32. Bahaya Mengancam

13.4K 1.4K 12
                                    

Sial!

Para Black Hunter bergerak cepat, dia memilih orang yang tepat. Rei, dia sudah disihir sejak aku pingsan. Amarah yang membuatnya mudah disihir oleh para pemburu. Waktu dia bilang dia adik Antonio, aku salah besar percaya. Sebab, seluruh keluarga Antonio sudah tiada dan aku mendapat informasi dari Kakek Jo. Selama ini aku dibohongi oleh nya, dia berpura-pura baik agar aku lengah.

Mereka mengincar bukunya!

Dan setelah mereka tahu aku kabur, mereka akan semakin gencar melakukan penyerangan. Ini salahku, aku memudahkan para pemburu masuk ke dalam academy.

"Maaf, lama." Zach datang ke aula.

Yah, aku membuat sebuah koalisi antara aku, Kai, Zach, dan Kakek Jo. Kami berempat harus merencanakan sesuatu agar sihir yang merasuki Rei menghilang. Aula adalah tempat teraman dari pengaruh sihir. Semua disini akan lenyap dan begitulah. Tempat rapat rahasia kami dari serangan para pemburu.

"Jadi, apa rencana kalian?" Tanya Kakek Jo pada kami bertiga.

"Kita harus menangkapnya sebelum sihirnya menguat." Zach telah menjawabnya duluan.

"Bagaimana caranya? Dia akan curiga nanti sebelum kita berhasil menangkapnya." Sela Kai tak mau kalah.

"Hmm, bagaimana jika kita pancing dia kemari? Sihirnya akan menghilang dan kita akan memberitahu Rei asli dia dirasuki. Tapi, kita harus membuktikan dulu apakah dia benar terkena sihir atau memang dia berubah." Kutatap mereka satu-satu dan menggangguk menerima usulanku.

"Aku punya rencana!" Zach tersenyum miring menampilkan seringaian paling mengerikannya.

Melihatnya membuat tubuhku merinding ketakutan. Aku sangat hapal betul seringaian itu. Rencana Zach pastilah semenyeramkan senyumnya.

🍃🍃🍃

Sudah kuprediksi.

Rencananya harus aku yang melakukannya, dari menguji sampai memancing Rei ke aula. Kenapa? Sebab hanya aku yang beberapa waktu ini dekat dengan Rei. Dia ramah dan terbuka denganku. Dan disinilah aku, duduk menunggu Rei di taman. Kulihat danau di depanku, damai dan tentram.

"Hai! Kau sudah lama disini?" Rei duduk di sampingku.

"Hai! Baru saja." Aku tersenyum hangat menyambutnya.

"Senang rasanya tahu kau mau menemuiku. Mau jalan-jalan?"

Whatt!!!

Jalan-jalan? Seorang Rei?

"Ahh, jalan-jalan, ya. Kemana?" Tanyaku gugup. Ini bisa mengagalkan semuanya.

"Hutan, bagaimana?"

Bahaya! Sejak kapan Rei se-frontal ini. Aku akui diriku baru mengenalnya baru beberapa hari. Namun, kata dia mengajakku jalan-jalan adalah sebuah kemustahilan. Aku harus apa, sisi lain aku juga ingin sisi lainnya aku takut. Takut bila dia benar di sihir dan menjebakku di hutan. Membunuhku atau mengancamku memberitahu keberadaan buku Antonio.

"T-tentu saja, bolehkah kuajak Sin dan Lui?"

"JANGAN!" Rei dengan cepat menjawab.

Dahiku mengkrinyit mendengarnya, wajah Rei berubah gelisah. Dahinya mengeluarkan keringat kecil, bola matanya berpindah ke kanan kiri, ciri-ciri itu biasanya dia sedang gelisah. Mataku memincing curiga, Rei lebih bisa bersikap dan pembawaannya selalu tenang dalam keadaaan apapun.

The Number : The Black Academy ( END )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang