ASTA'S | 27

128K 8.3K 50
                                    

Entah sudah berapa menit lamanya Asta termenung menatap pintu cokelat dihadapannya. Seragam putih abu-abu yang sedikit berantakan masih melekat di tubuhnya. Dan sudah ia duga. Pasti ia akan menghadapi hal ini. Tak butuh sehari untuk dia mengetahui apa yang terjadi.

Asta menghela napas pelan. Memegang knop pintu yang terbuat dari besi yang terasa dingin di telapak tangannya, lalu membukanya perlahan.

Seiring terbukanya pintu, terlihatlah isi ruangan tersebut. Asta melangkah masuk, matanya langsung menangkap seseorang yang sedang duduk di kursi kerjanya sambil menatap berkas-berkas ditangannya.

Langkah Asta terhenti di depan meja. Matanya terus menatap seseorang yang masih sibuk menatap berkas-berkas tanpa mengeluarkan sepatah katapun.

Beberapa menit kemudian helaan napas terdengar. Orang itu memijit pelan pelipisnya, berdiri dari duduknya, lalu menatap Asta datar.

"Apa maksudnya ini?" Katanya sambil menunjuk beberapa kertas dihadapannya. Asta bergeming. Ia masih tak mengeluarkan suaranya.

"Absen banyak yang kosong, bolos, berkelahi ... aku tak habis pikir, DIMANA OTAKMU, HAH?!" Orang itu membanting tumpukan kertas dihadapannya. Wajahnya memerah menahan marah, keningnya sedikit mengerut, dengan rahang yang mengeras.

"Kau ingin menjatuhkan nama keluarga dengan sikapmu?!!" Kata orang yang tak lain adalah KakaknyaㅡAndre, sambil menatap Asta tajam. "Tak cukupkah kau membuat hidupku berantakan?!" Andre mengepalkan tangannya. Kepalanya terasa panas, mengingat semua itu membuat emosinya tak terkontrol.

"Maaf." Hanya itu yang dapat Asta katakan sekarang.

"Keluar. AKU BILANG KELUAR!!" Suara Andre naik beberapa oktaf. Menggema dalam ruangan tersebut. Bahkan suaranya terdengar hingga luar ruangan.

Asta menatap Andre sesaat lalu berbalik dan keluar dari ruangan itu. Meninggalkan Andre yang masih mengontrol napasnya yang sedikit terengah, menahan emosi. Dadanya naik turun dengan napas yang tak teratur. Sekitarnya terasa panas.

Andre melonggarkan dasi yang terasa mencekik lehernya kasar. Kedua tangannya tertumpu dipinggir meja. Matanya menatap kedepan dengan tatapan tajam. Bayangan kenangan itu kembali hadir ketika menatap Asta. Mimpi buruk yang selama ini berusaha dikuburnya dalam-dalam.

"Sial." Umpatnya ketika bayangan itu masih terus terlintas dikepalanya. Matanya tak sengaja melihat sebuah bingkai foto yang terletak diatas nakas yang tak jauh dari tempatnya.

Andre melangkah mendekati nakas itu. Matanya terus menatap foto yang ada didalam bingkai berukuran sedang, yang memperlihatkan dua orang dewasa yang tersenyum hangat, dan dua anak kecil yang menyengir lebar.

Tangannya menggapai bingkai foto itu. Menatapnya lamat. Jantungnya seketika berdetak kencang. Dengan cepat ia meletakkan foto itu didalam laci. Mendengus pelan lalu kembali mendekati meja kerjanya.

Pria itu menghempaskan dirinya di kursi kerjanya, menyandarkan punggungnya di sandaran kursi lalu mengusap wajahnya kasar.

"Kau tak akan bisa, Andre." Desisnya kepada dirinya sendiri lalu memejamkan matanya. Membiarkan kenangan itu kembali menyelusup kedalam pikirannya dengan pasrah.

***

Asta yang baru saja keluar dari ruangan kerja Andre mendapati Ranti yang berdiri tepat di depan pintu. Wajah paruh baya yang nyatanya parasnya masih tergolong awet itu menatapnya cemas.

"Kamu tidak apa-apa?" Tanya Ranti langsung begitu melihat Asta.

Asta mengangguk pelan, lalu berjalan mendahului Ranti, memilih pergi ke kamarnya. Langkah Asta terhenti ketika merasakan sebuah tangan mencekal tangannya.

ASTA'S ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang