"E-eh, maaf." Ringis Nary dan segera mendongak. Ketika menatap seseorang yang hampir ditabraknya itu, matanya melebar. Bukannya orang itu...
"Andre ... kamu pulang?"
Nary yang masih terhenyak menatap wajah seseorang yang ditabraknya itu sedikit tergelonjak ketika sebuah suara langsung mengintrupsi.
Kini dilihatnya seorang wanita paruhbaya mendekati pria yang hampir di tabraknya itu lalu memeluknya sekilas.
"Dia siapa?" Suara berat pria itu terdengar rendah. Nary yang tersadar tengah ditatap langsung tersenyum kikuk sambil menundukkan kepalanya sekilas.
"S-sore Tante, em ...," Nary melirik pria yang berada di sisi wanita paruh baya itu bingung ingin menyapa dengan sebutan apa.
Kakak? Om? Paman? Tapi mukanya masih muda. Batin Nary gelisah.
"Kamu ... pacarnya Asta?" Tanya wanita paruh baya itu sedikit ragu.
Nary menatap wanita paruh baya itu, mengerjap pelan, lalu mengangguk kikuk. "Iya, saya Tan. Nama saya Nary." Cicitnya pelan.
Tiba-tiba wanita paruh baya itu tersenyum hangat, menggandeng pria yang di panggil 'Andre' tersebut, sambil menatap Nary berbinar.
"Saya Ranti, Mamanya Asta." Katanya memperkenalkan diri, membuat Nary kembali menyapa sambil meringis pelan. "Dan ini namanya Andre, Kakaknya Asta." Kata wanita paruh baya itu, melepaskan tangannya yang mengait lengan anaknya lalu menepuk pelan pundak pemuda itu.
Nary mengangguk, menatap Andre sambil tersenyum kikuk. "Sore Kak,"
"Juga. Kenapa sendiri disini?" Diam-diam Nary merinding mendengar suara berat nan serak itu. Suaranya sangat berat, melebihi Asta. Papanya memang mempunyai suara yang hampir sama dengan cowok yang berstatus kakak Asta ini, tetapi suara Papanya tidak serak.
"Tadi sama kak Asta, tapi kak Asta-nya barusan pergi lagi cariin Tante." Cicitnya membuat Ranti melebarkan matanya.
"Duh anak itu. Gak suruh kamu duduk dulu kek," Omel Ranti sambil menggeleng pelan. Nary hanya tersenyum kikuk, bingung merespon apa.
"Aku ke kamarku dulu, Ma." Tiba-tiba Andre berceletuk membuat Ranti menatapnya lalu mengangguk pelan. Andre menyalim Ranti lalu melewati Nary yang posisinya masih berada di dekat tangga.
Ranti menatap Nary sambil tersenyum, lalu menuntun Nary agar duduk di sofa ruang keluarga. "Duduk disini dulu, ya? Tante panggilin Asta dulu." Nary hanya mengangguk sebagai respon. Melihat itu, Ranti tersenyum lalu melenggang pergi dari sana.
Melihat tak ada tanda-tanda akan adanya orang lain lagi, dengan cepat Nary menarik udara sebanyak-banyaknya lalu menghembuskannya. Tadi tanpa sadar ia menahan napasnya terlalu lama karena menahan gugup. Nary menatap tangannya sudah berair. Astaga, ia bahkan keringat dingin ketika menghadapi keluarga Asta tadi, tanpa di temani cowok itu lagi!
Hahhhh...... seketika tubuh Nary lemas. Ia melirik sekitarnya. Dinding kebanyakan hanya di isi oleh lukisan-lukisan. Foto keluarga pun hanya satu dua. Tidak terlalu banyak seperti di rumahnya.
Nary menyandarkan punggungnya pada sandaran sofa. Bahunya sedikit merosot. Matanya terpejam, dengan napas yang perlahan teratur. Sekarang ia harus mengumpulkan tenaganya kembali untuk beberapa waktu ke depan. Saat sedang asyik-asyiknya menenangkan diri, tiba-tiba suara berat seseorang menyentakkan dia dari lamunannya.
"Hei ..."
***
Tak mendapati sosok yang di carinya, Asta langsung berbalik, hendak kembali ke lantai bawah.
KAMU SEDANG MEMBACA
ASTA'S ✓
Teen Fiction#1 in Teen Fiction (Sudah Terbit) Sebagian part sudah dihapus. Vaneriana Nary hanyalah salah satu dari ratusan siswi di sekolahnya yang bermodalkan sifat ceria, cerewet, dan rupanya yang manis. Semua orang yang melihat tingkahnya pasti berpikir dua...