Aku tahu sekarang apa itu kartu merah, Lui memberitahu detailnya. Kartu merah adalah sebuah hadiah dari academy jika berhasil menyelesaikan misi rahasia academy. Kartu merah adalah sebuah ancaman atau sebuah pelanggaran jika berbuat kesalahan. Siapa yang mendapat kan kartu itu jika tidak masuk rumah sakit atau meninggal. Academy tak akan ikut campur, bahkan sekalipun itu tamu.
Otomatis mulai hari ini, Abby dan semua orang menjauhiku. Mereka terang-terangan melakukan kekerasan fisik kepadaku. Dari sengaja menyengol, mendorong, atau menggunakan sihir mereka kepadaku.
Seperti sekarang, seorang anak membuat rambutku penuh dengan lumpur. Akan kubalas orang itu, tidak hanya kekerasan fisik. Aku tidak berhak lagi berada dikamarku. Gara-gara Abby aku diusir oleh anak lainnya. Mereka berkata bahwa aku tidak berhak berada dikamar itu. Mereka membayar mahal, justru aku yang menumpak memiliki fasilitas yang sama. Sebenarnya setiap kamar diisi dua orang, kan aku juga bersama Lui.
Jahat!!!
"Mr. Jo memberimu peralatan berkemah. Kau dapat mendirikan tenda di atap." Lui datang dengan barang-barang perkemahan.
Barang-barangnya melayang diatas lantai, wow keren. Tanganku meraba-raba dibawahnya, benar-benar melayang. Aku cengegesan, apa bisa? Kakiku mencoba berdiri diatas tas besar. Tidak jatuh! Haha... Kucoba duduk, wow... Ini baru namanya melayang.
"Hei! Apa yang kau lakukan?" Lui tampak marah.
"Aku mencobanya, kemarilah." Ajakku.
Kucing itu memutar bola matanya malas, walau pada akhirnya dia menurut perkataanku. Otakku mencoba mencari ide lain yang tak kalah hebatnya dari ini. Aha...
"Mari kita pergi ke atap, tapi hati-hati!" Perintahku terhadap barang-barang yang kududuki.
Ajaibnya mereka menurut dan melayang menuju atap. Haha... Terkadang perjalanan mulus, terkadang berhenti mendadak, kadang terbang kencang. Lui histeris mencengkram erat kemejaku. Dasar penakut!
"Bwuahhhh... Lebih cepat!" Kataku tertawa renyah.
"Wow..." Kami terbang cukup cepat, ini menyenangkan.
Setiap melewati anak-anak, mereka memperhatikanku. Ada yang geleng-geleng dan mengejekku kampungan. Eh? Aku manusia biasa, bukan seperti mereka. Di luar dugaanku ini benar-benar mengasikan.
"Apa yang kau lakukan Luna!" Kucing didepanku terus bersembunyi ketakutan.
"Tak apa-apa kita hampir sampai." Kataku mengelus bulunya yang lembut.
Brukkk...
"Aduhhh... Pantatku!" Aku mengelus pantatku yang sakit. Kami telah sampai diatas, dan tiba-tiba semua barang-barang jatuh.
Seharusnya mereka memberitahuku bukan sekedar berhenti dan jatuh. Tragis! Untungnya hanya ada aku disini, cukup bagus juga. Disini luas, pemandangan juga terlihat dari atas. Tempatnya juga penuh dengan tumbuhan yang cukup rimbun. Hah, lumayan untukku. Masalah selanjutnya memasang benda ini.
"Luna! Cepat pasang!" Perintah Lui.
"Heh, penyuruh." Kupicingkan mataku.
Aku tidak apa-apa, ini tidak masalah. Semuanya memang harus begini. Jadi, aku terima saja. Toh, aku tak punya cukup uang kan untuk membayar sewa kamar. Apa makan juga aku harus bayar? Bodoh kau Luna, kau akan mati kelaparan nantinya.
🍃🍃🍃
"Sekarang aku harus bayar!" Pekikku. Kuraba kantongku, ada uang beberapa lembar.
Kulihat setiap harga, semuanya lebih dari uangku. Aku harus hemat, tinggal 29 hari lagi. Kupilih pada roti tawar yang diolesi selai coklat dan segelas air putih. Lui memandangku kasian! Aku tahu! Aku gadis miskin disini!
KAMU SEDANG MEMBACA
The Number : The Black Academy ( END )
FantasiSemuanya membohongiku, seakan-akan aku makhluk terbodoh di dunia ini. Semuanya membenciku, seakan-akan aku makhluk terhina di dunia ini. Tidak! Bahkan aku tak berasal di dunia itu. Kenapa mereka menganggapku seperti itu? Apakah kau tahu jawabannya? ...