ASTA'S | 2

265K 16.9K 925
                                    

Suara bel pertanda istirahat pertama berbunyi nyaring hingga lantai tiga. Dan inilah yang selalu ditunggu-tunggu seluruh pelajar selain bel pertanda pulang sekolah berbunyi. Semua siswa-siswi SMA Xavier berhamburan keluar dari kelas.

Kebanyakan dari mereka menuju kantin untuk mengisi perut. Ada pun yang memilih menetap di kelas dan melakukan kegiatannya masing-masing.

Nary menyimpan buku pelajaran ekonomi yang digunakannya ke dalam tas. Setelah itu, dia berbalik menatap Ayle, sahabatnya, yang masih sibuk merapikan buku-bukunya.

“Ke kantin?”

“Toilet dulu, ya? Gue udah kebelet banget nih,” ujar Ayle yang masih merapikan buku-bukunya.

“Yaudah. Ayo,” sahut Isil yang sudah menunggu bersama Kiala.

Nary bangun dari tempat duduknya lalu menghampiri Isil dan Kiala yang sudah menunggu di ambang pintu. “Cepetan Ay,”

Usai merapikan mejanya, Ayle berlari kecil menuju sahabat-sahabatnya. “Toilet dulu, kan?”

“Tadikan udah dibilang iya,” Kiala mendengus karena sedari tadi Ayle terus mengatakan hal itu. Ayle menyengir lalu berjalan dahulu sambil merangkul lengan Kiala agar berjalan bersamanya.

Sedangkan Nary bersama Isil berjalan di belakang mereka.

Nary menatap Isil yang sedang menyumbat headset di kedua telinganya.

“Kenapa?” tanya Isil yang merasa diperhatikan tanpa mengalihkan matanya dari handphonenya.

“Cantik,”

Isil menatap Nary dengan kerutan yang begitu nampak di keningnya. Ia masih bisa mendengar apa yang dikatakan Nary karena volume lagunya tidak begitu besar.

Senyuman langsung tercetak di bibir Isil. “Gak usah muji-muji gitu. Tau kok gue cantik,”

Nary menggeleng pelan, “Maksud gue headset lo cantik. Warnanya pink. Kan gue suka....”

Mendengar itu hati Isil mencelos. Ia membuang mukanya, enggan menatap Nary. “Jahat banget, sih. Padahal gue udah fly.” gumamnya. Hanya kekehan pelan yang terdengar dari Nary.

Tiba-tiba langkah Nary terhenti. Senyuman yang tadi menghiasi bibirnya pun luntur ketika seseorang yang jalan berlawanan arah melewatinya.

Aroma itu...

Nary berbalik ke belakang ketika mencium aroma yang terasa begitu familier. Aroma yang belakangan ini masih membekas di benaknya. Aroma yang entah sejak kapan disukainya.

Matanya kini menangkap seorang laki-laki berpostur tinggi, punggung yang lebar dan tegap yang terus melangkah. Bahkan Nary tak sempat melihat wajah orang tersebut.

“Kayak kenal,” gumamnya terus menatap punggung laki-laki yang semakin menjauh itu. Namun apa iya, laki-laki itu adalah orang yang sama? Bisa saja hanya aromanya yang kebetulan sama.

Seseorang memegang pundak Nary, membuatnya tersentak kaget.

“Kenapa lo?”

Nary berbalik lalu mengelus dadanya ketika mengetahui jika orang yang memegang pundaknya adalah Isil. Isil menatapnya sambil menaikkan satu alis.

ASTA'S ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang