Berkali-kali Nary menarik napas panjang lalu menghembuskannya. Menatap dirinya didepan cermin yang menampilkan full body.
"Tarik napas," Nary menarik napas, membuat pipinya mengembung karena angin lalu menghembuskan napasnya kasar. Entah sudah berapa kali ia seperti ini, yang jelas ia sangat gugup.
Sekarang ia berjalan hilir mudik didepan cermin, menggigit bibir bawahnya dengan mata yang menatap kesegala arah gelisah. Jantungnya pun berpacu dua kali lebih cepat.
Kemarin setelah Asta mengatakan jika mama pemuda itu ingin bertemu dengannya, Nary bahkan tanpa sadar menahan napasnya saat itu. Dan hari ini, sore ini, dia akan pergi ke rumah Asta itu untuk menemui mamanya.
Bahkan tadi malam Nary tak bisa tidur dengan tenang karena terus memikirkan nasibnya hari ini.
Sebentar Asta akan datang menjemput, dan dari setengah jam yang lalu, Nary sudah siap dengan pakaian yang rapi dan sopan. Menggunakan kaos berwarna abu-abu, dilapisi cardigan berwarna putih, dan jeans. Rambutnya ia kuncir tinggi dan tak lupa memakai converse sebagai pelengkap.
"Nary, keep calm. Semuanya pasti baik-baik aja." Gumamnya meyakinkan diri sendiri.
"Kak, dicariin tuh."
Nary menoleh, mendapati Keirel yang menatapnya datar. Alis Nary terangkat tinggi lalu mendekati Keirel yang berada diambang pintu.
"Siapa?"
"Temen lo yang ngaku pacar lo itu,"
Kening Nary sedikit berkerut. "Perasaan gak ada deh yang seperti itu," katanya pelan.
Keirel mendengus pelan sambil bersedekap. "Itu loh, yang mukanya datar kek triplek terus ngomongnya irit kayak gak punya kosa kata lebih dan yang sok cool itu, terus yangㅡ"
"Mirror please." Kata Nary datar lalu segera mengambil tas selempangnya, melewati Keirel yang masih terdiam diambang pintu tanpa mengucapkan sepatah katapun kepada adiknya.
"Dia marah?" Gumam Keirel melihat Nary yang kini sudah tak terlihat lalu segera mengikuti kakaknya itu.
Langkah Nary terhenti di teras rumah. Mendapati Asta yang sedang bersandar pada tembok rumahnya.
Ganteng banget kamu Kak. Batin Nary yang terus menatap tanpa berkedip. Asta hanya menggunakan celana jeans, kaos hitam berlengan pendek, dan jam tangan berwarna hitam sebagai pelengkap. Dengan penampilan sederhana seperti itu saja tingkat ketampanan Asta sudah berlipat-lipat dimata Nary.
"Ngapain lo Kak?"
Nary seketika terserentak. Ia langsung menoleh dan melotot kesal kepada Keirel yang kini berada disampingnya. Lalu menoleh mendapati Asta yang sekarang sudah menatapnya.
Asta mendekat membuat Nary langsung tersenyum kikuk. "Udah lama nunggunya ya Kak?"
"Enggak. Mama Papa lo mana?" Tanya Asta membuat kening Nary mengerut samar.
"Ngapain nyari bonyok gue?"
Saat Nary hendak menjawab, Keirel dengan cepat menyela. Hal itu spontan membuat Asta dan Nary langsung menatapnya.
"Mau minta ijin," Sahut Asta tenang.
"Emang lo mau bawa Kakak gue kemana?"
Nary mendelik mendengar pertanyaan bodoh Keirel. Ia membuka tas selempangnya, hendak mengambil handphone tetapi tak menemukan benda pipih itu.
"Ponsel aku ketinggalan. Aku ambil dulu ya Kak," Ujar Nary yang diberi anggukan Asta.
Nary tersenyum tipis lalu berbalik dan segera menaiki tangga menuju kamarnya. Ia mengambil handphonenya yang tergeletak diatas kasur dan segera kembali ke teras sebelum Keirel mengatakan yang tidak-tidak.
KAMU SEDANG MEMBACA
ASTA'S ✓
Teen Fiction#1 in Teen Fiction (Sudah Terbit) Sebagian part sudah dihapus. Vaneriana Nary hanyalah salah satu dari ratusan siswi di sekolahnya yang bermodalkan sifat ceria, cerewet, dan rupanya yang manis. Semua orang yang melihat tingkahnya pasti berpikir dua...