Chapter 21 | Benar - benar Pulang

4 0 0
                                    

          Terlihat bagian dalam gedung KP13 sudah seperti kapal pecah. Hal - hal yang terlihat rapih saat Mindarwati pertama kali datang kini sudah berantakan. Hal tersebut disebabkan oleh ledakan yang terdengar sebelumnya. Sedikit terdiam melihat keadaan tersebut, akhirnya lamunan Mindarwati dibuyarkan oleh tarikan Hatta yang mengajaknya untuk segera meninggalkan tempat tersebut. "ayoo! Tunggu apa lagi!?" ucap Hatta sembari menarik lengan Mindarwati menuruni tangga. "tunggu, ada sesuatu yang tertinggal" balas Mindarwati yang langsung menuju ruangan yang berada tepat di bawah ruangan eksekusi.

'BRAKK' langsung Mindarwati mencari ke sudut ruangan tersebut, berharap hasil buruannya yang dirampas disimpan di sana.

Akhirnya setelah lama mencari "ahh rupanya disimpan di sini" terlihat satu bundel map berwarna hijau di simpan tergeletak di bawah meja kerja yang berada di tengah sedikit ke ujung ruangan.

"ayooo!" jemput Hatta yang segera mengulurkan tangannya. Suasana di sana sudah semakin kacau. Baku tembak terjadi tanpa henti. Lesatan peluru - peluru mulai dari senjata laras pendek sampai panjang pun serasa tak ingin menyudahi pertempuran di dalam gedung tersebut. Alhasil setelah sekian banyak peluru dilesatkan. Ada beberapa yang mengenai tangki minyak yang menyebabkan si jago merah pun turut serta dalam pertempuran. Memang pasukan Sayap Kebebasan dibekali persenjataan lengkap, meskipun hanya ada dua orang yaitu Hatta dan Iwan tetapi bekal yang mereka bawa cukup untuk menyudutkan pasukan Pedang Kebenaran untuk beberapa saat.

Di samping gedung tersebut sudah tercipta lubang besar dan terdapat dua ekor kuda yang siap untuk berlari kencang. "Hatta! Cepat bawa Mindar ke kuda, aku akan menyusul!" ucap Iwan yang sedang sibuk menyudutkan pasukan Pedang Kebenaran dengan senapan mesin berkaliber lima puluh. Memang senapan yang besar bagi seorang pria. "bagaimana kalian menemukan ku?" ucap Mindarwati sembari berlari menuju titik kabur yang telah disiapkan itu. "nanti ku ceritakan" balas Hatta sembari berlari agak menunduk menghindari lesatan peluru yang diarahkan kepada mereka berdua.

"JANGAN BIARKAN MEREKA KABUR!!" teriak salah satu orang yang berada dibalik meja terbalik. Setelah perintah tersebut, pasukan itu semakin ganas menjadi - jadi memberondong mereka bertiga dan berusaha untuk melakukan serangan balik. Terlebih dikarenakan serangan yang dilancarkan Iwan semakin berkurang karena konsentrasinya dibagi menjadi dua yaitu menyudutkan musuh dan berjalan perlahan mengikuti jejak Mindarwati dan Hatta.

"HIIAAA" mereka bertiga pun langsung bergegas pergi ke dalam hutan melarikan diri dari amukan Pedang Kebenaran.

Berkisar dua puluh menit mereka melarikan diri, sepertinya tidak ada yang mengejar. "baiklah istirahat dulu di sini" ucap Hatta memberhentikan kudanya. "sini Mindar biar kuobati lukamu" dengan sentuhan lembut Iwan sedikit demi sedikit membersihkan luka di pipi Mindarwati dengan kapas. Dilanjut dengan mengalirkan air agar lukanya bersih. Dan baru ditutupi oleh kapas yang sudah diberi obat. Tak sadar mereka ternyata sudah beristirahat selama sepuluh menit dan mereka pun melanjutkan perjalanan pulang ke markas. "HIAAA" lengkingan suara kuda melengkapi adegan pelarian itu seperti di film - film koboi.

Tak lama mereka berangkat. 'DARRRR' lesatan peluru yang entah datangnya dari mana menyebabkan kuda yang dikendarai Iwan hilang kendali dan membuat Iwan terjatuh. 'BUGGG' "SIAL!"

"cepat tiarap!" perintah Mindarwati yang sontak membuat Hatta memberhentikan kemudinya. Mereka berdua pun ikut tiarap. Ya.. itu adalah tembakan senapan Sniper.

"Sial! Aku tak bisa menemukannya" gumam Mindarwati yang dalam posisi tiarap. Mereka terhenti di wilayah padang rumput yang dikelilingi oleh pohon - pohon tinggi yang menyebabkan mereka menjadi sasaran empuk. "Hatta apa kau bisa berlari ke arah pohon itu?" bisik Mindarwati sembari menunjukkan satu pohon besar. "aku akan memancing dia untuk menembak sekali lagi dan kau langsung tentukan di mana ia berada." Jelas Mindarwati. Hatta hanya mengangguk mendengar penjelasan Mindarwati. "baik dalam hitungan ku"

"siap? Satu.... dua..... sekarang!" langsung Hatta berlari sekencang mungkin ke pohon besar yang ditunjukkan sebelumnya oleh Mindarwati. Setelah terlihat Hatta sampai, Mindarwati langsung mengambil posisi berlutut dan 'DARRRR' benar lesatan kedua dilancarkan akan tetapi mengenai Mindarwati dan langsung tergeletak di lautan rumput.

Melihat hal itu sontak membuat Hatta mengerutkan alisnya dan langsung dengan nafas berat pergi menuju lokasi si penembak. Saat tepat seratus meter di belakang sang penembak keberadaan Hatta tidak disadari. Perlahan Hatta maju mendekati sembari menyiapkan pisau kombatnya yang siap menerkam leher sang penembak. 'SLUPPP.... SRETTTTTT' gorokan di leher si penembak dari belakang diselesaikan Hatta dengan cepat. Darah keluar dari leher depannya layaknya binatang yang disembelih saat hari raya Qurban umat Muslim. Darah segar terus mengalir keluar menutupi sedikit demi sedikit baju dan senapannya. Respon terakhir dari si penembak yaitu kejang - kejang yang mengantarkannya ke nafas terakhirnya. Memang mati dengan leher disobek sangat tidak menyenangkan. Setelah selesai Hatta langsung kembali ke posisi mereka bertiga. Dengan raut wajah sedih ia berlari karena menganggap Mindarwati tertembak. "Iwan bagaimana keadaannya?" ucap Hatta. "aku tak apa - apa Hatta." Balas Mindarwati yang terlihat sedang berbaring menikmati birunya langit dan angin segar yang berhembus. "apa? Bagaimana bisa? Aku melihat kau tertembak" tanya Hatta lagi. "iya memang aku tertembak tetapi tembakannya meleset"

"tapii-" "apa kau sudah lupa aku ini bisa melihat peluru walaupun saat sedang dilesatkan, itulah mengapa aku dijuluki 'Elang Gurun' dulu"

"kau ini ada - ada saja" Hatta menggelengkan kepalanya seperti masih belum bisa menerima apa yang baru saja terjadi.

"aku memang sengaja mengenakan pelurunya ke bahu ku agar ia percaya telah mengenaiku tetapi alhasil ia hanyalah penembak rendahan seperti yang sudah - sudah" ucap Mindarwati dengan nada yang sedikit menyombongkan diri.

"baiklah sekarang ayo kita kembali" Iwan pun memotong obrolan mereka berdua.

"ayo" alhasil mereka pun 'DepTil' menaiki kudanya kembali ke rumah.

"huftt.. akhirnya aku pulang" pikir Mindarwati yang langsung disambut oleh Slamet dan Winardi.

Nusan Tara ( Book 1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang