#34 . Menulis

644 64 7
                                    

S: Ted, kemarin aku menemukan akun Tumblr salah satu teman kuliahku.

Ted: Lalu?

S: Aku follow karena aku suka karyanya. Aku bilang kalau dia nggak perlu follow back, karena di Tumblr kan aku banyak 'nyampah' ya hahaha~ Nanti dia gumoh sama kicauan isi pikiran aku.

Ted: Akhirnya dia follow back atau nggak?

S: Nggak, Ted. Dia sempat bingung karena biasanya kan kalau ada orang yang follow berarti minta follow back yah, tapi aku malah minta nggak perlu di-follow back.

Ted: Alasannya hanya karena kamu nggak mau dia gumoh sama kicauan isi pikiran kamu?

S: Yep. Karena di Tumblr, aku hampir menumpahkan 75% kekacauan isi pikiran aku, Ted. Aku menjabarkan kronologis perang antara logika dan kata hati. Aku munculkan sisi berantakan di dalam diriku yang nggak pernah aku tunjukkan ke banyak orang di dunia nyata.

Ted: Hmm. Yaaa kamu kalau di dunia nyata itu terlihat sangat ceria, selalu tertawa, tampak bahagia, seolah nggak punya masalah.

S: Yes :) Karena aku nggak mau menunjukkan betapa rumit yang aku pikirkan dan yang aku rasakan.

Ted: Nggak mau? Bukannya nggak bisa?

S: Oh oke, kamu benar, Ted. Aku nggak bisa. Aku nggak terbiasa membagi semua itu ke orang-orang di dunia nyata. Bahkan membaginya sama keluargaku sendiri.

Ted: Kamu terlalu pandai memendam semua itu sendirian, S.

S: Aku hanya ingin membagi kebahagiaan dan rasa senang saat bertemu orang-orang.

Ted: Tapi kamu mencantumkan link Tumblr ke beberapa akun media sosial kan?

S: Siapa yang mau baca sih, Ted?

Ted: Media sosial itu ruang nyata yang tersembunyi, S. Mana kamu tahu siapa saja yang buka dan baca Tumblr kamu kan? Siapa yang bisa menjamin itu?

S: Nggak akan ada yang baca, Ted. Percaya aku.

Ted: Skeptis.

S: Lewat Tumblr, aku menemukan dunia lain yang menyenangkan, Ted. Di Tumblr, kita nggak haus akan nominal jumlah followers, karena memang nggak diperlihatkan untuk umum. Menurutku, Tumblr bukan tempat untuk mencari followers. Bukan tempat untuk mencari popularitas. Nggak peduli postingan kamu dapat love atau nggak, asal kamu merasa tenang setelah menumpahkan isi pikiran dan kegalauan perasaanmu, kamu akan merasa itu cukup. Tapi tetap dalam batas-batas yah, mau bagaimana pun juga Tumblr bisa jadi konsumsi publik, walau mungkin yang baca bukan orang-orang yang kenal sama kita di dunia nyata. Di Tumblr, aku menemukan banyak harta karun, tentang segala hal yang bisa aku petik kebaikan dan nilai positifnya. Tumblr seperti rumah, Ted. Tempat aku akan selalu pulang ketika 'sudah lelah menjelajah'.

Ted: Kamu merasa baik-baik saja walau apa pun kamu pendam sendirian karena kamu menemukan wadah untuk menulis kan?

S: Yap.

Ted: Menulis membuat kamu merasa tenang dan bahagia, S?

S: Banget.

Ted: Kalau begitu, kamu nggak boleh berhenti menulis. Kamu nggak boleh berhenti melakukan kegiatan yang bisa membuatmu merasa bahagia.

S: Ted?

Ted: Kamu pasti paham apa yang aku maksud barusan.

S: Ted?

Ted: Mau sedikit atau banyak yang membaca, mau bagaimana pun kondisinya, jangan pernah merasa menulis adalah sesuatu yang sia-sia dan nggak berharga yah. Janji?

S: ...

Ted: Janji?

S: Umm. Janji.

***

Temu Wicara #1Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang