16. Siuman

14.9K 1.6K 19
                                    

"Luna!"

Napasku tersengal-sengal, keringat bercucuran di dahiku. Mimpikah? Kutarik napasku, hah, sejak kapan aku memakai masker ini. Sejak kapan juga aku memakai infus dan baju rumah sakit! Aku dimana?

"Bagaimana keadaanmu?" Tanya seseorang yang kuyakini Ms. Sa.

Dia melepas kan masker di hidungku. Kuhirup udara dengan rakus, kuacungkan jempolku tanda aku baik-baik saja. Ms. Sa menyodorkan minum dan langsung kuminum dengan membabi-buta. Ada apa denganku?

"Luna!"

Kutoleh siapa yang masuk, Kai! Dia bersama dengan Sin dan Lui. Di belakang mereka juga ada Rei! Rei! Mereka tampak cemas sekaligus lega. Memangnya aku kenapa?

"Ada apa ini?" Tanyaku.

"Kau tahu, kami semua khawatir kau pingsan dan koma selama seminggu!" Ucap Kai.

Seminggu? Koma? Aku?

"Haha... Haha... Itu lelucon yang bagus!" Aku tertawa renyah.

"Luna, kau memang koma selama seminggu! Setelah kau terkena listrik Abby, kau pingsan. Tepat disana ada Rei, dia membawamu kemari. Setelahnya kau dinyatakan koma." Sin menjelaskan.

"Aku hampir pingsan mendengarnya! Kau bodoh atau apa, lebih penting menyelamatkan kami yang hanya seekor hewan peliharaan. Kau yang seharusnya kami lindungi!" Lui melompat dan memelukku.

Kucing ini terdengar terisak-isak. Lui? Sin juga ikut dia meletakan kepalanya di pahaku. Tanganku mengelus kepala mereka. Aku tak apa jika harus koma lebih lama lagi asalkan bukan mereka. Au tak apa jika harus terluka parah asalkan bukan mereka.

"Karena kalian berdua adalah temanku!" Kataku.

"Hisk... Hisk... Dasar gadis bodoh!" Bentak Lui.

Wajahnya lucu sekali, dasar kucing cengeng sempat-sempatnya dia mengejekku bodoh. Kulihat Kai, dia tersenyum dan aku ikut tersenyum. Lalu berganti dengan Rei, dia memang penyelamat pada waktu yang tepat.

"Terimakasih lagi. Kau sudah menolongku beberapa kali." Jika dihitung mungkin lebih dari empat kali.

"Yah." Rei mengangguk.

"Baiklah, aku harus memeriksanya. Kalian keluar sekarang, maaf ya." Usir Ms. Sa lembut.

Lui melepas pelukannya, dia menatapku dengan mata berkaca-kaca. Lucunya! Sin mengigit bulu Lui dan berlalu. Tinggal Kai dan Rei yang masih berdiri tegak.

"Kalian juga keluar, tuan-tuan! Aku akan diperiksa." Kataku mengusir mereka.

"Jangan tidur lagi! Aku mau bicara denganmu lagi! Oke." Kai menepuk kepalaku pelan dan pergi.

"Cepat sembuh, mereka ingin kesaksianmu nanti. Ms. Sa kami permisi!" Kata Rei membuatku bertanya-tanya.

Kesaksian apa yang dimaksud olehnya? Ms. Sa memeriksa mata dan mulutku seperti dokter biasa yang ada di dunia manusia. Dia juga memeriksa denyut jantungku, tekanan darah, dan test-test lainnya. Pikiranku kembali melayang ke mimpiku, apakah Antonio ingin memberitahuku sesuatu? Balas dendam, Black Hunter, buku sihir, academy...

"Kondisimu sangat baik, kau hanya seperti tidur bukannya koma. Jika kesehatanmu pulih cepat, besok kau dapat keluar." Ucap Ms. Sa.

"Terimakasih Ms. Hm, Ms. Aku belum mengerti, yang kutahu aku hanya terkena listrik Abby ditangan bukannya di seluruh tubuhku." Itu aneh kan.

Tanganku yang terluka diperban, apa hanya karena tangan kiriku yang kena listrik Abby sampai seperti ini. Aku juga tak merasa koma hanya pingsan atau tidur biasa. Bahkan tubuhku juga tak mengalami reaksi dimana tubuhku akan pegal dan kaku. Ini tidak, semuanya sehat dan bugar.

"Listrik Abby mengandung racun yang akan melumpuhkan semua sarafmu. Bila yang terkena adalah hewan, tentunya mereka akan cepat mati. Terimakasih telah menyelamatkan Lui dan Sin." Ms. Sa tersenyum lembut.

"Mereka temanku, bukannya teman memang harus saling membantu. Oh ya, apa maksudnya dengan kesaksian itu?" Tanyaku penasaran.

"Itu..."

🍃🍃🍃

"Hosh... Hosh..."

Kupegang infusku erat, aku bisa gila jika begini. Hari ini setelah kusadar, aku baru tahu satu fakta. Abby dan kedua temannya akan disidang. Bukan sidang biasa, jika seorang murid academy ini melukai dengan sengaja seorang masyrakat biasa. Mereka akan dihukum seberat-beratnya yaitu penghapusan seluruh kekuatan mereka. Apalagi Abby juga memiliki rencana mencelakai hewan peliharaan disini. Pasalnya akan semakin memberatkannya.

Aku memang tak suka ketiga orang itu. Hanya saja tak adil jika begitu menghapus seluruh kekuatan. Hal itu akan jadi beban dan menghancurkan harga diri mereka. Aku tak mau jika begitu, bisa saja mereka direkrut para Black Hunter.

"Tunggu dulu...!" Teriakku keras. Kubuka pintu aula lebar, semua orang menatapku terkejut.

"Apa yang kau lakukan disini? Luna, kembali ke ruang kesehatan!" Perintah Kakek Jo.

Aku mengeleng dan melangkah menuju tengah sidang. Disana ada Abby, Voy, dan Lydia. Mereka sangat kacau dengan pakaian compang-camping dan rambut mirip singa. Ini sudah membuat mereka malu.

"Mr. Jo, aku ingin buat kesaksian. Aku sudah memaafkan semua tindakan mereka. Ini murni sebuah ketidak sengajaan." Kataku membela.

"Apa maksudmu?" Tanya Mr. Lee.

"Sebenarnya Abby tak sengaja melukaiku. Itu karena aku yang menerjangnya duluan. Abby bukan berniat melukaiku! Tidak sama sekali!" Ucapku tegas dan lugas.

"Apa? Kau tidak berbohongkan Luna?" Tanya Mr. Park kali ini.

"Tidak, kalian bisa bertanya pada Sin dan Lui nanti. Walau aku membenarkan mereka menganggu Sin dan Lui. Tapi, kuharap kalian tidak memberikan hukuman berat. Aku saksinya, apa yang kukatakan jujur." Katakku lagi.

Para master saling perpandangan dan terarah pada Kakek Jo. Setidaknya mereka tak menghukum berat ketiga gadis itu. Karena aku sudah capek-capek berlari dari ruang kesehatan ke aula demi membela tiga gadis itu. Aku sudah penuh keringat dan lapar.

"Hah, Abby Simer, Viola Kaito, dan Lydia Lubis. Atas kesalahan kalian bertiga yang menganggu hewan peliharaan academy ini. Kujatuhkan hukuman membersihkan aula ini selama dua bulan. Dan diharuskan melapor setidaknya dua kali dalam sehari. Kami juga akan mengurangi poin kalian. Sidang kali ini kita tutup." Kakek Jo memukul palu.

Hah, syukurlah hanya membersihkan aula dua bulan dan pengurangan nilai. Kakiku lemas seketika untungnya sebuah tangan menyangga tubuhku. Kai tersenyum dan menuntunku keluar dari aula. Akhirnya sidang ini selesai, uhg... Aku lapar!

"Aku lapar, aku mau makan!" Kataku memegang perutku.

"Haha... Baiklah tuan putri, kau berani sekali tadi!" Puji Kai.

"Aku ingin keadilan, orang jahat juga butuh keadilan. Semua orang butuh keadilan." Kataku tersenyum simpul.

"Kau berkata mereka jahat? Untuk apa mereka butuh keadilan." Kai nampak bingung dengan sikapku.

"Mereka jahat menganggu kami, tapi aku akan sama jahatnya bila tak meminta keadilan untuk mereka. Pada akhirnya kita makhluk yang haus akan keadilan."

🍃🍃🍃

Share jika kalian suka!

Vote dan koemn jangan lupa!

Salam ThunderCalp!🤗

The Number : The Black Academy ( END )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang