Berjalan menyelusuri jalanan menuju rumahnya sambil bersenandung kecil, Nary beberapa kali menyapa tetangganya. Senyuman sedari tadi tidak pernah terlepas dari bibirnya. Rasanya hari-hari yang ia miliki belakangan ini sangat indah.
Dengan tangan yang memegang kantung belanjaan besar berwarna hitam, Nary melangkah masuk kedalam rumah. Mendekati kulkas lalu perlahan memasukan belajaannya disana. Belanjaan yang tidak lain hanyalah minuman berbagai jenis merek, ice cream, snack, dan bahan-bahan untuk membuat kue.
Lagian Nary berencana untuk membuat sesuatu besok pagi. Yang mungkin akan membuat senyuman terukir di bibir Asta. Ah, memikirkannya saja sudah membuat Nary menyengir. Ia seakan jatuh kedalam pesona Asta saat cowok itu tersenyum.
Nary menyemangati dirinya sendiri. Membuat sebuah misi untuk dirinya agar besok bisa membuat senyuman terukir diwajah tampan Asta. Nary mengambil napas lalu menghembuskannya. Mengangguk atas pikirannya tersebut dengan mengangkat satu tangan yang terkepal. Nary telah bertekad saat ini.
"Fighting, Nary!"
***
Asta mengeringkan rambutnya yang basah menggunakan handuk kecil berwarna putih. Menatap sebuah benda diatas nakasnya tertarik. Ia mendekat lalu mengambil barang tersebut. Asta tersenyum tipis. Mengingat kejadian siang tadi karena gadisnya. Siapa lagi kalau bukan Nary.
Cewek yang cerewet dan manis itu berhasil membuat hati Asta menghangat dibuatnya. Hanya mengingat wajah Nary yang tergelak membuat Asta tersenyum tipis.
Setelah merasa rambutnya tidak terlalu basah lagi, Asta menyimpan handuk yang sedari tadi dipegangnya lalu turun dari lantai dua. Saat hendak menuju dapur, suara bel rumahnya berbunyi. Membuat Asta mau tak mau harus membukanya.
Asta langsung mendengus ketika membuka pintu, yang disambut cengiran oleh orang dihadapannya.
"Hai mas,"
"Jijik, jir."
Bukan Asta yang menyahut. Tetapi Willi yang turut hadir. Saat hampir sepenuhnya menutup pintu, sebuah kaki dengan cepat mengganjalnya. "Eh, eh, Ta! Jahat lo. Kita dateng jauh-jauh malah diginiin."
"Lo sih, baru dibuka pintunya langsung ngeluarin kalimat najisun."
Liel -orang itu- menggaruk tengkuknya yang tak gatal lalu membuka pintu yang hampir ditutup Asta tadi. Masuk ke rumah sahabatnya itu dan menghempaskan dirinya di sofa empuk yang tersedia disana.
Melihat itu, Willi hanya mendengus dan mengikuti Liel. Dilihatnya Asta yang sedang berada didepan kulkas dekat dapur yang bisa terlihat dari tempatnya.
"Ta! Minuman dong satu!" Seru Liel sambil mengangkat tangannya tinggi, yang dibalas dengusan Asta.
Asta mendekati Liel dan Willi sambil memegang tiga kaleng minuman yang membuat wajah Liel sumringah seketika. Tak menyangka jika Asta sungguh akan membawa minuman untuknya.
"Nih. Jangan kebanyakan bacot lo." Asta menyimpan dua kaleng minuman itu dimeja ㅡlebih tepatnya dihadapan Liel.
Alis Liel menyatu tatkala sudah memegang minuman kaleng tersebut. Membolak-baliknya lalu menatap Asta, ingin komplain.
"Ta! Gue bukan maniak susu kek lo! Eh tapi ni susu aneh juga ya. Masa kemasannya beruang tapi isinya susu sapi. Gak! Gue gak terima! Penghinaan terbesar dalam idup gue nih namanya!" Willi yang diseberang sofa mendengus mendengar cercaan Liel. Sahabatnya itu mulai kumat gilanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ASTA'S ✓
Teen Fiction#1 in Teen Fiction (Sudah Terbit) Sebagian part sudah dihapus. Vaneriana Nary hanyalah salah satu dari ratusan siswi di sekolahnya yang bermodalkan sifat ceria, cerewet, dan rupanya yang manis. Semua orang yang melihat tingkahnya pasti berpikir dua...