Pagi ini Daniel pergi lebih awal ke kantor karena ada meeting penting dengan client. Dua tahun berlalu, kini Daniel telah bekerja di kantor ayahnya sebagai manajer humas dan publikasi. Tak banyak yang berubah dari Daniel. Kantor EO nya masih aktif, namun lebih banyak diambil alih oleh Abim dan Agas. Tidak jauh berbeda dengan Nara, setelah lulus kini Nara sedang magang untuk mendapatkan gelar profesi pengacara.
Mereka berdua masih sama, masih bersama. Dua tahun setelah pertunangan, kini mereka masih menikmati masa-masa menjadi dewasa dengan tanggung jawab baru yang bukan sekadar tugas kuliah ataupun deadline kepanitiaan semata. Begitu juga hubungan keduanya yang tidak sebercanda dan sesantai dulu waktu masih kuliah. Walaupun sudah serius, yah keduanya masihlah anak muda yang sedang menikmati cinta. Tanggal pernikahan akhirnya ditetapkan dengan berbagai diskusi panjang. Persiapan pun mulai dilaksanakan dengan segala sumber dan usaha yang ada. Nara ingin menjadikan pernikahannya sempurna dan benar jadi hari paling membahagiakan untuk dirinya. Di sisi lain, Daniel hanya menerima segala keputusan yang dibuat Nara.
Namun, tak lengkap memang rasanya jika suatu hubungan tanpa drama, begitu juga dengan Daniel dan Nara, yang bahkan sudah diambang menuju pernikahan.
Kali ini Daniel lah yang merasakan kegelisahan. Gelisah akan pilihannya. Bukannya Daniel menyesal akan menikahi Nara atau membiarkan segala keputusan persiapan dilaksanakan Nara. Tapi Daniel gelisah karena Nara terlalu mengatur dan menghandle semuanya sendirian. Daniel tahu Nara typical orang yang ambisius dan perfeksionis dalam segala pekerjaannya. Dia ingin yang terbaik, dia tidak suka mengecewakan oranglain dengan hasil yang tidak memuaskan bahkan yang menurut orang lain baik, bagi dia belum tentu cukup baik. Hal itulah yang seringkali jadi pengganjal hubungan Daniel dan Nara. Walaupun keduanya sedikit banyak mirip, tapi satu yang membedakan mereka bagai langit dan bumi. Satu sifat dan ego mereka. Jika Daniel bagaikan air yang mengalir, suka spontanitas, tenang dan mengikuti arus kehidupan, berbeda dengan Nara yang lebih suka segala sesuatu dilaksanakan dengan planning serius dan jelas tujuannya.
Pernah suatu kali Daniel dimintai tolong Nara untuk menentukan warna hiasan venue resepsi mereka. Seorang Daniel pastilah dengan santai dan tenangnya memilih warna menebak-nebak kira-kira warna apa yang cocok dengan Nara dan konsep pernikahan mereka. Tapi tidak dengan Nara, Nara cukup kesal karena Daniel menurutnya tidak dapat memilih warna yang sesuai dengan keinginannya. Akhirnya Daniel lagi yang harus meminta maaf dan mengubah ulang agar sesuai pilihan Nara.
Egois menurut kalian? Tapi semua itu Nara lakukan agar semuanya benar-benar terlaksana dengan baik dan lancar sesuai dengan harapannya. Wajar saja Nara pusing sendiri, ini pernikahannya, satu hal yang selalu dia impikan. Satu untuk selamanya. Daniel dapat memakluminya. Tapi kali ini, cukup membuat Daniel gelisah dan...geram akan sifat Nara.
"Daniel kamu tuh gimana sih kan udah aku bilangin, menu A itu buat akad, yang menu B buat resepsi" celoteh Nara di telepon.
Daniel yang sedang break dari meetingnya berdeham lemas, kenapa lagi sih kamu Nara
"Iya sayang, aku keliru. Yaudah gapapa ketuker kan sama aja. Sama-sama buat dimakan kan. Lagian menurut aku menu A juga cocok buat acara resepsinya" jawab Daniel mencoba menenangkan sang kekasih yang dari suaranya saja sudah terdengar kalut dan kesal.
"Ya gak bisa dong sayang, kan aku udah planning semuanya. Kamu juga tau kan gimana. Yaudah kalo gitu nanti biar aku aja yang urus. Kamu fokus kerja aja lagi" balas Nara lalu menutup teleponnya.
Lagi-lagi Daniel dibuat kalah dalam kebingungan. Bukannya selesai malah jadi tambah runyam.Oh iya, keduanya sudah tinggal bersama. Di rumah Daniel. Kalau dulu ketika masih bertunangan seringkali menginap, kini keduanya telah tinggal bersama, sudah seperti suami istri tapi belum, belum sah, masih perjalanan menuju level itu. Daniel pulang kerumah dengan lesu. Bukan hanya beban pekerjaan saja yang dipikulnya, tapi juga segala persiapan pernikahan yang cukup memusingkan dirinya beberapa hari ini. Satu sisi Daniel khawatir dengan kondisi Nara, Daniel takut Nara kelelahan dan sibuk sendiri mengurusi persiapan tersebut, belum lagi Nara juga masih dalam tahap magang dalam perjuangannya menggapai profesi pengacara yang dia impikan. Tapi di sisi lain Daniel tak dapat membantu banyak, takutnya dengan banyak keterlibatan Daniel akan membuat planning Nara rusak dan hanya akan menambah beban bagi keduanya.
"Eh bang sudah pulang, ayo cepat mandi lalu kita makan" sapa Ibu yang sedang menyiapkan meja makan ketika Daniel tiba dirumah. Daniel tak banyak menjawab, hanya sekilas senyum dan anggukan kecil untuk menanggapi ibunya.
Saat akan pergi ke kamarnya, Daniel melihat motor Nara sudah dirumah.
"Bu, Nara udah pulang?" tanya Daniel pada ibunya.
"Sudah, dia tumben pulang cepat. Nanti sekalian ajak turun buat makan ya Bang" jawab Ibu.
Saat tiba dikamarnya, dilihatnya Nara sudah duduk fokus terhadap kertas-kertas yang ada didepannya, entah apa. Daniel yang melihat lalu menghampiri kekasihnya tersebut lalu memeluknya dari belakang.
"Hmm udah pulang?" tanya Nara ketika merasakan pelukan Daniel.
"Iya. Kamu lagi apa?" tanya Daniel kembali sembari melihat sekilas apa yang dikerjakan Nara didepannya.
"Biasa, tugas kantor, persiapan nikahan kita juga"
Daniel lalu melepas pelukannya dan kini duduk di sebelah Nara, mengusap pelan rambut kekasihnya tersebut.
"Sayang kamu jangan capek-capek deh. Ini kalo kamu sakit bukannya kelar malah tertunda semua. Pelan-pelan aja ya sayang, nikahan kita gak usah bagus-bagus banget aku juga gapapa yang penting nikahnya sama kamu" kata Daniel melihat calon istrinya dengan wajah yang lesu dan kelelahan.
"Nikahan ini penting banget buat aku. Aku mau semuanya perfect, worth to remember. Kamu ngerti kan how much effort i put in this. You should support me"
"I support you, always. But you know, you're sometimes getting out of control. Kamu kadang terlalu maksa diri kamu sayang. And I don't like that. Kita kerjain ini bareng ya, jangan kamu sendiri." pinta Daniel pada Nara yang hanya dibalas genggaman kecil di tangan Daniel oleh Nara sembari menampilkan senyumnya.
"No, it's okay. You do your job and I'll do mine. I got it okay don't worry about me" lalu Nara pergi ke ruang makan untuk membantu ibu menyiapkan makan malam meninggalkan Daniel sendiri di kamar dengan perasaan yang entah sulit dijelaskan. Sedih, kecewa, marah.Nara, bagi sedikit beban kamu ke aku, jangan sendirian begini. Aku gak suka.
—————
ayo Nara kasian Daniel liat kamu capek sendiri tau :(
KAMU SEDANG MEMBACA
amitié • kang daniel
Fanfiction"Daniel lo tuh bego tapi jangan bego bego amat dong," "...gue gak nyangka aja lo bisa setolol dan sebajingan ini..." - a local fanfiction (indonesia) (c) copyrights all reserved. cheesysugarr. 2017