27. Malam panjang

13.6K 1.3K 12
                                    

"Ada orang didepan! Ayo!" Lui menginstrupsiku dibelakang Sin.

Kucing itu lihat memberikan arahan padaku. Setiap belokan dan lorong tampak sepi karena kami pergi setelah semua anak tertidur. Kami hanya perlu melewati pintu kelaur saja. Cukup mudah untuk menyelinap pergi tapi akan sulit didalam hutan nanti.

"Hutan hitam ada disisi belakang. Kita hanya perlu berjalan memutari danau." Ucap Lui.

Aku mengangguk, karena aku tak bisa menggunakan kekuatan elemenku. Jadi terpaksa kami berjalan kaki. Itu juga karena kekuatan akan terdeteksi oleh para penjaga malam ini. Aku sudah mengecek siapa-siapa saja yang bertugas dan ternyata ada 50 orang malam ini yang berjaga dan menyebar kepenjuru hutan. Kami juga haru berhati-hati dengan mereka.

"Ada orang didepan danau, sekitar tiga orang!" Sin menerawang.

"Buat peralihan, Sin kau buat sedikit keributan di danau agar mereka lengah. Aku dan Lui akan mengendap-ngendap, setelah selesai kau menyusul kami." Ucapku.

"Baik!" Sin berlari kencang.

Aku dan Sin berjalan hati-hati dibalik pohon ataupun semak-semak. Dan benar didekat danau ada tiga orang yang memakai senjata mereka. Kami berjalan hati-hati agar tak menimbulkan suara sedikitpun.

Boom...

Suara ledakan kecil ditengah danau berhasil membuat ketiga orang itu kelabakan. Suaranya mirip batu yang dilempar ditengah danau. Dan ya memang batu yang dilempar oleh Sin. Serigala itu bisa mengangkat batu dan melemparkannya dalam radius 1 Km. Bahkan dia juga bisa menumbangkan pohon besar dengan hanya sekali hentakan.

Aku dan Lui langsung masuk ke dalam hutan lebih dalam lagi. Sekuat tenaga kami berlari mengindari dari pohon ke pohon satu. Memang gelap, tapi untungnya masih bisa kulihat jalan aman didepanku.

"Ada lima orang didepan. Belok ke batu itu!" Perintah Lui.

Mataku melihat batu yang menjulang. Cukup besar untuk menyembunyikan tubuhku dan Lui. Kakiku cukup lelah berlari, tinggal menunggu Sin dan mengendap lagi. Dari batu kuintip ke lima orang yang semuanya perempuan. Mereka semua membawa pedang tajam ditangan mereka.

"Hanya satu orang pengendali alam, kita bisa mudah lewat." Lui juga melakukan hal yang sama denganku.

"Oh, ok. Kita buat keributan lagi, kali ini kau yang melakukannya Lui. Tubuhmu kecil dapat menyelinap. Kau pancing mereka kearah timur." Kulihat Sin sudah sampai ditempat kami.

"Ok." Lui berlari cepat.

Kresekk...

Kresekk...

Kelima orang itu saling berpandangan satu sama lain. Mereka berlari cepat ke arah datangnya suara. Aku dan Sin berlari lagi menuju arah selatan. Kali ini usaha kami lancar tanpa halangan. Kupercepat langkahku, hutan hitam hanya tinggal memutari danau saja.

"Aman!" Lui datang dengan lincah melompat ke punggung Sin.

"Ok, kita hanya terus berlari. Kita dapat beristirahat jika sudah sampai." Kataku mencemgkram tongkat pel ku erat.

Kami bertiga berlari semakin masuk hutan. Kami memilih jalan yang rimbun dan gelap agar mudah untuk bersembunyi jika sewaktu-waktu ada anak-anak acdemy yang berpatroli. Ditambah serigala penjaga yang selalu awas disekitar hutan. Mereka jauh lebih peka terhadap pergerakan sekecil apapun. Beruntung bau tubuh Sin dapat menetralkan bau tubuhku.

"Kita sampai!" Ucap Lui membuat laju kami berhenti.

Kutatap pemandangan didepanku, hutan yang gelap dan mengerikan. Jauh lebih gelap dari malam dan jauh lebih mengerikan dari jurang kematian. Aku langsung duduk kelelahan, otot kakiku sangat lelah karena terus berlari tanpa ada jeda. Kulirik Sin dan Lui, keadaan mereka lebih baik dariku.

