saku mantelnya. "terima kasih, semoga perjalanan anda menyenangkan." Jawab pelayan tiket.
Langsung saja Mindarwati menuju gerbang dan setelah pengecekan karcis ia langsung menunggu kereta yang menuju Purajaya. Hanya lima menit ia duduk dan kereta pun telah tiba. Itulah yang ia tahu dari pemberitahuan oleh pengeras suara di setiap sudut ruang tunggu kereta.
"baiklah sepertinya yang ini kereta ku..... yup! Benar" sambil menyidik - nyidik Mindarwati mencari kereta yang akan ia tumpangi selama lima jam kedepan.
"hmm sepertinya penuh di gerbong ini, baiklah gerbong belakang akan kucoba" dengan sedikit berdesakan Mindarwati mencoba menerobos kawanan masyarakat lokal di Purajaya yang satu kereta dengannya dan sepertinya mereka ingin pulang kampung. Entah karena sudah sukses di kota besar atau sebaliknya.
Saat sedang mencari tempat duduk di gerbong selanjutnya. Tiba - tiba mata Mindarwati tertuju kepada kursi barisan kedua dari belakang di sebelah kanan. "wah sepertinya kosong, ini kesempatanku" dengan cepat ia langsung menuju ke tempat tersebut. Desain kursi kereta yang sekarang ia tumpangi berbentuk hadap - hadapan, maka dari itu ia sebelumnya tidak melihat bahwa di kursi yang menghadap ke belakang itu ada orang.
'DEKKK' bunyi tumbukan Mindarwati dan kursi kereta menandakan bahwa ia sangat lelah dan berhasil mendapatkan kursi yang dapat menghilangkan rasa lelahnya setelah berjalan.
'GROKKKKK' terdengar dengkuran orang di depannya yang terlihat sekali pulas dengan tidurnya. "hmm sepertinya ia lelah, yahh baiklah sepertinya aku juga akan tidur beberapa menit lagi" ucap Mindarwati yang langsung menyenderkan kepala dengan berbantal lengan kirinya yang terlipat di jendela.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nusan Tara ( Book 1)
Action[R-BO] World has been divided into three parts of continent which is South Continent, Uni-North Continent, and Central Continent. In Central Continent has known a three big super power nations that is Naga Emas, Elang Hitam, and Teratai Putih. Elang...