Nary merenggangkan badannya ketika bangun dari tempat tidur lalu mengambil ponselnya. Memang sudah kebiasaannya saat bangun tidur untuk mengecek ponsel.
Matanya membulat ketika melihat layar ponselnya yang memperlihatkan sebuah pesan. Pikirannya kembali ke kejadian semalam. Nary menggaruk tengkuknya yang tak gatal sambil tersenyum tak berdosa. Ia ketiduran.
Semalam ia terus menatap pesan yang Asta kirim hingga tanpa sadar tertidur karena tak tahu harus membalas apa. Nary mengangkat bahunya tak peduli. Paling juga cowok itu tidak membutuhkan balasan darinya.
Setelah selesai persiapan, Nary turun dari lantai dua menuju meja makan. Ia mengernyit bingung ketika tidak mendapati papa-nya berada di sana.
Nary menarik salah satu kursi meja makan lalu duduk. Ia mengambil selembar roti tawar dan mengolesnya dengan selai cokelat. Cita keluar dari dapur sambil membawa air minum untuk Nary yang diisi dalam tupperware.
"Lho, udah di sini? Mama kira masih persiapan." Cita memasukan tupperware tersebut ke dalam tas Nary.
Nary yang sedang mengunyah mengangguk. Setelah selesai, ia berdiri lalu mengambil tasnya yang berada di kursi sebelahnya.
"Papa mana?"
"Papa duluan ke kantor. Jadi gak bisa anter kamu ke sekolah." Sahut Cita menanggapi.
Nary mengangguk lalu menyalim Cita. "Gak pa-pa kok. Yaudah kalo gitu Nary ke sekolah dulu."
"Iya hati-hati."
Nary berjalan keluar dari rumahnya. Setelah kembali menutup pagar rumahnya, dia berbalik. Alisnya menyatu tatkala mendapati sebuah motor Ninja hitam dan seseorang yang tentu saja mengendarai kendaraan itu berhenti di depannya. Nary tidak bisa melihat siapa orang itu karena memakai helm full face.
Perlahan Nary melangkah mendekat. Menatap was-was orang itu. "Siapa ya?"
Orang itu menaikkan kaca helmnya membuat Nary membulatkan mata. Di dalam hatinya ia merutuki orang tersebut. Ngapain dia ke sini?!
"Gue anter."
Nary yang masih menatap Asta tak percaya mengerjap pelan. “Apa?”
“Mulai sekarang, pergi dan pulang sekolah bareng gue. Cepet naik kalo gak mau terlambat.” Asta memberi sebuah helm, yang dengan ragu-ragu diterima Nary.
Cowok itu menurunkan kembali kaca helmnya lalu menatap Nary sambil menggerakkan kepalanya ke belakang, seolah menyuruh Nary segera naik.
“Emang gak ngerepotin, Kak?” tanya Nary memastikan.
“Gak. Buruan.”
Nary segera mengenakan helm pemberian Asta tadi lalu melangkah maju. Berusaha naik ke atas motor sambil memegang jok belakang yang tinggi. Ia hampir saja terjatuh kalau saja Asta tidak sigap menahan.
“Pegang pundak gue kalo gak bisa naik.”
Gadis itu menggangguk kaku. Dengan perlahan Nary memegang pundak Asta lalu naik ke jok belakang motor. Dia menghela napas lega saat berhasil menaikinya.
“Udah?”
“Iya, Kak.”
“Coba buka tas gue.”
Alis Nary kembali bertautan ketika mendengar perkataan Asta. Dia mengangguk walaupun bingung dan memilih membuka tas cowok itu segera. Tas Asta diisi oleh dua buah buku tulis dengan sebuah jaket hitam di dalamnya.
“Bisa lo pake jaket yang ada di sana? Udaranya dingin.” Nary terkekeh. Apa cowok itu berusaha memberikan perhatian untuknya? Namun demi menghargai usaha cowok yang sudah berbaik hati ini, Nary mengikuti pintaannya tersebut.

KAMU SEDANG MEMBACA
ASTA'S ✓
Teen Fiction#1 in Teen Fiction (Sudah Terbit) Sebagian part sudah dihapus. Vaneriana Nary hanyalah salah satu dari ratusan siswi di sekolahnya yang bermodalkan sifat ceria, cerewet, dan rupanya yang manis. Semua orang yang melihat tingkahnya pasti berpikir dua...