"Kau yakin Luna?" Tanya Sin.

"Ya, aku yakin." Mataku melihat ke atas.

Bulan sudah menampak kan sinarnya yang terang. Sekarang bulan purnama terjadi malam ini, jika tebakan ku benar bulannya akan tepat berada diatas hutan hitam. Daun Bong itu akan mucul dan memberikan petunjuk mengenai keberadaan buku sihir Antonio.

"Ayo, masuk!" Ajakku.

"Luna, kita tak tahu apa yang akan terjadi didalam sana. Bahaya Luna!" Sudah beberapa kali Lui memperingatkanku.

"Aku tahu! Kadang apa yang kita anggap bahaya sebenarnya aman Lui! Ayo!" Ajakku bersemangat.

"Baiklah! Dasar gadis bodoh!" Aku tahu Lui sangat khawatir kepadaku.

"Kau tahu, hanya orang bodoh yang pergi ke hutan hitam. Dan ya, aku salah satunya."

🍃🍃🍃

Apa yang kurasakan pertama kali saat masuk adalah hawa dingin yang mencekam. Semuanya benar-benar gelap dari yang kubayangkan bahkan sinar bulan yang terang kalah dengan aura gelap hutan hitam. Sepanjang jalan aku hanya bisa diam, Sin dan Lui tak bisa kuajak bicara karena sihir mereka hilang. Alhasil, mereka jadi hewan normal pada umumnya.

Kami tak bisa menggunakan senter hanya dapat mengandalkan penglihatan Sin dan Lui yang tajam. Mereka adalah senterku dan petunjuk jalanku. Semuanya tampak mengerikan, bulu kudukku selalu merinding saat angin menerpa wajahku.

"Meongg..."

Kudengar Lui sedang bicara sesuatu dengan bahasa hewannya. Ayolah memang nya aku bisa bahasa kucing. Lui berlari dan berdiri didepanku sigap. Sin juga melakukan hal yang sama. Ada apa memangnya sampai mereka berjaga seperti itu?

"Ada apa?" Tanyaku khawatir.

"Grr... Grr..."

Sekarang Sin berganti mengeram keras ada apa sebenarnya? Tiba-tiba angin dingin berhembus kencang membuat pohon-pohon tanpa daun bergoyang-goyang. Memberikan suara mirip jeritan dan cakaran. Mencekam!!!

Kupegang erat tongkat pel ku. Senjata ini yang akan melindungiku nantinya. Entahlah! Yang jelas ada sebuah bahaya segera datang. Kami semua dalam keadaan tegang. Angin semakin berhembus kencang, tapi hanya bertahan beberapa menit. Semuanya kembali seperti semula.

"Syukurlah, ayo kita lanjutkan." Kupikir semuanya baik-baik saja setelah ini. Namun, aku melihat sebuah tubuh yang tergeletak tak berdaya di dekat pohon.

Ok, ini sangat mengerikan untukku. Tadi tak ada apapun dan sekarang ada sebuah tubuh manusia yang tentu laki-laki bersimbah darah disana. Siapa dia? Kutarik napasku, aku harus mengeceknya.

Aku mendekati sosok itu, bau amis menyeruak menusuk hidungku. Ugh, jangan-jangan dia mati? Oh, aku akan jadi saksi disini. Oh ya, disini mana ada polisi. Sosok itu memiliki rambut panjang, sebahu yang dikuncir. Wajahnya tak terlihat jelas, bajunya hitam memakai jubah. Luka cukup terbuka lebar di perutnya. Parah!!!

"Sin, bantu aku!"

🍃🍃🍃

Kubasuh tanganku dengan air sungai, pantulan bulan memancarkan kemilau cahaya nya. Ini cukup untuk penerangan malam ini dengan api unggun yang baru kubuat tadi. Yah, akhirnya aku menolong sosok itu. Dia masih hidup, karena lukanya hanya goresan diperut tak cukup dalam untuk membunuhnya.

Hah, seharusnya malam ini aku menemukan daun Bong disini. Apa tebakan ku salah daun itu berada di hutan hitam? Hah, tanganku juga harus diobati secepatnya sebelum parah dan diamputasi.

"Meong..."

🍃🍃🍃

Salam ThunderCalp!🤗

Vote dan komen!

Dukung cerita saya ini, kalau mau tanya juga boleh!

The Number : The Black Academy ( END )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang