“Ya Allah. Sial banget sih. Kemaren baru habis UTS, eh hari ini malah ulangan.” Keluh Willi sembari menyimpan tasnya di atas meja.
Liel yang duduk di sebelahnya melirik lalu berceletuk, “Yaudah. Selo. Selama ada si Asta mah kita aman.”
“Terus si Asta mana?”
“Belum dat— eh tuh orangnya. Panjang umur.” Cetus Liel ketika melihat Asta yang baru saja memasuki kelas. Membuat Willi yang sedari tadi menatapnya mengikuti arah pandang Liel.
“Ta, Ta!”
Asta yang baru saja menyimpan tasnya di atas meja miliknya menatap Liel yang duduk di depannya sambil menaikan satu alisnya dengan tatapan seakan berkata, kenapa?
“Asta yang baik hati dan tidack sombong. Belajar yang bener ya? Kan hari ini ada ulangan Matematika peminatan.”
Willi yang mendengar ucapan ngawur Liel langsung mendelik. Seketika dia meringsut menjauh dari Liel.
“Hm.”
Senyum Liel mengembang tatkala mendengar dehaman Asta itu. “Duh. Makin sayang deh.” Katanya sambil mengerling membuat Asta langsung mendengus jijik.
Baru saja Asta mengeluarkan bukunya, Bu Umila memasuki kelas. Membuat semua orang langsung kembali ke tempatnya masing-masing dan seketika kelas menjadi hening.
Bu Umila memperbaiki letak kacamatanya sembari menyimpan buku yang di bawanya di meja guru. Dia menatap seluruh kelas lalu berdeham. “Keluarkan buku ulangan kalian. Saya tidak menerima jika ada yang mengerjakannya di kertas.”
Mendengar itu sontak membuat beberapa orang mengeluh, termasuk Liel yang kini bergumam heboh. “Demi jerapah yang gak minum susu tapi tetep tinggi, beda sama Asta yang sering minum susu tapi tingginya cuma 180 cm doang, gue kagak bawa buku ulangan masa...”
Setelah berdoa bersama yang di pimpin oleh ketua kelas, Bu Umila membagikan selembar kertas yang berisi soal-soal ulangan kepada setiap orang lalu kembali menuju meja guru sembari mengawasi sekitarnya. Liel dan Willi kompak berdecak ketika melihat soal-soal Matematika yang seketika membuat kepala mereka menjadi pening.
Asta mulai mengerjakan soal-soal itu dengan tenang. Dan sedari dulu ia memang selalu duduk sendiri karena tak ingin di ganggu. Berbeda dengan dua orang di depannya yang kini sibuk dengan kegiatan mereka. Willi yang diam-diam memainkan game di handphonenya, sedangkan Liel yang menggambar lengannya menggunakan pulpen.
Setelah menyelesaikan ulangannya dan menulis kembali jawabannya pada selembar kertas, Asta mengoper kertas itu kedepan, yang langsung di terima dengan cepat oleh Liel yang kini mulai menyalin jawaban Asta ke buku yang di pinjamnya bersama Willi.
Tak lagi memiliki kesibukan, Asta kini menatap ke luar jendela dengan tatapan kosong. Ingin menghela napas tapi rasanya tenggorokannya tercekat.
Kejadian tadi pagi kembali terbayang di pikirannya. Membuatnya memejamkan matanya lalu merebahkan kepalanya di atas meja. Memilih tidur hingga bel pergantian jam pelajaran berbunyi.
***
“Ki, lo yakin?”
Kiala dengan semangat mengangguk. Dia tersenyum, menerjap pelan menghilangkan rasa gugupnya. “Duh, muka gue ga komuk amatkan?”
Isil mengangguk. Menatap Kiala yang kini nampak gelisah sekaligus semangat. Bel tanda pulang sekolah baru saja berbunyi. Hal itu tentu saja membuat Kiala langsung meracau dan segera membereskan buku-bukunya.
“La, lo beneran yakin nih?” Tanya Ayle khawatir.
Kiala menatap Ayle dengan kening yang mengerut. “Kalian kenapa sih? Gue kan dari tadi udah bilang yakin.” Katanya sedikit ketus. Merasa terganggu dengan pertanyaan yang sedari tadi di lontarkan ketiga sahabatnya itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
ASTA'S ✓
Roman pour Adolescents#1 in Teen Fiction (Sudah Terbit) Sebagian part sudah dihapus. Vaneriana Nary hanyalah salah satu dari ratusan siswi di sekolahnya yang bermodalkan sifat ceria, cerewet, dan rupanya yang manis. Semua orang yang melihat tingkahnya pasti berpikir dua...