ASTA'S | 31

107K 6.5K 38
                                    

Isil menarik lengan Nary menuju papan mading. Di ikuti Kiala dan Ayle dibelakang.

Papan mading terlihat lebih ramai karena semua berbondong-bondong datang untuk melihat ruangan ujiannya.

Dengan cepat Nary mencari. Dalam hati bersyukur karena kali ini kertas-kertas itu tertempel tidak terlalu tinggi, sehingga dia tidak perlu repot-repot seperti awal masuk sekolah dulu.

Wajah semangat Nary seketika luntur. Ia menghela napas pelan lalu melirik Isil yang berada disampingnya.

“Di kelas berapa lo?”

Isil menoleh lalu menyengir. “XII-IPA 2. Em lo ...” Isil kembali melihat-lihat daftar nama yang tertempel di papan,
“Lha? Lo di kelas X-4?” Tanya Isil lalu terkikik.

“Yo, yo! Di kelas mana kalian?” Tanya Kiala semangat.

Nary berjalan lesu, menjauh dari area yang ramai tersebut. Dibelakangnya, ketiga sahabatnya saling melirik lalu segera menyusul Nary yang ternyata berjalan menuju kelas. Tiba-tiba Ayle merangkul lengan Nary, membuat sang empunya menoleh kaget.

“Napa sih, diem-diem bae.” Tukas Ayle sembari melirik Nary yang kini mengerucutkan bibirnya.

“Lo dan Kiala di kelas mana?” Tanya Nary tiba-tiba.

“Hm? Gue di XI-IPS 4. Kalo Kiala di kelas XII-IPA 1. Kenapa sih?” Tanya Ayle balik sedikit greget.

Nary kembali menghela napasnya pelan. “Lo pada enak di lantai atas semua. Lha gue? Masa gue sendirian sih di lantai bawah?” Kesal Nary lalu menggerutu pelan kemudian.

Memang sekolah mereka selalu mengacak nama seluruh siswa dan siswi saat ujian. Keberuntungan yang sangat baik jika seruangan dengan orang yang dikenal, jika tidak? Mungkin nasib.

Nary sebenarnya sedikit kesal karena, yang pertama, dia tidak beruntung bisa seruangan dengan sahabat-sahabatnya. Yang kedua, Nary di kelas X, itu artinya ia jauh dari sahabat-sahabatnya yang berada di lantai atas. Yang ketiga, Nary ternyata tidak tahu siapa-siapa saja yang akan seruangan dengan dirinya.

Mata Nary mengerjap pelan ketika mengingat sesuatu. Ia menoleh menatap Ayle dengan mata yang berbinar. “Gue baru inget ada urusan bentar. Gue pergi dulu!” Pamitnya lalu segera melangkah pergi. Semoga saja apa yang ia harapkan benar terjadi. Dengan segera, Nary mengambil handphonenya.

Vane Nary
Kak, lokasi?

Tak lama kemudian handphone Nary bergetar, membuatnya dengan cepat membaca chat yang masuk.

Kak Asta
Kelas

Senyuman Nary mengembang. Dengan langkah yang sedikit terburu-buru, akhirnya Nary berada di depan kelas Asta. XII-IPA 1. Begitulah yang tertera pada kayu kecil berukuran persegi panjang yang berada di samping atas pintu kelas tersebut.

Nary menyembulkan kepalanya kedalam kelas tersebut. Lumayan sepi. Didalam hanya terlihat sekitar lima cewek, dan tiga cowok. Salah satu dari ketiga cowok itu adalah Asta. Duduk di deret paling pojok dekat jendela yang mengarahkan ke luar bangunan sekolah.

Ingin sekali Nary berteriak agar Asta mengetahui kehadirannya disini. Tetapi gadis itu masih tahu tata krama. Sekarang posisinya sedang berada di daerah kekuasaan para kakak kelas. Ya kali Nary mau di jadikan bahan bullyan dan di olok-olok oleh para kakak kelasnya karena tak sopan.

Tiba-tiba Nary merutuk dirinya sendiri. Buat apa dia pusing memikirkan cara agar Asta mengetahui keberadaannya jika dia masih mempunyai benda pintar yang berbentuk persegi panjang dan tipis yang berada di saku seragamnya ini?

ASTA'S ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang