ASTA'S | 26

138K 8.9K 44
                                    

Asta memegang sudut bibirnya lalu menatap tangannya. Sial, ia terluka. Matanya menatap tajam laki-laki yang berada di hadapannya. Bahkan wajah laki-laki tersebut sudah penuh dengan memar.

"Cuma segitu?" Pancing laki-laki tersebut dengan kekehan sinis sukses membuat Asta langsung maju, mencengram kerah kemeja laki-laki tersebut sambil berdesis.

"Sialan."

Bugh

Satu pukulan sukses membuat laki-laki tersebut langsung terjatuh ke lantai yang kotor. Asta duduk di atas perut laki-laki itu lalu kembali menghajar bertubi-tubi wajahnya. Lalu dengan kasar menarik kerah laki-laki itu membuat kepala laki-laki itu terangkat.

"Sekali lagi lo cari masalah sama gue, gue pastiin salah satu bagian tubuh lo rusak." Desis Asta dengan nada rendah.

Laki-laki itu masih menatap Asta lalu terkekeh. Wajahnya sudah tak berbentuk dengan sekitar mata yang bengkak dan membiru, sudut bibir yang luka, pipinya yang lebam, dan kening yang luka. Napasnya sedikit terengah. "D-dan gue pastiin selanjutnya gak bakal gagal." Jawabnya sambil menyeringai.

Mendengar itu, Asta menatap laki-laki itu nyalang. Ia mengangkat tangannya yang sudah terkepal, bersiap kembali melayangkan pukulan hingga suara pintu di dobrak dan teriakan sukses menghentikan niatnya.

"ASTA, RADIT! IKUT SAYA!"

Asta masih menatap Radit tajam. Napasnya masih tak beraturan. Ia menggertakkan giginya membuat rahangnya semakin mengeras tatkala melihat Radit yang tersenyum penuh kemenangan. Beberapa detik kemudian ia melepaskan kerah Radit kasar lalu bangkit, menerobos guru yang berada di ambang pintu gudang, dan pergi dari sana.

***

Pria berumur 45 tahun itu memijit pelipisnya gusar. Ia berdesis pelan, tak habis pikir dengan seorang lelaki yang berada dihadapannya.

"Asta, sudah berapa kali saya bilang, jangan berkelahi." Kata pria itu menatap Asta yang hanya menatapnya tak minat.

Asta berdecih pelan, lagi-lagi ruangan ini. Sudah berapa lama ia tak menginjakkan kakinya disini? Seminggu? Rasanya sedikit asing karena tata letak semua barang yang telah di ubah.

Karena luka yang cukup parah, Radit harus di obati di UKS. Sedangkan Asta, ia harus mendekam di ruangan wakil kepala sekolah yang umurnya berkisar 45-an itu. Bahkan lukanya saja belum di obati. Tetapi itu bukan masalah karena luka-luka itu tidaklah sakit. Masalahnya hanya satu, dan mungkin masalah tersebut sudah menanti ketika orang itu sudah mengetahui hal ini.

"Apa masalahnya?" Pria yang bernotabene wakil kepala sekolah itu kembali membuka suara ketika merasa bahwa anak didiknya ini tak ingin membuka mulut.

"Asta, jawab saya. Apa ada masalah hingga dirimu dan Radit harus berkelahi? Sudah berapa kali kalian saling adu fisik? Untung saja ada siswa yang melihat Radit memasuki gudang."

"Bukan urusan bapak. Saya permisi." Asta langsung berdiri dari duduknya dan pergi keluar, meninggalkan wakil kepala sekolahnya yang kembali memijit pelipis karenanya.

Asta berjalan menuju kelasnya. Tinggal lima menit sebelum bel pulang berbunyi, setidaknya cukup untuknya sampai ke kelas. Beberapa langkah hampir sampai ke kelas, suara bel pertanda pulang berbunyi.

Setelah mengambil tasnya, ia kembali melangkah menuju kelas Nary. Bahkan disepanjang jalan semua mata kaum hawa menuju kearahnya. Apa karena lukanya? Yang pasti, Asta tak mempersoalkan semua itu. Kecuali mereka sampai berani memancing emosinya.

ASTA'S ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang