"Ini bayaranmu hari ini dan kemarin." Kakek Jo mengeluarkan amlop coklat.
Uang! Uang! Uang!
Tak henti-hentinya aku berterimakasih dan membungkuk. Ini sangat berharga dan berarti untukku. Senang juga mendapat uang hasil kerja kerasku sendiri.
Kakiku melompat-lompat kecil disetiap lorong juga melempar senyum pada setiap orang yang kulewati. Aku akan bisa membeli baju baru dan kebutuhanku lainnya. Kakiku melangkah menuju toko kecil yang menjual barang-barang yang dibutuhkan semua siswa. Tokonya berada di lantai bawah dekat dengan ruang makan.
Tanganku memegang erat amplop. Rasanya takut benda ini hilang dari gengamanku sewaktu-waktu.
"Hai, bibi So." Sapaku ramah. Aku sudah tahu penjaga tokonya adalah Bibi So. Dia baik dan ramah, dia sempat menewariku makanan atau kebutuhan lain. Namun, aku tolak. Aku tak mau dikasihani atau ditolong percuma. Jika aku masih sanggup sendiri aku akan mendapatkannya.
"Hai, Luna. Upah pertama?"
"Iya, bibi aku ingin membeli peralatan mandi dan beberapa kebutuhan para wanita." Ucapku berbisik.
"Aku tahu, sudah kusiapkan. Ini." Bibi So memberiku dua kantong belanjaan.
Lengkap sudah keperluanku, Bibi So memang bisa diandalkan. Ini yang kubutuhkan, walau aku harus menahan hasratku membeli baju. Kukeluarkan seluruh uangku dan ternyata masih ada beberapa lembar yang tersisa. Ini bisa ditabung untuk baju hitam yang kuincar.
"Itu bajumu?" Tanya Bibi So memperhatikan dressku.
"Ya, aku mendapatkannya semalam dari seseorang yang tak kukenal."
"Wow, kau cantik sekali memakainya. Tak salah aku membeli ini!" Bibi So memujiku.
Tapi, kalimat tak salah membelinya terdengar bahwa Bibi So lah yang membeli ini. Kuangkat alisku, mencurigkan. Bibi So menutup mulutnya dan memukul-mukul kepalanya. Ketahuan rupanya!
"Siapa? Jujurlah bibi, aku akan sangat berterimakasih pada orang ini."
"Maaf ya, aku sudah berjanji. Hm, baiklah aku akan jawab. Dia terkenal disini, namanya Rei!" Bibi So berbisik ditelingku.
Rei?
🍃🍃🍃
Kuamati sepatu putih yang sedikit kecoklatan. Badanku pegal menunggu seseorang di depan kelas sejak tadu. Katanya Rei suka mengerjakan sesuatu di dalam kelas sendirian. Dan aku akan menunggunya di sini daripada masuk dan mengganggunya.
Suara pintu terbuka menggema ditelingaku. Kepalaku mendongak dan melihat si pemuda berwajah dingin itu. Dia melihatku dengan sedikit menyeramkan. Sedetik kemudian wajahnya melunak.
"Hm, Rei terimakasih telah membantuku!" Badanku membungkuk cepat dan kembali tegak.
"Rei terimaksih telah membawaku!" Aku membungkuk dan kembali tegak. Dari Bibi So aku juga baru tahu dia yang membawaku ke ruang kesehatan setelah pingsan.
"Rei! Maaf telah membuatmu tidak menang." Aku membungkuk lama dan kembali tegak.
Mataku memandang Rei yang diam dan berwajah datar sedatar tripleks. Kuulas senyum dan berlari menjauh darinya. Hari ini cukup berterimakasihnya. Lain kali aku akan memberikan hal serupa padanya. Suatu hari nanti!
🍃🍃🍃
"Ini dia si petugas kebersihan!" Seru Voy berdiri menghalangiku. Lydia dan Abby datang, apa lagi mau mereka hari ini?
Mereka bertiga melihatku, bukan melainkan ke arah dressku. Bahaya! Bahaya! Bahaya! Kuedarkan pandanganku kesekeliling, sepi! Sial, ini waktunya makan malam. Sudah pasti lorong akan sepi karena semua siswa berada di ruang makan.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Number : The Black Academy ( END )
FantasíaSemuanya membohongiku, seakan-akan aku makhluk terbodoh di dunia ini. Semuanya membenciku, seakan-akan aku makhluk terhina di dunia ini. Tidak! Bahkan aku tak berasal di dunia itu. Kenapa mereka menganggapku seperti itu? Apakah kau tahu jawabannya? ...