Him

447 45 8
                                    

Liburan musim panas sudah habis. Hari ini adalah hari pertamaku dikelas 12. Tapi kenapa kelasku harus bekas kelas senior gila itu?!

Ah aku bisa gila. Aku terlalu stres dibuatnya. Aish, aku muak.

Tapi tak apa, setidaknya penggangguku itu sudah tidak ada, aku bisa hidup bebas di sekolah.

Tapi tidak di rumah.

"Yuna sunbae? Kau dengar aku?"

Aku tersadar dari lamunanku, ah aku lupa kalau aku sedang bersama Minhyuk.

"Mianhae, tadi kau ngomong apa?", ujarku kikuk.

"A--aniyo, tidak penting."

Sampai kapan perempuan-perempuan itu menatap sinis kepadaku? Taehyung sunbae pergi sekarang penggangguku mereka?!

Minhyuk sadar dengan gerak-gerik risihku. "Mianhae sunbae, sepertinya kau tidak nyaman."

Aku mengelak. "Aniyo gwenchana---ah aku angkat telepon sebentar."

"Yeoboseyo eomma?"

"Yuna-ya pulang sekarang, kita akan ke Indonesia. Eomma sudah meminta izin dengan gurumu. Jadi pulang sekarang! Ppalli!". (Cepat!)

Aku tidak paham. Kenapa mendadak sekali?

"Tapi kenapa mendadak sekali?"

"Ayahmu! Eomma baru saja dapat kabar bahwa ayahmu korban kecelakaan beruntun. Maka dari itu kita tidak bisa menghubunginya. Ah ppalli!"

Seperti tersambar petir di siang bolong, aku segera meninggalkan kantin dengan buru-buru setelah mendengar ucapan eomma. Aku tidak memperdulikan Minhyuk yang sedari tadi memanggilku.

***

Kami sudah sampai di bandara Soekarno Hatta. Taehyung tidak ikut bersama kami, bahkan aku tidak memberitahu kepergianku karena saat aku membereskan koper--dia tidak ada dirumah.

Pasti dia pergi bersama kunyuk menyebalkan itu.

Kami mampir dulu ke rumah lama kami untuk menaruh barang-barang. Rumah ini tidak berbeda, hanya sedikit berantakan karena tidak diurus. Segera kami pergi ke rumah sakit.

Kami mencari kamar ayah seperti orang kesurupan. Satu persatu tirai kamar aku buka tidak sabaran.

Dan akhirnya di kamar nomor 307, kami menemukan ayah. Dokter dan suster berada disekelilingnya. Ada apa?

"Suster ada apa? Apa terjadi sesuatu dengan ayah saya?"

"Ah--ayahmu baru saja sadar setelah dua minggu tak sadarkan diri."

Aku dan eomma saling memandang bahagia. Dalam perjalanan tadi aku sempat memikirkan hal-hal buruk tentang ayah. Ah ini melegakan.

Tak lama kemudian dokter dan suster meninggalkan ruangan ayah.

"Ayah... Yuna dan ibu datang."

Biarpun ayah sudah sadar, tapi kondisinya tetap saja buruk. Kepala dengan perban dan wajah pucat itu membuat hatiku teriris.

Ayah memandangku, ia menangis. Ia belum bisa bicara dengan baik sekarang. Aku pikir ia masih shock karena kecelakaan itu.

Aku menggenggam tangan ayah. Berusaha menguatkan diri satu sama lain. Akhirnya setelah sekian lama, aku bertemu dengannya.

Nae Sarang ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang