"Pah, kita mau kemana?" Tanya anak itu dengan wajah polosnya. Menatap sang Ayah yang sedang menyetir.
"Rahasia dong. Kalo Papa ngasih tahukan gak suprise lagi," Cetus pria yang umurnya berkisar 35-an tahun itu sambil tersenyum.
Anak laki-laki itu mengembungkan pipinya lalu memalingkan wajahnya keluar jendela mobil. Seketika matanya berbinar.
"Papa... Berhenti!"
Pria dewasa itu melirik anak laki-laki di sampingnya sambil mengernyit samar. "Kamu mau ngapain?" Tanyanya usai menghentikan laju mobil.
Anak laki-laki itu melompat-lompat dalam duduknya. Dia menunjuk-nunjuk ke luar jendela mobil.
"Mau itu." Kata anak laki-laki itu sambil menatap stand yang menjual permen kapas dengan tatapan berbinar.
Pria itu terkekeh geli lalu mengambil selembar uang lima puluh ribu dari dompetnya. "Ini. Kamu bisa pergi sendiri 'kan? Nyebrangnya hati-hati, Papa tunggu di sini."
Anak laki-laki itu menggeleng pelan "Papa ga usah ngasih uang."
"Lho? Kenapa?"
"Aku ada," kata anak laki-laki itu sambil memperlihatkan selembar uang dua puluhan yang diambilnya dari saku jaketnya.
"Yaudah, jalannya hati-hati."
Anak laki-laki itu mengangguk semangat lalu keluar dari mobil, meninggalkan pria dewasa itu yang hanya terkekeh geli sambil menatapnya. Anak laki-laki itu mendekati stand permen kapas yang berjejer rapi dekat tol jalanan bersama stand yang menjual beraneka ragam makanan lainnya.
Setelah mendapatkan permen kapasnya, anak laki-laki itu memekik riang sambil menatap permen kapasnya.
Ketika hendak menyebrang jalan menuju mobilnya, matanya menangkap sang Ayah yang ternyata menunggunya diluar mobil sambil melambai-lambaikan tangannya.
"Papa..." gumamnya riang.
Ketika hendak melangkah, matanya menangkap sebuah truk yang melaju dengan kecepatan tinggi. Dia mengerjap pelan, menatap truk dan papanya bergantian.
Hingga suara debuman yang amat besar terdengar. Tubuh papanya tergeletak beberapa meter dari tempatnya berdiri tadi, dengan darah yang terus mengalir dari pelipis dan bagian tubuh lainnya. Sedangkan mobilnya mengalami rusak yang cukup parah.
Anak laki-laki itu melepaskan permen kapasnya, lalu berlari mendekati pria itu.
"PAPAAAA!!"
Kelopak mata itu perlahan terbuka. Asta menegakkan punggungnya, menghidupkan lampu tidur yang sedari malam sengaja di matikannya, lalu melirik jam digital diatas nakas.
03.24 a.m
Asta menghela napas. Wajah dan lehernya penuh dengan keringat. Tubuhnya terasa panas. Bahkan baju yang digunakannya pun basah karena keringat.
Lagi-lagi mimpi itu. Asta mengusap wajahnya kasar. Mimpi itu datang lagi.
Asta mengambil kalender dan spidol merah yang di letakkannya diatas nakas dekat tempat tidur. Dia melingkarkan tanggal hari ini menggunakan spidol merah itu.
Dalam bulan ini, dia sudah memimpikan kejadian yang sama hampir 18 kali. Ketika terbangun, jam selalu menunjukkan dini hari dan tubuhnya selalu dibanjiri keringat seperti sekarang.
Tetapi jika dibandingkan dengan bulan-bulan maupun tahun sebelumnya, belakangan ini dia jarang memimpikan kejadian itu.
Asta menyimpan kalender yang penuh dengan tulisannya kembali keatas nakas, lalu melepaskan kaos yang digunakannya, melemparkannya asal, dan kembali berbaring.
KAMU SEDANG MEMBACA
ASTA'S ✓
Teen Fiction#1 in Teen Fiction (Sudah Terbit) Sebagian part sudah dihapus. Vaneriana Nary hanyalah salah satu dari ratusan siswi di sekolahnya yang bermodalkan sifat ceria, cerewet, dan rupanya yang manis. Semua orang yang melihat tingkahnya pasti berpikir dua...