Chapter 15 | Perjalanan Mindarwati (Bag.6)

10 1 0
                                    

"baiklah sekarang lebih baik aku tidur dan tunggu sampai pagi untuk melanjutkan." Gumamnya dalam hati. Akhirnya Mindarwati kembali istirahat dari sedikit atraksi yang ia lakukan dengan para bandit tersebut.

"KUKURUYUKKKK!' upss salah inikan padang pasir mana mungkin ada ayam di sini

Fajar mulai datang. Matahari sepertinya terlihat malu - malu untuk menampakkan sinarnya menerangi bumi sehingga ia hanya menampakkan sedikit saja dan berwarna oren sinarnya membelah cakrawali di pagi ini. Begitu pula dengan Mindarwati yang terbangun akibat udara yang sejuk namun dingin menusuk ke tulang. Memang pada malam hari daerah itu pasti turun drastis suhunya, tetapi karena Mindarwati yang sedang berisitirahat maka tubuhnya tidak menyesuaikan suhu dengan lingkungan sekitarnya.

"HUAAAAA!" terdengar uapan seseorang di dataran pasir yang berasal dari gua - gua tertinggal. "hmm sudah pagi yah? Baiklah lanjutkan perjalanan" cakapnya sendiri sambil menyiapkan kembali barang yang ia rampas dari para bandit semalam. Tampaknya para bandit itu menggunakan kuda dan memang keberuntungan Mindarwati untuk sedikit digoda oleh para bandit semalam.

Beberapa menit kemudian perbekalan yang disiapkan sudah siap berangkat dan tergantung serta terikat kuat di bagian depan pelana kuda bandit itu. Kuda itu berwarna coklat.

"oiya, aku melupakan sesuatu." Ucapnya kembali. dan langsung berjalan mendekati Alex yang masih tertidur akibat ciuman kepala belakang Mindarwati semalam. "sepertinya ku longgarkan saja ikatannya agar ia bisa melepaskan diri" sambil membuka ikatan Alex sedikit longgar dan menaruh sebotol air di sampingnya.

"baiklah selamat tinggal Alex" ucap Mindarwati

"hiaaa" dengan gagah ia pergi meninggalkan gua tersebut dan bergerak menuju arah selatan, yaitu Safa Marwah yang kemarin dibicarakan oleh Gerrard yang malang.

Terlihat sejauh mata memandang hanya terdapat gundukan pasir yang membentuk gelombang seperti di laut yang biasa digunakan orang - orang olahraga 'Surfing'.

Dari kejauhan tampak memang Mindarwati mengendarai kuda rampasannya itu dengan cepat yang membelah lautan pasir di Purajaya. Berjam - jam berlalu tetapi semangatnya belum berlalu dan masih memacu kudanya ke arah selatan.

Memang tampak seperti di film - film koboy ia mengendarai menerjang pasir, apalagi dengan mantel yang ia gunakan tetapi tidak dikancing sehingga mantelnya diterpa angin yang membuat nya berkibar layaknya jubah - jubah di film - film superhero.

Sekitar enam jam Mindarwati berkendara dan tampaknya sang kuda sudah mencapai batasnya dan harus istirahat sejenak.

"sepertinya kita istirahat di sini saja ya" ucap Mindarwati kepada kuda tersebut yang terlihat seperti mengerti. Mindarwati pun menepi kan kudanya di bawah pohon rindang tetapi tampak layu daun - daunnya. Ada juga yang sudah mengering dan berubah warna menjadi coklat gelap tetapi pohon tersebut masih bisa digunakan untuk sekedar berteduh dari sengatan terik matahari.

"hufftt.... sepertinya kau perlu istirahat yah"

"baiklah kita istirahat tiga puluh menit oke?"

Mindarwati pun mengambil semacam batang pohon yang sudah terkelupas akibat kekeringan dan menuangkan air agar kudanya bisa minum.

"sepertinya aku perlu tiduran sebentar." Dan beberapa detik kemudian ia terlelap oleh sejuknya perlindungan yang pohon mati itu sediakan.

'SLUPP! SLUPP!..... SLUPPP!' "apa ini basah - basah?" ucap Mindarwati yang segera terbangun dari tidurnya. Ternyata ia dijilati oleh kuda yang menemani perjalanan panjangnya. Ia pun langsung menegakkan badanya dengan mata yang masih tertutup ia terdiam sejenak mengumpulkan nyawanya.

Beberapa saat kemudian ia pun berdiri dan kembali melanjutkan perjalannya. Hasilnya tetap sama, ia belum menemukan sesuatu yang janggal dari daerah tersebut. Yang ada hanyalah gundukan pasir membentuk gelombang seperti ombak.

"huffttt... berapa lama lagi" keluhnya dalam hati sambil menjalankan kudanya dengan kecepatan penuh. Mungkin memang belum keburuntungannya untuk menemukan hal janggal.

Sampai akhirnya setelah ia sudah dua jam perjalanan. Ia terhenti oleh sesuatu. Ternyata tanpa ia sadari persedian air minumnya habis.

"haduhh bagaimana ini? Masa aku harus pergi ke minimarket untuk membeli air?!"

"apa itu?!" dengan menyipitkan kedua matanya, ia berfokus pada sesuatu yang bulat panjang berwarna hijau di tengah gurun pasir. Ternyata itu adalah tanaman kaktus. Terbesit sebuah ide di benak Mindarwati setelah melihat kaktus tersebut.

Tanaman Kaktus biasa tumbuh di tanah yang kering seperti gurun, tetapi ia memiliki akar yang panjang sehingga dapat mendapatkan air di kedalaman yang jauh. Maka dari itu apabila terdapat kaktus di sana maka sumber air pastilah tidak sangat jauh dari tempat tersebut.

Dengan cekatan Mindarwati membelkokan kudanya ke arah kaktu itu untuk menginvestigasinya.

"syukurlah..." ucapan lega tanpa sadar keluar dari mulut Mindarwati.

Langsung saja ia mengambil alat yang dapat membuat tanaman mengeluarkan air. Benda itu tersebut berbentuk seperti peluit dan harus ditancapkan di batang tanaman karena air mengalir melalui batang.

'CEPP!' tertancaplah benda itu di batang kaktus tadi. Sekitar satu menit Mindarwati menunggu air keluar dan 'WUSSHHH' dengan deras air mengalir keluar. Dengan cepat juga Mindarwati langsung mengambil wadah untuk menampung air itu. Tetapi air hanya mengalir untuk beberapa saat saja . tetapi itu sudah cukup untuk membuat kantung air Mindarwati terisi penuh. Tanpa basa basi ia lansung menenggak air hasil buruannya itu.

"AHHHH!" raut wajah bahagia terpancar dari wajah Mindarwati karena berhasil mencegah dehidrasi pada tubuhnya untuk yang kedua kali. Tetapi raut wajahnya dengan cepat berubah karena sadar akan menyusutnya batang kaktus tersebut setelah Mindarwati mengambil air dari tanaman tersebut.

"kenapa? Kenapa ini menyusut?!" tanyanya keheranan.

Mindarwati pun langsung menggali pasir di sekitar Kaktus tersebut. Setelah lama menggali dan mungkin sudah mencapai kedalaman delapan puluh 'centimeter' ia mendapati sesuatu yang janggal.

"kenapa ada pipa besi sebesar ini di tengah gurun?!" tanyanya keheranan. Dan hal yang lebih membuat Mindarwati keheranan adalah di pipa tersebut tidak ada lambang pemerintahan Naga Emas.

Nusan Tara ( Book 1)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang