30. Menang atau Kalah

13.3K 1.4K 24
                                    

"Haha... Kau tak akan bisa menyentuh ku." Dia tertawa jahat.

Huh... Bagaimana ini? Ahh.. Lui dan Sin, mereka bisa menolongku. Kutengok mereka berdua, kuharap mereka dapat membantuku. Tapi yang kudapat bukanlah hal yang kuinginkan. Tubuh Lui dan Sin berhenti seperti gerakan mereka dihentikan oleh sesuatu. Sejak kapan?

"Haha... Dasar gadis bodoh, memangnya kau pikir aku bodoh hah? Ck... Ck..."

"Licik!!!" Aku harus berpikir cara lain tanpa adanya bantuan mereka dan kekuatan yang baru kudapat.

Pemuda itu mendekatiku, dia semakin dekat menjangkauku yang hanya terpaut lima meter. Mataku menyapu sekitar, ada sebatang pohon besar diatas yang tampak lapuk. Aku masih punya tongkat pelku juga. Ayo, Luna!

"Kau incar apa? Aku dapat mendengarnya?" Dia tersenyum licik dan mengangkat tangannya keatas.

Brukk...

Batang pohon itu jatuh didepannya satu meter, aku lupa satu fakta dia bisa membaca pikiran. Tubuhku berdiri dan bersiap untuk serangan tiba-tiba nya. Jarak dekat aku yang akan kalah apalagi jarak jauh, dia lebih unggul daripadaku walau hanya mengandalkan sihirnya.

"Rencanakan sesuka hatimu dan aku akan meladeninya." Dia kembali mendekat.

"Benarkah? Kalau begitu serang aku tuan sok kuat!" Aku akan meladeninya juga.

Pria itu berlari kearahku otomatis kulakukan hal yang sama. Apapun hasilnya aku siap menerimanya! Tubuhku melompat dan menyabetkan tongkat pel ku ke bagian tubuhnya. Lagi-lagi pelindung berhasil mematahkan seranganku. Dia mengeluarkan cahaya putih bersinar dan melemparkan. Refleks badanku tengkurap menghindarinya.

"Mengaku saja kau lemah dan bodoh, orang seperti mu tidak pantas mendapat buku sihir Antonio."

"Dengar! Aku hanya ingin melaksakan amanah dari Antonio Black. Jadi, serahkan buku itu kepadaku."

"Kalau begitu, bunuh aku!" Tantangnya diikuti petir menyabar dilangit.

Bulan tertutup oleh awan hitam menjadikan suasana lebih gelap dan mengenaskan. Suhu udara menurun dratis membuatku mengigil memeluk diriku. Ada yang salah! Aku bisa merasakan aura suram disekitarnya. Kuteguk ludah susah payah, ini akan jadi pertarungan pertamaku secara harfiah. Mungkin aku masih bisa menghalau Alex, tetapi...

...dia jauh menakutkan dan berbahaya.

"Bunuh aku! Jika kau menginginkan buku itu. Benda itu pada ditubuhku!" Dia menyeringai puas.

Membunuhnya terkesan aku makhluk terjahat mengambil nyawa orang. Aku manusia! Bukan hewan atau iblis, aku punya belas kasian. Tubuhku ngilu saat kucoba berdiri. Mengindarinya juga bukan solusi terbaik. Petir menyambar-nyambar dilangit. Kilatan cahaya terpampang dihadapanku.

"Aku punya misi, misi ini adalah misi pertamaku. Maaf, aku tidak bisa membunuhmu."

"Sangat mengecewakan!"

"Hmm, tapi aku bisa membuatmu mengeluarkan buku itu tanpa membunuhmu." Kulepaskan seringaian padanya.

Tubuhku melesat menerjangnya, hitungan ketiga dia membuat pelindung kembali. Kujadikan pelindungnya jadi pijakan dan melompatinya. Wajahnya terkejut dengan kelakuanku apalagi setelahnya kuhantam punggungnya dengan kayu jatuh tadi. Analisis ku membuktikan dia hanya bisa melindungi sebagian tubuhnya. Tubuhnya yang lain akan terbuka dan disitulah aku tahu dia tidak sehebat itu.

"Awww..." Tubuhnya tengkurap menyentuh tanah. Berhasil! Berhasil! Berhasil! Horee!

Sebelum dia bangun, tubuhku duduk dipunggungnya dan mencengkram lehernya. Kakiku mengunci tangannya agar dia tidak melakukan hal lain. Aku tersenyum puas, usahaku tidak sia-sia.

"Wow, bagaimana? Cepat serahkan bukunya!" Paksaku.

"Haha... Jangan bodoh, kau belum membunuhku. Cepat bunuh aku!"

"Hah, jika aku membunuhmu sama saja aku jahat. Aku memang bodoh tapi tidak senaif itu. Serahkan bukunya, aku harus memecahkan pesan Antonio."

"Kenapa? Kenapa kau tidak membunuhku saja?"

Kuhembuskan napas jengah, dia pikir aku sejahat itu sampai membunuh orang. Tangan berlumuran darah bukan kesukaanku. Apalagi bau amisnya, aku hampir muntah mengingat dulu aku pernah ikut kegiatan PMR dan pingsan ditengah jalan melihat orang kecelakaan.

"Walau katamu buku itu ada pada tubuhmu, aku yakin membunuh bukan satu-satunya cara mengambil buku itu. Bisa saja kau membohongiku kan.

Makanya berikan sukarela, aku disini bukan hanya untuk mengambil buku itu. Aku perlu... Sangat perlu buku itu, mungkin dengan itu aku bisa menyembuhkan tanganku. Aku hanya mencoba sekuat tenagaku walau pada kenyataannya aku harus rela jika tanganku harus diamputasi. Jadi, berikan padaku. Ini demi academy juga, aku perlu mengetahui organisasi pemburu dan menemukan cara mengalahkan mereka."

Dadaku sesak mengingat kembali kondisi tanganku karena kekuatan Abby. Jika benar aku takut mengetahuinya, aku takut masa depanku nantinya. Bila terjadi, bagaimana pendapat keluargaku anak perempuannya cacat? Aku takut mengecewakan mereka. Aku takut! Tak terasa aku menangis, semakin terisak. Aku harus bagaimana?

"Huh, hey! Berhenti! Kenapa kau malah menangis? Aku musuhmu, kau ingat."

"Kau yang b-berhenti. Hisk... Huh, aku cuma terbawa perasaan. Kita lajutkan lagi, bagaimana? Kau mau menolongku dan membantu mengalahkan Black Hunter?" Pintaku kali ini. Tidak sebagai seorang musuh melainkan teman yang mencari bantuan kepada teman lainnya.

"Menyingkirlah!"

"Jawab dulu, kau cukup licik dan menyebalkan." Kuhapus air dipipi dan hidungku.

"Ck, baiklah. Karena kau lulus ujianku jadi aku akan menyerahkannya padamu." Cukup menyakinkan.

"Lulus apa?" Aku menyingkir dari tubuhnya secara refleks.

Jangan-jangan selama ini dia sedang mengetestku dengan berbagai macam tindakannya. Dimulai dari awal dia datang terluka parah aku menolongnya, berubah wajah orang-orang yang kukenal, dan akhirnya bertarung dengannya. Benar, itu dia. Dia mencoba mengujiku berbagai macam cara. Dari awal dia sudah berniat melakukannya, jadi dia tidak selicik dan menyebalkan yang kukira.

"Benar, kau benar. Aku diberi tugas menjaga buku ini dari orang jahat seperti Black Hunter ataupun orang-orang academy. Dulu aku hanya menjalankan misi untuk menemukan buku ini, tapi ternyata tugasku bukanlah itu. Aku diberi amanat untuk menjaga bukunya dan menunggu seseorang mengambilnya. Saat yang tepat karena para pemburu mulai aktif. Awalnya aku rasa ini sia-sia, tapi setelah kau datang bersama para peliharaan academy. Aku tahu, kau orangnya." Tubuhnya mulai bereaksi aneh, buih-buih putih mengkuar dimulai dari kaki menuju ke atas.

Buih-buih itu berwarna putih mengkilat, mereka berputar-putar mengelilingi tubuhnya. Semakin cepat dan cepat, semula berbentuk buih kecil berubah jadi cahaya menyilaukan. Tanganku menahan silaunya dan masih mengamati keajaiban didepanku. Hanya butuh beberapa detik cahayanya hilang pelan dan menyisakan tubuhnya serta sebuah buku hitam ditangannya.

"Buku ini sudah menyatu denganku, jika kau membawanya aku juga harus ikut." Katanya menyerahkan buku kepadaku.

Buku hitam dengan ukiran-ukiran emas diatasnya. Indah, bukunya ringan dan berbau hutan kesukaanku. Aku tersenyum senang, perjuanganku tidaklah sia-sia. Aku menemukannya, dan aku harus melindunginya.

"Jadi, kau harus ikut aku ke academy. Tunggu, siapa namamu?" Tanyaku mengembalikan buku Antonio Black.

"Zach Thomsan."

🍃🍃🍃

Salam ThunderCalp!🤗

The Number : The Black Academy ( END )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang